Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Hotel

Ronald, seorang pria tampan yang sukses, telah merebut hati Vania, seorang CEO cantik dan kaya raya. Pemilik tiga perusahaan besar ini terus berperang batin, menimbang ketidaksiapan dirinya untuk mengikat janji suci dengan Vania yang seolah-olah sudah memiliki segalanya. Sementara itu, Vania tidak pernah memedulikan kebimbangan tersebut. Bahkan, ia malah meminta Ronald untuk segera melamar dan menikahinya, sebab ia tak ingin melanjutkan hidup sebatang kara.Magnet ketampanan Ronald membuat banyak wanita tergila-gila padanya. Namun, ia hanya mencintai Vania semata. Ketika bersamanya, sosok Ronald yang terkenal angkuh dan dingin beralih menjadi hangat dan penuh kasih. Ia kerap kali menggoda Vania dengan berbagai lelucon dan tingkah konyol, menyebabkan wanita pujaannya itu terkesima dan terbuai dalam tawa. Bagi Vania, uniknya pribadi Ronald semakin memperkuat ikatan cinta mereka, hingga akhirnya, tak ada yang mampu memisahkan mereka berdua.

Ronald kerap kali tenggelam dalam lamunan, meresapi bagaimana ia harus menempa diri dan perusahaan yang dikelolanya agar layak menyunting wanita sehebat Vania. Di setiap helaan napasnya, ia berusaha memahami kompleksitas perasaan yang terjalin antara takut dan haru. Namun, Vania selalu menjadi sosok penenang yang mengukir senyuman di wajahnya. Vania meneguhkan keyakinannya bahwa cinta yang menyala di antara mereka adalah harta yang tak ternilai, bukan sekadar materi atau kesuksesan semata. Ia meyakinkan Ronald bahwa, nanti saat mereka bersatu dalam ikatan pernikahan, mereka akan mengarungi hidup bersama dan mengelola segala hal berdua, bersinergi dalam komitmen yang tidak tergoyahkan.

**

Lelaki tampan itu, Ronald, duduk di bar dengan gelas minuman beralk0h0l di tangannya. Dahi berkerut, menunjukkan kegundahan hati yang tak kunjung usai. Dengan tangan yang gemetar, ia terus menuangkan minuman ke dalam gelasnya, seolah mencari pelarian dari kenyataan yang harus dihadapi. Kepalanya mulai terasa sakit, penglihatannya kabur, namun ia tak peduli. Hingga akhirnya, suara seorang wanita membuyarkan lamunannya.

"Hey tampan, boleh aku duduk di sampingmu?" ucap wanita itu, mencoba merayu Ronald. Namun, ia tak menyahut dan malah mengusap pelipisnya, merasakan sakit yang semakin menggema di kepalanya.

Tiba-tiba, sosok Vania muncul dalam benaknya.

"Lo tau, Van, gue cinta lo," ucapnya dalam ingatannya, membuat hati Ronald semakin terpuruk. Ia merasa tidak siap menghadapi perasaan yang mendalam tersebut, terlebih karena ketidakpastian yang menghantui hubungannya dengan Vania. Dalam kebingungan itu, ia terus meneguk minuman, mencoba melupakan perasaan yang kian menghantui, seiring dengan kehadiran wanita yang kini duduk di sampingnya, menawarkan senyuman yang tak mampu menghapus rasa sakit di hati Ronald.

"Rupanya kamu tengah sakit hati, baiklah biarkan aku membawamu meluapkan emosi." Ucap wanita tersebut.

Wanita penggoda itu lantas menggenggam tangan Ronald yang mabuk berat, menariknya perlahan menuju sebuah hotel terdekat yang hanya beberapa langkah dari tempat hiburan malam. Cahaya lampu neon yang memancar dari luar jendela hotel menciptakan atmosfer yang semakin misterius dan menggoda.

"Malam ini biarkan aku yang menghibur lukamu, manis," bisik si wanita dengan nada merayu. Ronald yang tak sadarkan diri hanya mampu menurut, terhanyut dalam keadaannya yang tak stabil.

Dalam sekejap, mereka berada di dalam kamar hotel yang remang-remang. Si wanita dengan sigap merebahkan tubuh Ronald yang lemas di atas ranjang empuk. Tangannya yang lentik mulai mer4b4 dan membuka p4k4!an Ronald satu per satu, mengeksplorasi t*b*h pria itu dengan n4fsu yang membara.

Wajah Ronald yang tampak tak berdaya menambah kepuasan bagi wanita itu, seolah-olah dia berhasil menaklukkan pangeran tampan yang selama ini diidam-idamkan. Dalam keadaan mabuk dan tak sadarkan diri, Ronald tak menyadari bahwa wanita yang bersama dirinya itu bukanlah Vania. Ia pun larut dalam kehangatan yang diberikan oleh si wanita.

**

Matahari baru saja terbit, Vania segera mengenakan blazer navy biru dan rok hitam dengan riasan wajah yang minimalis. Dengan rambut yang tergerai indah, Vania bersiap untuk menghadiri meeting dengan perusahaan Kelvin yang tak lain adalah atasan sekaligus sahabat Ronald. Ia juga berharap jika hari ini bertemu dengan kekasihnya, lantaran sudah beberapa hari Vania tidak bertemu dengan Ronald. Sejak kejadian di kantor Vania, Ronald tidak pernah mengunjunginya lagi dalam beberapa hari terakhir.

Vania sampai di perusahaan Kelvin dan segera masuk ke dalam ruang meeting, hari ini Kelvin mengadakan meeting dengan beberapa klien nya termasuk perusahaan Vania. Hingga sampai meeting selesai Ronald tak juga datang.

"Ronald tengah mengambil cuti." Ucap Kelvin saat meeting telah selesai dan melihat kegusaran Vania.

"Dia cuti?."

"Ya."

"Terimakasih untuk informasinya." Jawab Vania.

"Apa dia tidak memberitahu anda."

"Tidak, kami sudah beberapa hari tidak bertemu."

"Oh sorry, jika begitu saya permisi." Jawab Kelvin kemudian melangkah pergi. Vania pun bergegas keluar dari ruang meeting, ia mengambil ponsel dari dalam sakunya dan meminta anak buahnya untuk melacak keberadaan kekasihnya itu.

"Hotel." Lirih Vania dengan mulut bergetar, setelah mendapatkan balasan dari anak buahnya. Vania pun bergegas membawa mobilnya menuju hotel.

Sesampainya di hotel ia turun dari dalam mobil dengan dada yang berdegup keras dan mencoba untuk menguasai dirinya agar tetap tenang.

Vania melangkahkan kaki jenjang nya menuju meja resepsionis, setelah itu ia mengatakan jika yang di dalam kamar adalah suaminya dan menyuap bagian resepsionis dengan lembaran uang untuk memberikan akses masuk padanya. Vania lantas berjalan menuju kamar tersebut dan manarik nafasnya panjang kemudian menghembuskan perlahan. Ia menggerakan tangan nya membuka pintu.

*CEKLEK*

"Siapa kamu!!!." Teriak wanita yang tengah memeluk tubuh Ronald dengan kaget dan langsung duduk. Teriakan si wanita pun membuat Ronald terbangun dan menatap ke arah wanita yang berdiri diambang pintu dan bergantian melihat wanita yang ada di sampingnya, sedetik kemudian Ronald memahami apa yang terjadi dan menatap ke arah Vania.

"Van." Lirih Ronald dengan begitu kagetnya saat menyadari jika Vania datang ke kamar hotel dimana ia tengah bersama seorang wanita dengan kondisi tubuh tanpa busana.

Vania tidaklah menjawab kekasihnya itu.

Ia melainkan pergi meninggalkan kamar tersebut sambil menangis. Hatinya terasa begitu hancur melihat sang kekasih bersama wanita lain. Ronald menjambak rambutnya dan segera bangun memunguti semua pakaian nya setelah itu melemparkan lembaran uang pada wanita yang telah menemaninya selama semalaman sambil melempar bekas pengaman yang masih menempel pada batang pisang miliknya kemudian bergegas pergi mengejar Vania.

Vania masuk ke dalam mobil dan meminta supirnya untuk membawa ia ke villa milik kakeknya yang terletak di Bogor. Sedang Ronald yang tak tau membawa mobilnya pergi ke rumah Vania dan tak mendapati Vania dirumahnya.

Ronald memaki dirinya sendiri karena telah bertindak bodoh.

"Arrrrggghhhttt!!!." Teriak Ronald seraya menendang ban mobilnya dengan begitu frustasi. Ia lantas segera mengambil ponsel miliknya dan berusaha menelfon Vania. Namun sialnya Vania telah menonaktifkan ponselnya terlebih dahulu. Vania benar benar tak ingin di ganggu, ia terus menangis di sepanjang perjalanan. Ronald lantas menelfon anak buahnya dan meminta mereka mencari Vania sampai ketemu, setelah itu Ronald memutuskan untuk pulang kerumahnya dan bertemu dengan sang mommy karena ia tak tau lagi musti bagaimana.

Ronald membawa mobilnya dengan kecepatan rendah saat menuju rumah sang mommy, sembari terus menyesali kebodohannya. Sebelumnya ia tak pernah sampai lupa diri saat pergi ke tempat hiburan malam untuk minum.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel