Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9

“BERHENTI!”

Kita semua menatap kearah pintu. Ada pak Zainal yang berdiri disana. Pak Zainal berkacak pinggang dan menatap wajah kami satu per satu.

Lalu tatapannya tertuju ke gue. “Lira lagi! Kenapa sih kamu selalu aja bikin ulah! Nggak capek bapak hukum tiap hari?”

“Eh, Lira nggak salah Pak. Kita lagi ngebela kebenaran lho.” Bela Yuni.

Pak Zainal gantian natap Yuni. “Kamu ini kan anggota osis yang baru. Kenapa malah ikut bolos disini, hum? Bukannya misahin yang kelahi. Kok malah kasih suport!”

“Terlalu asyik untuk dihentikan, pak.” Jawab Yuni enteng.

Gue, Dira dan Wuri nahan tawa.

“Ayo, kalian semua ikut Bapak ke ruang BK. Sekarang!”

Akhirnya kita rame-rame turun dari atap menuju ke ruang BK.

**

Pulang sekolah, gue nggak bisa langsung pulang karna sore ini hujan amat sangat deras.

"Elo belom mau balik, Lir?" Tanya Yuni.

"Nunggu reda. Gue nggak bawa mantel."

"Misal redanya besok gimana?"

Gue tonyor kepalanya. "Doa'in yang baik kek. ini malah ngedoain apes."

"Ya, kan cuma misal, nyet!!" dia beranjak. "Gue duluan ya, sopir udah jemput nih."

"Iya. Hati-hati."

Yuni ngelambai'in tangan. Sepi, tinggallah gue di dalam kelas sendirian. Nebeng Linxi aja kali ya. Gue ambil hape dan mulai nyari nomornya Linxi.

*gue

[Nyet, nebeng dong. gue nggak bawa mantel.]

*BrotherLinxi

[Gue ada urusan, dan udah ninggalin sekolah dari tadi. lo pulang naek taxi aja.]

Nggak lagi gue bales chat dari Linxi. Gue nyari kontaknya Duta.

*Gue

[kuy, hujan. Deres pula.]

*Duta

[Elo kebawa arus?]

*Gue

[Kamvreet lo ya!]

*Duta

[Hahahhaah]

[Lha tiba-tiba ngomongin hujan deras. kan gue bingung.]

[Elo kehujanan terus kedinginan minta peluk?]

[atau lo kebanjiran terus kebawa arus?]

[chat nya yang jelas dong.]

*Gue

[Songgong emang!]

[Gue nggak bisa nonton elo balapan.]

*Duta

[Nggak papa, Lir, kaya'nya diundurin minggu siang.]

Bbraakk!

Jantung gue deg deg an. bukan karna takut, tapi gue kaget.

Baru aja gue mau bales chat dari Duta, ada yang buka pintu kelas dengan paksa. Remon muncul dan berdiri di ambang pintu.

"Wooii, bisa nggak sih buka pintunya pakai tangan. nggak usah pakai kaki. Ya, kamvret, untung jantung gue nggak ngampang copot." Gue ngelus dada.

"Kenapa belom pulang?" tanyanya dengan santai.

"Nunggu reda."

"Yaudah, bareng yuk." tawarnya. Gue lirik dia, iiihh, kok ganteng ya.

"Nggak, ah."

"Linxi udah pulang dari tadi. Ini udah sepi lho. Kalo nggak pulang bareng gue, lo mau pulang kapan, hum??" Remon jalan ngedeketin gue. Dia langsung narik tas yang ada di atas meja dan ngeloyor pergi.

Mau nggak mau gue ngejar dia dong ya. "Njjiir, tas gue! Re!"

Sama sekali nggak peduliin teriakan gue. Gue akhirnya ngekori dia sampai di parkiran. Dia langsung bukain pintu dan ngelempar tas gue ke dalam mobilnya.

"Ayo masuk, nggak usah malu deh."

"iissh!" gue masuk ke mobilnya dan dia langsung tancap gas ninggalin sekolah.

"Motor gue nasibnya gimana?"

"Tadi gue udah nyuruh pak Wanto jagain motor elo."

Kening gue berlipat. "Elo kan, murid baru. kok bisa kenal pak Wanto?" Dia ketawa kecil. Duhhh kok ganteng ya.

"Itu kan bisa diakali."

Remon hentiin mobil di depan caffe. "Yuk makan dulu."

"Kok nggak langsung pulang sih?"

"Gue laper, kalo langsung pulang gue bisa mati kelaparan." Dia langsung buka pintu mobil dan turun.

Iya juga ya, dia kan cuma dirumah sendirian. Gue juga ikutan turun. Eh, bukannya ini mobilnya Linxi ya. Gue deketin mobil yang terparkir selang dua mobil sama milik Remon. Emang iya, ini plat mobilnya Linxi. ngapain dia disini?

"Wooii! Jangan dimaling! Bisa dipenjara!" Teriak Remon dari arah pintu pintu caffe.

"Bangsad! ngagetin sumpah!" Gue pergi ninggalin mobilnya Linxi. Kita masuk kedalam caffe. Duduk dan pesan makan.

Mata gue ngawasi setiap orang yang ada di caffe, tentu nyari keberadaan saudara tersayang. Tapi beneran nggak ada.

Kok bisa nggak ada ya? Gue nggak salah deh, yang didepan tadi itu emang mobilnya Linxi.

"Lir," panggil Remon yang tau kalo gue celikukan.

"Hmm."

"Nyari apa sih?"

"Nggak ada."

Pesanan makanan kita pun datang. Gue langsung aja makan karna emang udah lapar. Kita nggak terlalu banyak ngomong. Gue juga cuma jawab seperlunya aja kalo Remon ngajakin ngomong.

Selesai makan, gue cerewet pengen langsung pulang karna Remon masih mau ngajakin gue pergi ke kantornya.

Akhirnya dia nurutin mau gue. Mobilnya berhenti di depan rumah. Langsung buka pintu, tapi tangan gue digondelin.

"Apa lagi sih?" gue sewot.

"Ntar tidur dirumah gue, ya." pintanya lagi.

"Jangan gila deh."

"Lir, gue beneran susah tidur kalau nggak ada elo."

"Asal elo merem, nanti juga bakalan tidur."

"Yaudah, ntar gue ke kamar elo, ya."

"Lo lupa ya, tangganya udah nggak ada, bego."

"Gue udah beli."

"Hah?!"

Dia nyengeges. "Udah turun sono. Mandi yang wangi, ya. Tungguin gue."

"Ogah. Gue mau tukeran kamar sama mama."

"Eh, kok gitu sih, Lir. Wooi, Lir, jahat banget lo! Wooi!"

Gue ngimbrit lari ke dalam rumah. Nggak peduliin Remon yang masih teriak-teriak di luar.

"Kok baru pulang, Lir?" sapa mama.

"Iya, kan hujan, ma. Nunggu reda, tapi nggak juga reda. Akhirnya pulang nebeng tetangga deh."

"Tetangga?" Mama keliatan berfikir. "Oh, Remon." Mama kembali asik sama laptop didepannya. "Pantesan nggak dengar suara motor kamu.

"Linxi belum pulang ya, ma?"

"Belum. Tadi udah mama telfon, katanya sih baru rapat osis. Emang kamu nggak tau, ya?"

Aku menggeleng. Kening gue berkerut. Rapat? Bohong banget sih dia. Gue makin penasaran. Linxi nyembunyiin sesuatu nih. Gue harus selidiki.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel