Bab 7. Melarikan Diri
"Sayang, kenapa?" Arion merasakan hal aneh pada kekasihnya.
"Aku kebelet," seru Ashera segera memutar tubuh dan berlari ke toilet sembari memegangi bagian bawah perut layaknya orang menahan hasrat buang air kecil.
Melihat kekasihnya berlari dan bersikap tidak seperti biasanya, Arion mengernyitkan dahi merasa ada yang tidak beres. Setelah bayangan punggung Ashera menghilang di balik pintu, keraguan dan perasaan curiga memerintahkan kedua kakinya untuk melangkah, tapi baru beberapa langkah ....
"Tuan!" Seseorang memanggilnya dari arah belakang.
Arion menghentikan langkahnya, lalu memutar poros lehernya, menoleh ke arah orang yang memanggilnya.
"Ada apa?" tanyanya dengan suara dingin.
Pria tersebut langsung mendekati Arion dan langsung mencondongkan kepala ke arah Arion menyampaikan pesan yang dibawa dengan berbisik.
"Apa kamu yakin?" Mata Arion membulat.
"Yakin, Tuan."
"Oke, kalau begitu atur agendaku untuk melakukan kunjungan ke tempat itu!"
"Baik, Tuan." Pria itu mengangguk, lalu mundur dan meninggalkan Arion.
Karena kedatangan pria itu, Arion sejenak melupakan keraguan dan kecurigaan pada kekasihnya. Kembali matanya mengarah ke arah hilangnya Ashera. Sekali lagi dia berjalan mendekati tempat itu karena ternyata rasa penasaran itu masih ada.
Saat memasuki pintu toilet wanita ....
"Hei, Anda mau apa ke sini?" tanya seorang wanita kaget melihat ada pria masuk ke dalam toilet wanita.
"Wow, ganteng banget! Tampan, apa kamu mencari aku dan ingin kita main di sini?" Salah satu wanita dengan penampilan glamor mendekati Arion dengan gaya centil menggoda.
Arion bergidik. Dia merasa telah salah masuk. Dia kaget melihat wanita yang berusaha menggodanya. Yang dia ingat, dia telah memerintahkan orangnya untuk mengosongkan cafe itu dan hanya diperuntukkan teman-teman berkelas saja yang diperbolehkan mengikuti pestanya.
"Wanita macam apa kamu?" bentak Arion menghempaskan tangan wanita itu yang terulur ingin menyentuh pipinya. Meski dia marah, tetapi suara Arion dingin, namun menggetarkan.
Wanita itu sempat kaget karena hempasan tangan Arion, tetapi dengan cepat dia bisa mengubah air mukanya kembali menjadi wanita centil. Melihat hal itu, murkalah Arion.
"Pergi dari sini dan jangan biarkan aku melihat wajahmu lagi atau aku akan membuatmu menyesal karena telah berani mengusik!" Setelah berkata, Arion langsung memutar tubuh dan bergegas meninggalkan tempat itu.
Ashera menghela napas lega setelah melihat punggung Arion menjauh dan pergi meninggalkan toilet. Sejak melihat langkah Arion menuju toilet, Ashera telah menahan napasnya, Dia pikir dengan hembusan napas saja, pria itu bakal menemukannya.
Dengan mengelus dada merasa lega, Ashera berjalan ke luar dari persembunyiannya dan menghampiri wanita yang menggoda Arion.
"Nona, terima kasih untuk bantuannya," ucap Ashera masih dengan napas tersengal.
"Tidak masalah. Lain kali jangan lakukan ini lagi! Berurusan dengan tuan Arion, akan membuatmu sengsara!" ucap wanita itu tersenyum.
"Terima kasih," balas Ashera juga memberikan senyum.
Ashera kembali merapikan pakaiannya. Masih dengan perasaan was-was sebelum benar-benar keluar dari toilet, Ashera kembali mengedarkan bola mata untuk memastikan bila kondisi di sana saat ini aman dan keberadaannya tidak ada yang mengetahui.
Ashera kembali ke bawah pohon di mana dia meminta Trixi menunggunya, tapi setelah mencari beberapa saat, dia tidak melihat Trixi di sana.
"Shera!" Suara lirih memanggil Ashera dari balik bunga rimbun.
"Ashera, sebelah sini," panggil Trixi lagi.
"Trixi, ngapain kamu di situ?" Ashera kaget melihat sahabatnya bersembunyi di balik rimbun bunga.
Bukannya menjawab, Trixi melambaikan tangan meminta Ashera datang dan bersembunyi dengannya.
Sebelum berjalan mendekati Trixi, Ashera mengedarkan pandang ke sekitar, lalu berjalan mendekati Trixi dan ikut bersembunyi.
"Trixi, apa yang kamu lakukan di sini?" Suara Ashera terdengar lirih. Nalurinya memerintahkan begitu.
"Aleysa mencarimu. Aku tidak mau menemuinya, makanya aku bersembunyi."
"Mana dia?"
Suara Ashera mengeras dengan gerakan tubuh berdiri, namun dengan cepat Trixi menarik tangan Ashera dan kembali memintanya berjongkok.
"Jangan berisik!" lirih Trixi kembali.
Ashera bertanya dan meminta penjelasan dengan sorot mata dan cara menatap sahabatnya.
"Sepertinya ada yang curiga dengan keberadaan kita," ucap Trixi.
"Maksudnya?"
Trixi menceritakan pada Ashera alasan kenapa dia bersembunyi dan memilih untuk tidak menemui Aleysa dan mengatakan bila Ashera ingin bertemu dengannya.
"Beberapa penjaga melakukan patroli. Aku pikir mereka telah mencurigai keberadaan kita yang tidak memiliki undangan," ucap Trixi di akhir ceritanya.
Ashera terdiam. Bisa jadi apa yang dikhawatirkan Trixi benar, Arion mencurigai dirinya. Pria itu bisa merasakan perbedaan dirinya dengan Aleysa, terlebih dari cara mereka berpakaian pun, telah menimbulkan kecurigaan.
Ashera melamun. Tiba-tiba dalam kepalanya melintas kejadian panas malam itu di sebuah hotel berbintang. Di mana dia harus menggantikan Aleysa dan merelakan keperawanannya direnggut oleh Arion sebagai pembuktian bila wanita yang akan dinikahinya masih perawan.
Bayangan itu berganti dengan bayangan beberapa waktu yang terjadi pada mereka, dimana bibir Ashera kembali menyatu dengan bibir Arion yang memiliki aroma mint yang segar.
Tiba-tiba Ashera bergidik ngeri dan jijik. Dengan gerakan tangan cepat, Ashera mengusap bibirnya sendiri.
"Hiii ... menjijikkan!" gerutunya. Ashera kesal.
"Shera, ada apa?" Trixi yang sejak tadi memperhatikan keanehan Ashera semakin bingung melihat tingkah sahabatnya yang janggal.
"Oh, tidak ada," jawab Ashera dengan cepat kembali bersikap biasa dan malah terkesan tidak memiliki dosa sama sekali, meski telah membuat Trixi khawatir.
Malam ini Ashera harus gigit jari karena gagal menemui Aleysa untuk meminta pertanggungjawaban dan janjinya. Meski begitu, demi kesehatan dan nyawa ibunya, Ashera tidak akan pernah mengenal yang namanya putus asa sehingga pagi hari dia kembali berencana mencari keberadaan Aleysa dan Kafi.
"Shera, kamu mau ke mana lagi?" tanya Trixi dari seberang telepon karena Ashera kembali meminta Trixi menunggu ibunya, Zanna.
"Aku ingin bertemu dengan Aleysa," jawab Ashera.
"Sebenarnya, ada apa dengan kalian? Aku tidak yakin bila hanya permintaan ibumu, kamu bersikap seperti ini." Trixi merasa Ashera menyembunyikan sesuatu darinya.
Meski Trixi telah memaksa dan mendesak, Ashera tetap berpegang teguh alasannya mencari Aleysa karena ibunya ingin bertemu dengan putri sulungnya. Dia tidak mengatakan bila telah menjual keperawanannya seharga 100 juta untuk biaya operasi ibunya.
Trixi pasti akan memakinya habis-habisan bila dia mengatakannya, apalagi mengetahui bila dia belum juga menerima uang itu.
"Datang saja dengan cepat!" Asera tidak ingin memperlambat waktunya.
Setelah Trixi datang dan setelah mendengarkan makian serta kekesalan sahabatnya yang merupakan sebuah bentuk perhatian, Ashera akhirnya pergi meninggalkan rumah sakit.
Saat melewati lorong rumah sakit, Ashera melihat ada rombongan yang terdiri dari beberapa pria berseragam. Dia pikir itu adalah rombongan bos atau pemilik rumah sakit yang sedang melakukan kunjungan sehingga dia berjalan santai melintasi mereka.
"Hei, Nona!" panggil seseorang dari rombongan.