Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 6

"Tuan, proyek kita di Calamba mengalami masalah. Sebagian warga terprovokasi oleh beberapa orang yang meyakinkan mereka bahwa kita akan menghancurkan kota mereka," lapor Tony, asisten Ethan begitu pria itu tiba di kantor.

"Lalu?" tanya Ethan sambil berjalan dengan cepat. 

Hari masih pagi, tapi berita pertama yang dia dapatkan adalah berita buruk. Suasana hati Ethan memburuk mendengar berita itu, belum lagi dia masih kesal memikirkan apa yang terjadi terhadap Emma di hotel miliknya kemarin. 

"Mereka menolak pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan."

"Aku akan kesana hari ini dan memeriksanya langsung. Siapkan saja semua berkasnya!"

"Baik, Tuan. Berapa orang yang anda butuhkan untuk mengantar anda, Tuan?"

"Aku akan kesana sendirian, siapkan saja mobilku. Aku akan menghubungimu bila membutuhkan bantuan,"

"Baik. Tuan," jawab Tony cepat. Dia baru saja akan keluar dari ruangan Ethan ketika Ethan kembali memanggilnya.

"Bagaimana dengan Mike Palaru?" 

"Sudah saya bereskan, Tuan."

"Baik, ingat jangan sampai aku melihat wajah pria brengsek itu lagi atau aku akan menghancurkannya!"

Tony menganggukkan kepalanya dengan sopan dan melaksanakan perintah Ethan tanpa pertanyaan apapun.

***

Emma memasuki bus yang akan membawanya kembali ke Calamba. Dia tidak menyangka akan pulang secepat ini. Namun mengingat apa yang terjadi padanya kemarin, Emma berharap dia pulang lebih cepat.

Perjalanan pulang kali ini terasa sangat menyakitkan bagi Emma. Bukan saja karena dia akan pulang sebagai seorang perantau yang gagal, tapi dia juga akan menemui rumah kosong. Emma terus menatap keluar jendela menghitung pohon-pohon yang berada di sepanjang perjalanan pulang. Dia berharap rasa kantuk akan datang dan dia bisa melupakan persoalannya walau hanya sesaat.

"Kita tiba di area peristirahatan. Yang mau meregangkan tubuh atau buang air, diberikan waktu 15 menit!" perintah supir bus kepada seluruh penumpang.

Emma membawa tas ranselnya, satu-satunya tas yang dia bawa, lalu keluar dari bus. Dia butuh meregangkan tubuhnya setelah selama dua jam terus duduk di dalam bus. Emma sengaja berjalan-jalan di ladang ilalang yang terdapat di belakang area peristirahatan.

Emma tidak ingin makan atau minum, dia hanya ingin menyegarkan pikirannya. Emma menatap Ilalang yang bergoyang ditiup angin. Sesaat dia berharap dia menjadi bagian dari mereka. Sekalipun dia bukan tanaman yang indah dan dikagumi manusia, namun dia punya kerumunan yang akan selalu ada di sisinya.

Tanpa terasa airmata menetes di pipi Emma. Ternyata hidup sendirian di dunia ini sangat menyedihkan dan menyakitkan. Emma termenung cukup lama, hingga tiba-tiba dia melihat bus yang mirip dengan bus yang ditumpanginya sedang berjalan menjauh dari area peristirahatan. 

Emma memeriksa jam tangannya, ternyata sudah lewat dari 15 menit. Dia segera berlari mengejar busnya, tapi bus itu berjalan semakin cepat. 

"Tunggu! Tunggu aku!" teriak Emma sambil berlari.

Namun bus itu terus berlalu dan meninggalkan Emma yang masih terus berlari hingga ke pinggir jalan. Emma berhenti berlari karena kelelahan. Napasnya tersengal-sengal karena berlari.

"Sial!" maki Emma sambil menghentakkan kakinya. 

Emma berjalan kembali ke area peristirahatan dengan lunglai. Tidak ada seorangpun yang dapat membantunya di area peristirahatan. Karena ini hanya persinggahan jadi mereka juga tidak tahu ada berapa bus yang akan pergi ke Calamba.

Emma mencoba menghubungi Alice tapi telepon genggamnya tidak memiliki sinyal. Emma benar-benar menyesali kebodohannya. Kini dia hanya berharap ada bus lain yang datang dan dia bisa menumpang sampai di Calamba.

Beberapa bus muncul tapi tidak satupun yang menuju ke Calamba. Emma benar-benar merasa putus asa. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dia terus menunggu selama beberapa jam, hingga salah satu petugas area peristirahatan menemuinya.

"Nona, bukankah anda tadi ketinggalan bus ke Calamba?"

Emma mengangguk dengan mata membesar.

"Apakah anda tahu jalan menuju ke Calamba?"

Emma kembali mengangguk dengan keras.

"Disana ada seorang pria yang ingin pergi ke Calamba. Dia membawa mobil sendirian dan tidak tahu bagaimana caranya kesana. Bagaimana kalau kalian pergi bersama?" 

"Apa?" tanya Emma terkejut.

"Saya kasihan melihat anda dan menyarankan pria itu untuk membawa anda sebagai penunjuk jalan dan dia setuju. Kalau anda mau, saya akan memberitahunya," ucap sang petugas.

"Saya ...." 

Emma menjawab dengan ragu. Dia teringat peristiwa yang dia alami dengan pamannya kemarin. Bagaimana kalau pria ini juga berniat jahat kepadanya. Bagaimana kalau dia tidak selamat kali ini.

"Apakah anda mau menemui pria itu dulu? Dan anda bisa mengatakan langsung kepadanya apakah anda bersedia menjadi penunjuk jalannya atau tidak," ajak petugas itu kepada Emma.

Emma mengangguk dengan enggan lalu berjalan mengikuti petugas itu. Dia tidak punya banyak pilihan tapi rasa takutnya juga cukup besar.

"Tuan, ini orang yang tadi saya katakan. Dia sudah beberapa jam disini karena ketinggalan bus. Nona ini juga sedang menuju ke Calamba," ucap sang petugas sambil menunjuk Emma.

"Anda?"

Emma sangat terkejut begitu melihat pria yang berdiri di hadapannya. Dia tidak menyangka hatinya tiba-tiba merasa tenang dan lega.

"Anda Ethan bukan?" tanya Emma sambil tersenyum dengan sangat ramah.

Ethan yang juga sama terkejutnya mengangguk dengan pelan.

"Sepertinya kalian sudah saling mengenal, kalau begitu saya tinggalkan kalian disini," ucap sang petugas senang.

Emma dan Ethan mengucapkan terima kasih lalu berdiri berhadapan dengan canggung.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ethan pelan.

"Aku berencana pulang ke rumahku, tapi aku ketinggalan bus," jawab Emma sambil menundukkan kepala karena malu.

"Jadi kau berasal dari Calamba?"

"Iya, aku lahir dan besar di Calamba. Aku baru tinggal beberapa minggu di ibukota sebelum pamanku ...," ucap Emma dengan perasaan terluka. Dia tidak sanggup meneruskan kata-katanya.

"Apa yang kau lakukan di Calamba? Mengapa kau pergi kesana?" tanya Emma mengalihkan topik.

"Aku ... Aku mendapatkan tugas dari tempatku bekerja," jawab Ethan berbohong. 

Ethan tidak ingin Emma tahu apa tujuannya yang sebenarnya. Dia tidak tahu apakah Emma salah satu warga yang menolak atau menyetujui proyek yang dibuat oleh perusahaan miliknya.

"Baiklah, apa kau mau berangkat sekarang?" ajak Emma yang merasa sangat lega.

Ethan mengangguk lalu membukakan pintu mobilnya untuk Emma.

"Apakah kau seorang bos? Mobilmu bagus sekali," komentar Emma setelah melihat mobil mewah yang dibawa Ethan.

"Tidak, ini mobil bosku. Dia memang pria yang sangat murah hati," sahut Ethan kembali berbohong.

"Kalau boleh tahu pekerjaan apa yang membawamu ke Calamba?" tanya Emma sambil melirik Ethan.

Emma baru menyadari kalau pria itu sangat tampan setelah melihatnya dengan seksama.

"Bos ku sedang memintaku mengawasi proyek pembangunan pusat perbelanjaan dan hotel miliknya," jawab Ethan sambil terus menatap ke depan.

"Jadi bos mu adalah pemilik Empire Hotel? Pantas saja kau ada di sana kemarin. Memangnya apa posisimu? Mengapa harus kau yang mengawasi proyek itu?" 

Ethan menghela napas panjang. Dia melirik Emma sebentar sebelum mengucapkan kebohongan lain.

"Aku adalah seorang asisten."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel