Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Norbert Kalah Taruhan

Wajah cantik Vania terlihat begitu pucat. Wanita itu terbaring lemah di ranjang sebuah rumah sakit mewah. Sedang pria yang duduk di sampingnya tertunduk sedih melihat kekasih yang tengah mengandung anaknya itu tak berdaya. Ronald menggenggam jemari Vania dan merutuki kesalahan nya dalam hati. Ia benar benar menyesal karena malam itu musti pergi ke club malam. Namun apa lagi yang bisa ia lakukan untuk melampiaskan kekesalan nya jika bukan pada minuman, Ronald sendiri bukanlah tipe pria yang terbuka akan permasalahan pribadinya. Sejauh ini apapun yang ia rasakan hanya dapat ia pendam sendiri, termasuk bagaimana dirinya yang merasa belum pantas untuk bersanding dengan Vania karena Vania jauh lebih kaya dan memiliki segalanya. Ronald yang hanya memiliki tiga perusahaan dan dua perusahaan anak cabang itu terus mencoba mengembangkan perusahaan nya agar ia bisa segera menikahi Vania meski Vania sendiri tidak pernah mempermasalahkan perihal materi. Vania menggerakan jemari dan perlahan membuka matanya.

"Van." Lirih Ronald dengan begitu bahagia melihat kekasihnya sadar. Ia sendiri telah mengirimkan pesan pada kedua orangtuanya jika Vania tengah berada di rumah sakit dan mengatakan jika Vania hamil.

Vania membuang wajahnya, ia begitu malas melihat sosok Ronald, Vania juga manarik tangan nya dari genggaman Ronald membuat hati Ronald terasa begitu sakit.

"Kenapa belum pergi." Ucap Vania dengan lirih.

"Gue gak akan pernah pergi Van."

"Artinya kamu ingin aku dan anakmu mati."

"No Van, please."

"Jika begitu pergilah."

"Van." Lirih Ronald sambil menggeleng pelan, ia bukan hanya tak percaya jika Vania tidak mau memaafkan nya. Namun juga tak percaya jika hatinya bisa sesakit ini karena seorang wanita. Ronald yang tak ingin kekasihnya itu nekat mengakhiri hidup memilih bangkit dari duduknya.

"Gue akan tetap disini untuk dua orang yang gue cintai." Ucap Ronald kemudian keluar dari ruangan. Sedang Vania kembali menangis, Ronald meminta anak buah Vania untuk memanggil dokter dan ia menyewa dua perawat untuk menemani Vania di dalam kamar rawatnya karena Ronald begitu takut jika kekasihnya itu bertindak di luar kendali. Dokter lantas datang.

"Apa anda suaminya." Tanya Dokter sebelum masuk kedalam.

"Benar Dok, saya suaminya jika terjadi sesuatu padanya tolong beritahu saya karena istri saya tengah marah pada saya." Jawab Ronald dengan bohong.

"Harap maklum dan sabar, wanita hamil memang memiliki mood yang berubah ubah."

"Ya, mungkin saya musti sabar." Jawab Ronald dengan frustasi dan setelah itu dokter pun tersenyum kemudian masuk ke dalam ruangan Vania.

*Drrrrt drrrrt* ponsel Ronald berdering di dalam sakunya.

[Gue belum bisa ke kantor besok] ucapnya kemudian pada Kelvin yang menelfon nya.

[No no no, gue cuma mau ngucapin selamat karena lo akan jadi Daddy]

[Katakan pada dokter cupu itu jika gue lah pemenang nya]

[Ya, sepertinya dia akan segera menelfon dan memberi ucapan selamat serta pengakuan kekalahan nya]

[Heh, terbukti bukan jika gue lebih tampan dan jantan di banding si cupu]

[Ada lagi yang lo mau]

[Tentu]

[Katakan]

[Gue mau lo dan dia tanam saham di perusahaan baru gue]

[Hahaha baiklah gue akan sampaikan itu pada Norbert] jawab Kelvin kemudian mengakhiri panggilan.

**

Di tempat lain Norbert baru saja selesai memeriksa pasien nya, ia lantas membuka ponsel miliknya dan melihat group yang hanya terdiri dari tiga orang saja, dimana Ronald mengirimkan foto dua alat tes kehamilan bergaris dua yang mendapat ucapan selamat dari Kelvin.

"Shit!! Pria gila itu berhasil menghamili pacarnya." Ucap Norbert dengan kesal karena ia kalah dalam taruhan.

(Baiklah. selamat bodoh atas kehamilan pacar lo, kali ini gue kalah dan lo mau apa dari gue) tulis Norbert kemudian.

(Tidak banyak, gue mau kalian berdua tanam saham pada perusahaan baru gue)

(Hanya itu) jawab Norbert.

(Jika mau lo bisa sunat untuk yang kedua kali sebagai bentuk kekalahan, siapa tau dengan ini milik lo jauh lebih berguna) balas Ronald.

(F*ck!!) Balas Norbert dengan emoji geram sedang Kelvin membalas dengan emoji tertawa.

Norbert lantas bangkit dari duduknya dan memutuskan untuk menemui Dianna. Norbert membawa mobilnya menyusuri ramai jalanan ibukota, setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit ia pun sampai di kantor Dianna dan segera melenggang masuk mencari kekasihnya itu.

*tok tok tok* Norbert mengetuk pintu ruang kerja Dianna.

"Masuk." Terdengar jawaban dari dalam dan Norbert pun segera masuk.

"Dok." Dianna tersenyum bahagia mendapati kekasihnya yang datang.

"Hey sayang."

"Kamu tidak menelfonku jika akan menjemput."

"Hm.. aku rasa itu tidak perlu." Jawab Norbert seraya melingkarkan tangan di perut kekasihnya dan menyandarkan dagunya di pundak Dianna.

"Kamu lapar." Tanya Dianna.

"No."

"Lalu."

"Aku ingin kita segera pulang sayang." Jawab Norbert seraya mengecup pipi Dianna.

"Apa ada sesuatu yang mendesak."

"Tentu." Jawab Norbert seraya mengeratkan pelukan nya sambil menempelkan sesuatu.

"Hahaha baiklah kita pulang, tapi beri waktu lima belas menit untuk ku, aku musti mengirimkan beberapa file pada Santi."

"Aku menunggumu." Jawab Norbert kemudian mengecup b*b*r Dianna dan setelah itu ia berjalan ke sofa. Norbert merebahkan tubuhnya di sofa dan setelah itu Dianna segera kembali menyelesaikan pekerjaan nya. Santi sendiri tengah menghadiri meeting dengan Dominic di Bandung. Santi di temani oleh David, supir rumah dan hotel yang kini di pekerjakan menjadi supir pribadinya karena Dominic selalu meminta meeting di perusahaan Dianna yang ada di Bandung tidak mau jika meeting diadakan di Jakarta.

"Apakah sudah tidak ada pasien lagi." Tanya Dianna kemudian pada Norbert agar kekasihnya itu tidak bosan menunggu.

"Masih ada yang lain yang bisa menggantikan."

"Artinya belum selesai dan kamu meninggalkan mereka."

"Sayang, aku hanya akan mengambil dua pasien dalam sehari selebihnya sudah ada dokter lain yang bertugas."

"Dok."

"Ya."

"Sudah berapa persen persiapan pernikahan kita."

"Mama bilang  65%, kamu sudah tidak sabar?."

"Tentu saja." Bohong Dianna yang sebenarnya merasa dag dig dug menghitung hari pernikahan mereka yang akan di langsungkan bulan depan.

"Sabar sayang, hanya tinggal menghitung hari."

"Baiklah, aku sudah selesai sekarang kita bisa pulang." Dianna menutup laptop miliknya dan beranjak dari kursi kebesarannya. Norbert lantas bangkit dan menghampiri kekasihnya itu.

"Kita akan makan dimana." Tanya Dianna.

"Kali ini bagaimana jika makan di restaurant jawa." Jawab Norbert seraya menggandeng tangan Dianna keluar ruangan.

"Ide yang bagus, aku merasa begitu lapar. Tidak ada salahnya kali ini makan berat."

"Cuci mulutnya nanti saja jika sudah sampai di hotel." Jawab Norbert sembari tersenyum menggoda.

"Hahaha dengan si pisang kesayangan." Jawab Dianna yang paham maksud kekasihnya itu. Keduanya lantas saling tertawa hingga beberapa karyawan merasa begitu iri melihat kedua pasangan kaya dan absurd itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel