Bab 3
Malam itu terlihat seorang cowok keluar dari club malam dengan merangkul seorang cewek. Dia pepet cewek itu disisi mobil. Lalu menciumnya dengan buas sambil tangannya sibuk meremas-remas payud*ra si cewek. Saat sudah puas, si cowok pergi, membuka pintu mobil sport miliknya dan langsung tancap gas.
Dia lah Remon Saputra Winagung. Si pria tampan yang jadi pewaris tunggal perusahaan Winagung group. Perusahaan milik kakeknya yang selama ini dijalankan oleh sang Mami karna si Papi sibuk tugas negara. Ya, Papinya Remon berprofesi sebagai polisi. Remon juga diberi tanggung jawab menjalankan salah satu perusahaan kakeknya. Walau ia bukan seorang CEO, tapi ia cukup serius dalam bekerja.
Kedua orang tuanya sama-sama sibuk mengurus pekerjaan sampai nggak punya waktu buat anaknya.
Remon sekarang masih sekolah SMA kelas 12. Ia seorang player alias playboy. Hampir selalu bersikap manis kesemua cewek, tapi itu semua dianggap mainan. Cuma kesenangan sesaat, dan papinya juga tau tentang itu.
**
Pukul 1.45 am
Mobil sport Remon masuk ke garasi rumah baru yang baru saja dibeli kemarin pagi. Ini hari pertamanya menginjak rumah baru. Remon langsung turun dari mobil dan buru-buru masuk kedalam rumah. Menaiki tangga karna kamarnya ada dilantai dua.
Ceklek!
Saat membuka pintu kamar, cukup terkejut karan melihat seorang gadis tidur diatas tempat tidurnya. Bahkan tanpa balutan selimut.
Remon berjalan mendekati gadis itu. Duduk jongkok disamping tempat tidur mengamati wajah pules si gadis.
Bulu mata lentik, hidung mancung, bibirnya softpink asli tanpa olesan lipstik atau pun lipgosh. Remon tersenyum kecil. Mulai beranjak, menelfon Kristan.
“Hallo,” sapanya saat telfon telah terhubung.
“Apa? Baru aja pisah udah telfon. Kangen?” jawab Kristan dari sebrang sana.
"Bacot!” terdengar kekehan dari Kristan. “Lo taruh apa dikamar gue?"
“Oh, itu hadiah dari clien yang berhasil kontrak minggu lalu.”
"Hadiah?" Remon mengeryitkan kening.
Segera menutup telfon, naruh ponsel diatas meja. Kembali mengamati tubuh Lira yang tanpa balutan selimut. Geleng kepala.
‘Kristan udah gila! Bisa-bisanya ngasih gue hadiah cewek cabe-cabean begini.’ Gumamnya.
Tak mempermasalahkan itu, Remon segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebentar. Setelahnya, segera keluar dan merebahkan tubuh disamping Lira. Kebiasaannya saat tidur memang tak paki baju, hanya paki celana kolor saja.
Mencium aroma tubuh Lira dari belakang. Tersenyum, karna bau bunga lavender cukup menenangkan, membuatnya merasa nyaman. Menyalakan Ac, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan tubuh Lira. Mungkin karna AC yang cukup dingin, Lira mulai bergerak. Sigap, Remon merengkuh tubuh mungil itu dalam dekapannya. Yang didekap nurut, malah ngusel didada nggak nolak sama sekali. Ini terjadi selama tiga malam berturut-turut.
Saat malam pertama, Remon bangun lebih dulu karna kebelet, jadi waktu ia keluar, Lira sudah nggak ada dikamarnya. Bahkan ia sama sekali tak mencari tau keberadaan gadis itu.
Yang malam kedua, Remon ditelfon Kristan karna ada yang harus diurus dikantor. Jadi, Remon bangun lebih dan pergi tanpa bangunin Lira. Anehnya si Remon nggak ngomong apapun ke Kristan. Itu karna Remon merasa nyaman sama hadiah yang Kristan kirim.
Dan pagi ini, dihari ketiga mereka bobok bareng. Perkelahian itu terjadi.
**
Semua kumpul diruang tamu. Mami, Papi, Kristan, Remon, Lira dan Mama Fhika.
"Perkenalkan, Buk. Nama saya Sigit Winagung dan ini istri saya, namanya Dinda. Itu anak lelaki saya satu-satunya, namanya Remon saputa Winagung. Dan yang sebelahnya itu namanya Kristan, keponakan saya." Papinya Remon memperkenalkan diri.
"Saya tidak pernah punya anak gadis. Tapi memiliki anak gadis itu membuat khawatir. Kita nggak tau, Re, apa yang sudah kamu lakukan sama nak Lira semalam. Kamu tadi hanya memakai celana kolor, kan?” ujar Papi sambil menatap Remon.
Kemarin Remon sudah dikenalkan sama beberapa gadis pilihan Mami dan Papinya. Disuruh tunangan, tapi Remon nggak mau. Nah, kesempatan. Mumpung tertangkap basah, Papi langsung sudutin aja. Sebenarnya Papi juga berpikir, ini cara buat Remon berubah.
Selain itu, Papi kenal sama Mamanya Lira. Fhika adalah anak mantu teman kakeknya Remon. Pernah ketemu dulu banget, udah lama. Bahkan Fhika udah lupa. Tapi, kalo Papinya Remon, ia orang yang punya ingatan jeli.
"Tapi, om, saya masih sekolah SMA. Kan, kalo masih sekolah nggak boleh nikah." Tolak Lira sopan.
"Asal kita diam saja, Lir. Jangan biarkan guru dan teman-temanmu mengetahuinya." Sahut Maminya Remon.
"Tapi, Lira masih punya Kakak, Tante. Masa' Lira langkahin dia sih, Tan." Bantah Lira lagi.
"Aduh, Lira. Soal Linxi biar Mama yang ngomong. Ini masalah serius lho, Lir. Kamu udah tidur satu ranjang lho, sama cowok. Cowoknya nggak pake baju pula. Dan kamu bilang dia peluk kamu, kan." Sahut Fhika yang benar-benar khawatir sama anak kesayangannya.
"Iya, gue pasti tanggung jawab kok." Remon angkat bicara. Dari pada harus ribet dan diperpanjang masalahnya, mending ia iyain aja. Bisa ia lihat wajah nggak terimanya Lira saat Remon menyetujui permintaan Papinya.
Lira udah kaya' mau makan Remon hidup-hidup. Tangannya mengepal pengen nonjok muka Remon yang sok ganteng dan sok tenang itu.
Remon yang tau expresi Lira, langsung tersenyum puas.
"Seminggu lagi kami akan datang kerumah Lira untuk melamarnya secara resmi, Buk." Kata Papi dengan serius.
"Baik, Pak. Saya akan siap-siap." Jawab Fhika yang langsung menyetujuinya tanpa minta pendapat anaknya dulu. "Kalau gitu, kita permisi ya, Pak, Jeng, Nak Remon dan nak Kristan."
"Iya Jeng, hati-hati, ya." Sambut Maminya Remon.
"Rumah kami di sebelah, Jeng."
"Eh iya. Lupa."
**
Selasa pagi.
Kristan mengajak Remon ketemu clien jam tujuh pagi. Jadi, pagi itu sengaja Kristan datang untuk menyiapkan semua berkas-berkasnya.
Saat baru aja Remon membuka pintu mobil, Lira melintas melewati depan rumah dengan moge merahnya. Tanpa menyapa ataupun menoleh sedikitpun.
“Itu bukannya cewek yang kemarin lo kelonin, Re?” tanya Kristan sambil menuding kearah Lira.
Remon hanya tersenyum, melanjutkan masuk dan duduk dikursi kemudi.
“Keren, cantik, beda sama cewek yang lainnya. Kalau lo nggak mau nikahin, biar gue aja yang nikahin dia.”
Remon nonyor kepala Kristan. “Tidur! Baru ngimpi!” menyalakan mesin mobil, lalu melaju pelan meninggalkan rumah.
Remon membuntuti moge Lira, berjalan pelan. Nggak peduli sama kendaraan dibelakangnya yang memintanya cepat. Kristan tersenyum miring, menatap jam ditangan kirinya.
“Waktu kita nggak banyak, Re.”
Remon tetap diam nggak ngrespon. Sampai akhirnya menemukan alamat sekolah Lira. SMA Srikandi.
“Daftarin gue di sekolahan ini.”
Kristan terbelalak. “Elo mau satu sekolah sama cewek itu?”
Nggak jawab pertanyaan Kristan, memilih kembali melajukan mobilnya.
**
Masih merasa semua hambar? Gaje? Pliis, baca dulu sampai chapster 20 an, ok. Karna di chapster itu ada yang bisa bikin kalian ngakak. So, lanjutin baca dulu ya, gaes. Gue terima kritik dan saran dari kalian.