Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 7

"Sudah berapa lama kau bekerja sebagai asisten?" tanya Emma lagi.

"Belum lama," jawab Ethan asal-asalan.

Emma berhenti bertanya dan mulai sibuk dengan telepon genggamnya. Ethan merasa lega karena akhirnya dia lolos dari pertanyaan-pertanyaan Emma yang menyudutkan.

"Aku sedang mencari pemilik Empire, ternyata Empire adalah bagian dari Atlantis Grup dan aku tidak menduga kalau ternyata perusahaan ini sangat besar. Pantas saja kau diperbolehkan membawa mobil sebagus ini. Siapa nama bosmu?"

Pertanyaan Emma membuat tenggorokan Ethan tercekat. Dia pikir Emma sudah tidak tertarik dengan latar belakangnya, ternyata sebaliknya.

"Ngomong-ngomong aku lupa menanyakan namamu, Nona ...."

"Emma. Namaku Emma Cruz. Jadi siapa nama bosmu?" jawab Emma lalu melanjutkan pertanyaannya.

"Namanya Tuan Francis Lucero," jawab Ethan cepat.

Francis Lucero adalah nama paman Ethan, adik ibunya. Tadinya dia ingin menyebutkan nama ayahnya, tapi jika Emma mencari tahu tentang ayahnya maka kebohongan Ethan pasti ketahuan.

"Apakah kau tahu kalau bosmu adalah salah satu orang terkaya di negri ini, meski dia tidak sekaya kakak iparnya Tuan Navarro."

Ethan mendadak menginjak rem mendengar nama keluarganya disebutkan. Dia benar-benar kesal dengan rasa ingin tahu Emma.

"Ada apa?" tanya Emma kaget.

"Sepertinya tadi ada binatang yang lewat. Bisakah kau membantuku memperhatikan jalan, Emma?" pinta Ethan sambil menahan napas.

"Jangan kuatir, aku akan membantumu. Di wilayah ini memang banyak binatang ternak maupun hewan liar yang berkeliaran. Kau tahu kenapa?"

"Kenapa?" tanya Ethan berpura-pura sangat tertarik.

"Karena orang-orang disini percaya setiap binatang memiliki roh yang bisa menyerang orang yang menyakiti mereka, jadi mereka tidak berani menangkap atau menyakiti binatang," jelas Emma yang tiba-tiba melupakan masalah keluarga Ethan.

Ethan memanfaatkan kesempatan itu untuk terus bertanya kepada Emma, meski sebenarnya dia tidak ingin tahu. Setelah beberapa saat Emma tidak lagi membahas persoalan Atlantis Grup dan pemiliknya.

***

"Selamat datang di Calamba!" seru Emma begitu memasuki wilayah Calamba. 

Emma yang tadinya merasa sangat melankolis dengan kepulangannya ini entah mengapa berubah menjadi bersemangat mengetahui Ethan menemaninya pulang.

"Aku akan menunjukkan jalan menuju ke kantormu," ucap Sarah dengan bersemangat.

Ethan hanya tersenyum kecut lalu mengikuti petunjuk Emma hingga mereka tiba di kantor sementara milik Ethan. 

"Mengapa bosmu malah memasang plang EN Company disini dan bukannya Atlantis? Aku akan mencari tahu apa itu EN Company," ucap Sarah sambil membuka telepon genggamnya.

"Nona Emma! Bisakah anda berhenti?"

Emma langsung menghentikan pencariannya dan menatap Ethan dengan heran.

"Berhenti apa?" 

"Berhenti mencari tahu tentang perusahaan bos saya. Tolong urus saja urusan anda sendiri," ucap Ethan, kali ini tidak lagi menutupi kekesalannya.

"Perusahaan itu bahkan bukan milikmu, mengapa begitu terganggu?" gerutu Emma pelan tapi akhirnya mematikan telepon genggamnya.

"Baiklah, terima kasih untuk tumpangannya. Aku akan pulang ke rumahku," ucap Emma tidak kalah kesal, lalu pergi meninggalkan Ethan.

"Sampai bertemu lagi," ucap Ethan sambil melambaikan tangan dan tersenyum lega.

Emma mendengus lalu pergi dengan cepat. Rumahnya tidak terlalu jauh, jadi dia dapat pulang dengan berjalan kaki ke rumahnya.

"Singkirkan semua fotoku dari website perusahaan. Untuk nama di profilku hilangkan nama Ethan dan tulis saja E. Logan Navarro. Lakukan sekarang juga, jangan sampai ada yang terlewat!" perintah Ethan kepada sekretarisnya begitu bayangan Emma menghilang.

Ethan yakin Emma tidak akan berhenti mencari tahu tentang dirinya dan Ethan tidak mau Emma mengetahui semua kebohongannya.

Emma tiba di rumah yang sudah beberapa minggu dia tinggalkan. Tidak terlalu banyak perubahan, kecuali debu yang memenuhi rumah dan Emma membencinya.

Emma tidak suka melakukan pekerjaan rumah karena selalu ada ibunya yang melakukan semua itu. Dia tidak suka membersihkan rumah, mencuci pakaian atau piring. Bahkan memasak pun merupakan kegiatan yang sama sekali tidak menarik bagi Emma.

Tapi kali ini dia tidak punya pilihan. Karena meski tidak menyukai pekerjaan rumah, Emma lebih tidak suka lagi melihat rumah yang kotor. Hal itu menurun dari ibunya yang sangat menyukai kebersihan.

Emma memeriksa tempat menyimpan alat-alat yang digunakan ibunya untuk membersihkan rumah. Hatinya kembali teriris, teringat semua kenangan yang pernah diciptakan oleh ibunya bersama semua benda yang ada di dalam rumah ini. Emma segera menyeka air mata yang mulai berlinang dan tidak menemukan satu pun cairan pembersih lantai.

"Sebaiknya aku keluar membeli kebutuhan untuk membersihkan rumah ini dan mencari udara segar," guman Emma lalu segera membongkar tasnya, mengambil dompet dan keluar dari rumah.

Emma baru saja melangkahkan kakinya keluar dari rumah ketika salah satu tetangganya menyapa Emma dengan kaget.

"Emma? Aku dengar kau pindah ke ibukota. Apa itu bohong?"

"Tidak nyonya, saya hanya mengunjungi ibukota untuk menenangkan hati," jawab Emma berbohong lalu segera pergi karena tidak ingin mendengar pertanyaan lain.

Setengah berlari Emma pergi ke satu-satunya supermarket di Calamba. Tempatnya tidak terlalu dekat, tapi Emma lebih memilih kesana daripada mengunjungi toko kelontong dekat rumahnya dan berakhir menjadi bulan-bulanan para penggosip yang suka berkumpul di depan toko kelontong itu.

Setibanya di supermarket Emma langsung mengambil sebuah keranjang dan berjalan menuju ke rak tempat segala macam bahan pembersih dijejerkan. Dia berusaha tidak melirik ke kanan dan ke kiri, serta menghindari kontak mata dengan siapapun. Dengan cepat dia mengambil barang-barang yang dia perlukan. 

Emma baru akan menuju ke kasir ketika perutnya berbunyi. Dia kembali lagi dan mulai memilih beberapa roti dan minuman. Untuk beberapa saat sepertinya Emma harus memakan roti demi menghindari berpapasan dengan tetangganya. Dia juga tidak bisa memasak dan tidak ingin membuang-buang makanan dengan melakukan percobaan memasak.

Emma melirik rak mi instan, lalu melewatinya. Dia tidak pernah makan mi instan dan tidak tertarik untuk mencobanya. Tiba-tiba Emma kembali merasa pilu, karena menyadari betapa selama ini dia sangat dimanjakan oleh ibunya. Kini, dia tidak bukan saja tidak bisa hidup sehat tapi untuk hidup layakpun dia merasa kesulitan.

Emma sedang melamun ketika tiba-tiba mendengar perdebatan di kasir. Perlahan Emma mengintip dari balik salah satu rak. Betapa terkejutnya Emma ketika melihat Ethanlah yang sedang berdebat dengan sang pemilik supermarket.

"Saya berjanji akan membayarnya dalam beberapa jam lagi," ucap Ethan memohon.

"Tidak, anda adalah orang asing. Darimana saya tahu kalau anda tidak menipu saya? Kalau tidak punya uang silakan keluar!" perintah kasih itu tanpa belas kasihan.

Emma segera berlari ke arah kasir.

"Tuan Don, aku akan membayarnya. Tolong hitung juga belanjaanku," ucap Emma sopan sambil melirik barang yang dibeli Ethan. Hanya sepotong roti dan sebotol minuman segar.

"Emma, apa kau kenal orang ini?" tanya pemilik supermarket itu kaget.

"Dia teman saya dari ibukota," jawab Emma sambil tersenyum.

"Baiklah," jawab Tuan Don sambil melirik Ethan sesekali dengan mata curiga.

"Terimakasih," ucap Ethan begitu mereka keluar dari supermarket.

Emma hanya mengangguk tanpa bertanya. Dia tidak ingin mempermalukan Ethan karena tidak memiliki uang.

"Sebenarnya aku tadi ingin membayar tapi aku sama sekali tidak membawa uang tunai dan lupa membawa kartuku. Sialnya supermarket ini sama sekali tidak memiliki alat pemindai agar aku bisa membayar dengan telepon genggamku," keluh Ethan sambil membuka rotinya.

"Aku akan membayar semuanya. Aku akan mengirimkan uang ke rekeningmu, aku-"

"Tidak usah, aku tidak membutuhkan uangmu," potong Emma cepat.

Dia merasa keadaan Ethan tidak seperti kelihatannya. Kehidupan pria ini pasti tidak jauh berbeda dengannya, uangnya hanya cukup untuk makan dan itupun hanya menghitung hari. Emma merasa iba melihat Ethan yang hidupnya tampak tidak lebih baik darinya.

"Bagaimana kalau kau membayar dengan tenagamu saja? Aku akan memberimu lebih banyak makanan," ucap Emma membuat mata Ethan tiba-tiba membesar.

"Maksudmu?" tanya Ethan bingung. Emma tersenyum sambil berbicara dengan semangat.

"Kau membantu membersihkan rumahku dan aku akan membayarmu dengan makanan."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel