Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Hampir Terbongkar

Kania berjalan mendekati Datuak Maringgih, bahkan ia terlihat sangat gagah berani dan tidak takut apapun, seolah ia tidak peduli dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kania kemudian tertawa sinis, isyarat kalau ia merendahkan datuak Maringgih. Setelah itu dengan tegas ia membentak rentenir itu.

"Woi, ingat ini, Siti tidak akan mau menikah dengan Datuak!"

Kania benar-benar terlihat sangat geram, darahnya seperti mendidih dan ia emosi ketika tua bangka itu menganggap dirinya penguasa. Kania tidak suka jika kekayaan membuat seseorang semena-mena. Apalagi jika itu menyangkut dengan harga diri seorang wanita.

Ya, dua kehidupan dari dua dimensi waktu yang berbeda membuat Kania merasa bisa meluapkan semua emosi yang terpendam di hatinya disini, bahkan kalaupun ia dilukai oleh Datuak Maringgih maka ia tidak akan mati karena mereka ada di dunia dan dimensi waktu yang berbeda.

"Siti! Sudah, Nak!"

Bundo menarik tangan Kania. Beliau tahu niat Kania baik untuk membela kehormatan keluarga, namun tetap saja bundo tidak mentolerir permusuhan dan kekerasan. Bagaimanapun juga kodrat seorang wanita Minangkabau itu adalah lemah lembut.

Dengan kelembutan, bundo berusaha memadamkan api yang mendidih di tubuh Kania saat ini.

"Pengawal, bawa Siti segera!" perintah Datuak Maringgih kepada anak buahnya.

Para anak buah Datuak Maringgih langsung menyekap Kania secara paksa dan keroyokan, namun bukan Kania namanya jika ia tidak melawan.

Dengan ilmu bela dirinya, ia melawan semua anak buah datuak dengan kedua tangannya. Bagi Kania, kehormatannya sebagai seorang wanita saat ini sedang dipertaruhkan, ia tidak ingin direndahkan dan dihina hanya gara-gara ia adalah seorang wanita. Wanita juga harus dihormati bukan hanya ditindak dan direndahkan.

Bruk ..., Bruk ..., Bruk ...."

Berbagai pukulan dan tinju dilayangkan di wajah setiap anak buah yang melawan Kania. Ia terlihat seperti seorang wonder women yang sangat terampil sekali melawan musuhnya. Ya, dalam hitungan detik semua anak buah Datuak maringgih terkapar di tanah.

Semua orang tercengang dan kaget melihat kekuatan Kania yang melebihi kekuatan rata-rata seorang pria.

Sekarang giliran Datuak Maringgih, Kania mendekati lelaki tua bangka yang selalu menggenakan tongkat itu. Kania ingin menghajar lelaki itu, namun kata-kata Datuak Maringgih membuat Kania mengurungkan niatnya.

"Siti, apa kau memakai ilmu hitam?" bentak Datuak Maringgih.

Lelaki tua bangka itu terlihat takut kepada Kania, wajahnya terlihat pucat dengan tubuh menggigil. Ya, Datuak Maringgih bukanlah siapa-siapa tanpa anak buahnya, ia bahkan tidak lagi punya tenaga berjalan tanpa bantuan tongkatnya.

"Iya, Siti pakai ilmu hitam, kenapa? Masih ingin menjadikan Siti istri?"

Dengan kedua tangan yang berada di pinggangnya, Kania menantang datuak Maringgih.

Kania benar-benar sudah tidak bisa lagi mengendalikan dirinya, ia lupa kalau saat ini ia berada di dunia lain, dunia yang sangat jauh berbeda dari dunianya sebelumnya.

Prok ..., prok ..., prok ....

Tepuk tangan dari seseorang yang terlihat seperti Alex membuat Kania untuk sesaat tertegun. Lelaki tampan dengan menggunakan kopiah di kepalanya itu menggenakan baju berwarna hitam dengan sarung yang di selempangkan di bahunya. Terlihat seperti lelaki Minangkabau yang terlihat kampungan, namun sangat sopan dan berwibawa.

"Alex!"

Kania langsung berlari mendekati lelaki itu, kemudian Kania menjatuhkan tubuhnya mendekati lelaki itu, bahkan tanpa malu, ia langsung memeluk lelaki yang sangat mirip dengan Alex kekasihnya itu.

"Sayang, kamu kemana saja? Aku mencarimu kemana-mana? Kamu baik-baik saja 'kan?" ucap Kania dengan sikap manjanya.

Kania mengungkapkan semua isi hatinya. Sungguh, ia terlihat sangat merindukan Alex, kekasih yang sangat dicintainya itu.

Namun, berbeda dengan Kania yang terlihat agresif dan main nyosor saja, lelaki itu terdiam dan terlihat sangat risih ketika Kania memeluknya. Ia juga berusaha melepaskan diri dari pelukan Kania yang sangat erat.

"Siti, kita bukan mikhrim!"

Kata-kata singkat yang ke luar dari lisan lelaki itu membuat Kania seperti tertampar dan tersindir.

H E R A N !

Kania tidak menyangka lelaki yang beberapa jam yang lalu mengajaknya kawin lari, sekarang malah bersikap cuek dan berbeda kepadanya.

"Sayang, kenapa kamu bersikap seperti ini kepadaku, aku Kania, kekasihmu!"

Kania berusaha meyakinkan lelaki itu kalau ia adalah Kania. Namun, lelaki itu tetap menghindari Kania seolah tidak ingin didekati dan disentuh oleh Kania, bahkan lebih dari itu, ia tidak mengenal Kania sama sekali.

"Siti, tolong jangan seperti ini. Seorang lelaki dan wanita yang belum menikah memiliki batasan yang tidak boleh dilanggar. Kita orang muslim dan kita punya adat!" Penekanan yang dikatakan oleh lelaki itu membuat hati Kania tertegun dengan kesopanan lelaki yang mirip dengan kekasihnya itu.

Prak ...!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Kania.

"Aw, sakit," ucap Kania sembari memegang pipinya yang memerah.

Kania menatap wanita separuh baya yang ada didepannya tengah meluapkan emosinya.

"Siti, Bundo benar-benar kecewa sama kamu!"

Dengan wajah masam, bundo menunjuk kiri putri yang selama ini menjadi kebanggaannya itu.

"Bundo, kenapa Siti ditampar? Salah Siti apa?" tanya Kania dengan mata berkaca-kaca.

Baik di masa lalu maupun di masa depan, pipi Kania selalu menjadi sasaran empuk kemarahan orang tuanya. Tamparan yang membuat Kania menangis, air mata turun seperti hujan lebat di wajahnya. Ia bukan karena sakit fisiknya, namun kekecewaan hati karena orang yang ia sayangi memperlakukannya dengan keras.

"Kamu masih bertanya salah kamu dimana? Kamu tanpa rasa malu memeluk Syamsul. Kamu tuhu, dia bukan suamimu!" Teriak bundo lantang dan keras, dengan mata berkaca-kaca karena kecewa dengan sikap putrinya.

'Syamsul? Bukankah dia Alex?' tanya Kania pada dirinya sendiri.

Pertanyaan yang tidak mungkin bisa ia jawab sendiri, karena saat ini ia berada pada dimensi waktu yang berbeda.

"Bundo, tolong dengarkan dulu penjelasan Siti!"

Kania menggenggam tangan bundo, namun bundo menapisnya.

'Kenapa sih semua orang tidak ada yang ingin mendengarkanku? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kenapa aku selalu saja salah? Kenapa aku tidak boleh melakukan sesuatu sesuai dengan keinginanku? Aku tertekan! Aku muak!' ungkap Kania kesal di dalam hatinya.

Dada Kania terasa teramat sangat sesak hingga ia tidak sanggup lagi menahannya.

"Tolong ...!"

Kania memekik sembari meluapkan semua yang tertahan di hatinya. Ia benar-bebar tidak sanggup lagi disalahkan.

Kania merasa di belahan dunia manapun ia tidak diterima.

"Jujurlah, kamu sebenarnya siapa?" tanya bundo sekali lagi.

"Saya Siti anak Bundo," jelas Kania sembari menatap sang bundo dengan mata berkaca-kaca.

"Siti tidak akan pernah bersikap seperti apa yang baru saja kamu lakukan!" ucap bundo dengan nada suara kecewa.

"Saya Siti, Bundo!"

Lagi-lagi Kania berusaha meyakinkan bundo kalau ia adalah putri bundo.

"Jika kamu Siti, apakah kamu mengenalku?" tanya Samsul Bahri sembari menatap mata Kania dengan tatapan penuh harap.

"Kamu Alex kekasihki dan calon suamiku," ucap Kania yakin sembari tersenyum manis kepada Syamsul.

"Maaf, kamu bukan Siti. Sekarang tolong jelaskan siapa kamu sebenarnya?" ucap Syamsul lembut namun ada ketegasan di sana.

Kania terdiam, ia tidak tahu bagaimana cara membuktikan dirinya, karena lelaki yang saat ini berada di depannya adalah lelaki yang sangat ia kenal, namun dengan penampilan yang sedikit kampungan.

Sementara itu bundo, masih tidak bisa melihat perubahan yang sangat aneh dari putri kesayangannya.

"Siti, apakah kamu gila?" ucap bundo geram.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel