Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 7

BAB 7

HAPPY READING

***

Tatang ternyata mengajaknya makan do salah satu hotel berbintang. Makan malam yang romantis menurutnya. Sepertinya Tatang telah mereservasi nya terlebih dahulu. Untung saja ia mengenakan pakaian formal seperti ini.

Tatang begitu menarik di matanya, bukan karena dia tampan dan menawan. Tapi laki-laki itu membuatnya nyaman. Entahlah ia merasa nyaman di dekat Tatang. Mungkin karena ia sudah tahu seluk beluk keluarga Tatang dan sangat mengenal mereka dengan baik.

Rene menyudahi makannya dan ia lalu meneguk air mineral.

"Kamu sama Dian seumuran?" Tanya Tatang, dia menyudahi makannya menatap Rene.

"Iya mas,"

"Berati masih dua puluh empat," ucap Tatang.

"Iya mas, kalau mas Tatang umurnya berapa?" Tanya Rene, ia mengusap tisu di permukaan bibirnya.

Tatang tersenyum melirik Rene, "Menurut kamu berapa?" Tanya Tatang.

"Tiga puluh mungkin," ucap Rene, mencoba memprediksi umur Tatang. Rene membalas pandangan Tatang, iris mata itu begitu menenangkan.

"Lebih tepatnya tiga puluh empat," ucap Tatang sambil tersenyum.

"Ternyata tiga puluh empat, beda sepuluh tahun dong mas sama Rene,"

"Emang kenapa kalau beda sepuluh tahun," ucap Tatang.

"Enggak kenapa-napa sih mas, mas udah lama kerja di bank central," ucap Rene berbalik bertanya, ia ingin tahu seperti apa pekerjaan laki-laki itu.

"Lumayan sudah hampir tiga belas tahun," ucap Tatang tenang.

"Wow, udah lama dong," ucap Rene.

"Ya begitu lah, sudah karyawan tetap juga," ucap Tatang.

"Pasti capek ya mas, kerja di bank. Setahu Rene sih gitu," Ucap Rene.

"Namanya juga kerja ya pasti capek, tapi mas udah nyaman kok sama kerjaan mas. Mungkin mas udah kerja belasan tahun lamanya di sana," ucap Tatang.

"Owh gitu,"

"Kamu enggak ke rumah lagi?" Tanya Tatang.

"Enggak ah,"

"Kenapa?" Tanya Tatang penasaran.

"Dian udah sibuk sama pacarnya mas, susah deh mau nemuin dia lagi," ucap Rene. Memang kenyataanya begitu, ia sudah jarang ketemu Dian kecuali di kantor.

"Namanya juga lagi jatuh cinta, maunya berduaan mulu sama pacarnya," ucap Tatang memberi pengertian terhadap Rene.

"Dian bilang katanya enggak cinta sama Liam. Tapi kenyataanya berduaan mulu, sama si gondrong,"

Tatang lalu tertawa, ia melirik Rene, "Namanya juga Dian, Kamu taulah gimana dia. Menurut mas, sebenarnya dia suka, tapi enggak mau ngaku,"

"Tau tuh Dian, aneh dia mas, kebanyakan gengsi nya," timpal Rene.

Tatang melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 21.12 menit. "Yaudah yuk, kita cabut dari sini," ucap Tatang, ia lalu menegakkan punggungnya.

"Iya mas,"

Rene menyeimbangi langkah Tatang, ia merasakan jemari Tatang menggangam tangannya. Ada perasaan hangat menyelimuti hatinya. Mereka berjalan menuju area lobby hotel. Setibanya di parkiran, Tatang membuka pintu mobil untuknya.

Rene mendaratkan pantatnya di kursi, tidak lupa ia pasang sabuk pengaman. Semenit kemudian, mobil meninggalkan area hotel.

"Kita mau kemana lagi mas," Tanya Rene.

"Pulang," ucap Tatang.

"Kok pulang, bukannya masih awal?" Ucap Rene.

"Kita nyantainya di rumah kamu aja," ucap Tatang.

"Iya mas," ucap Rene kikuk.

"Kita beli martabak dulu ya buat Frans,"

"Iya mas,"

Beberapa menit kemudian, Tatang menghentikan mobilnya di halaman rumah Rene. Rene dan Tatang melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Sebenarnya Tatang lebih suka di rumah, dari pada keluyuran di luar, karena baginya wanita lebih save di rumah.

Rene mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Ruangan begitu sunyi tidak ada sayup sayup kehidupan, bahkan lampu ruang tamu sudah di matikan. Rene mengerutkan dahi, tidak ada terdengar suara Frans di dalam. Rene lalu menghidupkan lampu ruang tamu.

"Frans ..." panggil Rene, lalu melangkah menuju tangga, mencari keberadaan sang adik tersayang.

"Frans ...,"

Rene menoleh ke belakang, Tatang masih mengikutinya. Ia lalu membuka hendel pintu kamar Frans. Kamar itu sudah gelap, hanya lampu tidur yang menyala. Rene menatap Frans sudah tertidur telentang di kasur. Suara dengkuran halus terdengar, ternyata sang adik sudah tidur nyenyak.

"Kenapa?" Tanya Tatang mendekati Rene.

"Frans sudah tidur mas," ucap Rene, padahal Tatang sudah membelikan martabak spesial buat adiknya.

"Yaudah kamu simpan aja, besok kan tinggal di angetin lagi,"

"Iya mas," Rene lalu menutup pintu kamar Frans lagi.

Rene dan Tatang lalu melangkah menuruni tangga, menuju dapur. Rene menyimpan martabak itu di kulkas. Tatang masih berdiri di sampingnya. Jujur jika sudah berduaan seperti ini, membuat jantung Rene maraton. Ia masih teringat jelas ketika berduaan bersama Tatang kemarin di rumahnya.

"Kamar kamu di mana?" Tanya Tatang.

"Itu mas," tunjuk Rene, jaraknya hanya beberapa langkah di hadapannya.

"Owh ternyata di situ," ucap Tatang, menatap daun pintu berwarna putih itu.

"Rene simpan tas dulu ya mas," ucap Rene, menjauhi Tatang.

"Iya," ucap Tatang, ia mengikuti langkah Rene.

Rene membuka pintu kamar, ia menyimpan tasnya di meja. Ia menoleh ke arah pintu, memandang Tatang berdiri di sana, sambil memperhatikannya. Rene mengusap tengkuknya yang tidak gatal.

"Kamu enggak ijinin mas masuk ke dalam," ucap Tatang.

"Ijinin kok mas, masuk aja," ucap Rene.

Tatang melangkah masuk, ia mengedarkan pandangannya ke area ruangan kamar. Kamar yang tidak terlalu besar,. Tidak banyak barang di kamar ini, Hanya terdapat tempat tidur, lemari dan meja hias. Semua sudah tersusun rapi.

"Kamar kamu bagus," ucap Tatang sambil memperhatikan area kamar.

Rene tidak menjawab pernyataan Tatang. Karena ia tidak tahu akan menjawab apa, karena dia hanya mengatakan bagus. Jika sudah seperti ini ia sudah tidak tahu mau ngapa-ngapain lagi. Rene melihat iris mata nakal Tatang. Laki-laki itu tersenyum dan meraih jemari lentiknya.

Jantung Rene semakin maraton, Tatang kini mengelus permukaan punggung tangannya. Lalu menarik tangannya, otomatis ia mendekati laki-laki itu.

Tatang memegang dagu Rene, menatap iris mata bening itu,

"Mas rindu kamu," ucap Tatang tenang.

Jantung Rene semakin berdebar, tidak karuan, ia merinding ketika Tatang mengatakan rindu.

"Mas rindu kamu Rene,"

"Rene sudah di hadapan mas," ucap Rene gugup.

Tatang lalu memeluk tubuh ramping Rene. Ia mengeratkan pelukkanya dan di berinya kecupan di puncak kepala itu. Ia mencium aroma mawar putih dari tubuh Rene. Aroma itu begitu menenangkan. Tatang melonggarkan pelukkannya dan memandang Rene.

"Kamu masih datang bulan," ucap Tatang.

"Masih mas, kenapa?" Tanya Rene

Tatang menoel hidung Rene, "itu aja kamu enggak tahu,"

Rene mengerutkan dahi, masih belum paham apa yang dinyatakan oleh Tatang.

"Ya mana Rene tahu, apa maksudnya coba mas tanya datang bulan," ucap Rene mengedikkan bahu.

Tatang lalu tertawa, sehingga Rene merasakan getaran dari tubuh Tatang. "Nanti kamu akan tahu," ucap Tatang, menyeringai nakal.

"Jelasin dong kenapa," ucap Rene, ia memegang dada bidang Tatang. Ia senang sekali dapat mencium aroma citrus dari tubuh laki-laki itu.

Tatang menangkup wajah cantik Rene, ia memandang bibir tipis yang menggodanya dari tadi untuk di cicipi, "Kamu mau tahu kenapa?" Tanya Tatang.

"Hemmm,"

"Mas masih menahan diri agar tidak bisa tidur sama kamu," bisik Tatang.

Mata Rene melotot setelah mendengar kata-kata itu dari bibir Tatang. Gila, laki-laki ini ingin mengajaknya tidur. Tidur di sini, bukan tidur seperti kebanyakan, lalu memejamkan mata dan mimpi indah. Tapi melainkan arti berhubungan intim, selayaknya orang dewasa.

"Ih, Mas ...,"

Tatang mendekatkan wajahnya, ia lalu melumat bibir tipis Rene secara perlahan. Bukan mengebu-ngebu seperti kemarin. Ia akan lebih tenang dan lebih santai.

*********

Beberapa menit kemudian, Tatang memeluk tubuh Rene. Ia usap punggung terbuka itu secara perlahan. Ternyata di balik belahan dada rendah, terdapat punggung yang terbuka. Oh Tidak, kenapa wanita cantik ini gemar sekali mengenakan pakaian seksi tanpa terkecuali sang adik Dian. Untung saja sepanjang jalan tadi Rene mengenakan blezer.

Tatang melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 22.30 menit. Tatang menatap Rene, yang masih bersandar di dada bidangnya.

"Ren ...,"

"Ya mas," ucap Rene.

"Kita pacaran aja ya," ucap Tatang, jika sudah seperti ini, lebih baik ia meresmikan saja hubungan ini.

Rene mengerutkan dahi, "Pacaran?"

"Iya, Kamu mau enggak pacaran sama mas?" Ucap Tatang.

"Apa enggak terlalu cepet mas, kita baru ketemu dua kali,"

"Kalau dua kali, berakhir seperti ini, Mas pikir kita sudah lebih dari pacaran," ucap Tatang. Ini pertemuan ke dua, dan berakhir kecupan yang dahsyat.

"Tapi mas ...,"

"Kamu enggak mau pacaran sama mas?" Ucap Tatang, menatap Rene.

"Bukannya enggak mau, tapi Rene kan belum kenal mas,"

"Ini kita udah saling kenal, lagian keluarga mas udah kenal kamu dengan baik," ucap Tatang.

"Ya kan belum kenal secara personal mas, Rene belum kenal sifat mas," ucap Rene mencoba menjelaskan. Rene melonggarkan pelukkanya, melihat wajah tampan itu penuh harap.

"Jadi kamu maunya gimana," ucap Tatang mengusap wajah cantik Rene.

"Ya PDKT aja dulu,"

Tatang menarik nafas ia memandang iris mata Rene, "PDKT tapi tetap seperti ini ya,"

"Tetap seperti ini maksudnya apa mas?" Tanya Rene tidak mengerti.

"Ya tetap seperti ini, Mas bisa peluk kamu, cium kamu, kita berduaan seperti ini, ya mas kadang khilaf mungkin,"

"Ih mas,"

"Makanya pacaran aja, statusnya jelas, biar mas apa-apain kamu enak," ucap Tatang di selingi tawa.

"Ih mas,"

Rene menarik nafas, ia lalu tersenyum, "Rene boleh mikir dulu enggak," ucap Rene, ia mengusap wajah tampan Tatang. Sebenarnya ia tidak akan menolak untuk pacaran dengan laki-laki ini.

Tatang tersenyum, ia mengecup bibir itu sekilas, "Boleh kok, tapi jangan kelamaan,"

"Iya,"

"Yaudah, mas pulang dulu ya. Mas tunggu jawaban kamu secepatnya," ucap Tatang, ia melepaskan pelukkanya. Ia kecup bibir tipis itu sekilas.

"Iya mas,"

Tatang menegakkan punggungnya dan lalu merapikan kemejanya yang sedikit kusut. Rene mengantar Tatang hingga ke depan teras, hingga mobil itu meninggalkan area rumahnya.

**********

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel