Bab 6. Aroma Yang Sama
Ashera berjalan memutar ke arah belakang cafe. Entah apa yang akan dia lakukan. Izin pada Trixi, dia akan ke kamar mandi, tetapi dari caranya berjalan sedikit mengendap membuat Trixi merasa curiga dengan apa yang dilakukan oleh Ashera. Meski begitu, Trixi tidak memanggilnya dan hanya memperhatikannya saja.
Menggunakan hoode dengan topi menutup wajah dan kaca mata, Ashera berjalan sangat hati-hati. Langkahnya kecil-kecil dan hampir berjinjit memasuki area cafe. Dilihatnya banyak orang yang sedang menikmati minuman sembari ketawa-ketiwi satu sama lain.
Ashera berhenti sejenak di balik dinding. Dengan sedikit menjorokkan wajahnya untuk mengintai, dia mengedarkan mata mencari sosok Aleysa, tetapi setelah beberapa saat mengedarkan mata, sama sekali tidak dilihat Aleysa ada di antara orang-orang muda lainnya. Ashera menghela napas panjang merasa sedikit kecewa.
"Mungkin dia ada di ruang lain," gumam Ashera menghibur dan memberi semangat pada diri sendiri.
Dengan kedua tangan jatuh dan terkulai di samping tubuh, Ashera berputar dan berjalan menjauhi keramaian. Kini tujuan utamanya benar-benar ke kamar mandi karena tiba-tiba merasakan kandung kemihnya penuh dan memaksa diri untuk segera dikosongkan.
Tidak dapat menahan rasa penuh dan saki perut, Ashera memutuskan untuk berlari kecil sembari menuju kamar mandi.
Kerena ceroboh dan tidak melihat jalan, tiba-tiba ujung kakinya tersandung gundukan ubin. Tubuh Ashera limbung ke depan dan ....
"Auw!!" Ashera kaget.
Sebisa mungkin dia berusaha untuk membuat keseimbangan tubuhnya baik agar tidak jatuh di atas lantai. Sayangnya, sandungan kaki itu terlalu cepat dan mendadak sehingga tubuh Ashera tetap saja tidak seimbang.
Ashera pikir dia akan jatuh dan merasakan sakit luar biasa. Dalam benaknya, bila dia jatuh, maka bagian tubuh yang akan mendarat pertama kali di lantai adalah wajahnya. Bisa saja giginya langsung rontok karena berbentur dan adu keras dengan lantai. Ashera menutup rapat matanya merasa ngeri.
"Ups!" Mulut Ashera benar-benar terbentur sehingga suara yang keluar tertahan.
Hanya saja, bukan berbentur dengan lantai yang keras seperti apa yang dibayangkan adalah menyakitkan, tapi bibirnya membentur benda kenyal dengan aroma minta yang segar. Ashera mematung dan terdiam dalam keadaan mata masih tertutup.
Aroma yang pernah dia rasakan dan rasanya tidak pernah dia lupakan. Sekarang dia merasakan aroma yang sama, tapi di mana? Ashera mulai berpikir dan mengingat.
'Apa lantai di cafe itu empuk dan wangi seperti ini?' batin Ashera. Otaknya mulai bekerja dan berpikir.
Di saat Ashera sedang menimbang dan berpikir, di saat itu juga ada pikiran yang bergejolak dan rasa yang aneh menggetarkan hati dalam diri pria itu.
'Aroma ini ... segar sekali!' batinnya. Bahkan aroma itu mampu membuat aliran darahnya berdesir dengan deras, jantungnya memompa dengan cepat.
Perlahan Ashera membuka mata untuk memastikan apa yang telah beradu dengan bibirnya. Dia ingin memastikan apakah yang ada dalam pikirannya benar atau hanya perasaannya saja.
Alangkah terkejutnya Ashera ketika mata itu telah terbuka lebar di balik kacamata, tiba-tiba ada bayangan pangeran tampan dengan sorot mata lekat padanya. Meski penerangan di tempat itu tidak terlalu benderang, tetapi Ashera dapat mengenali dengan baik siapa pria itu.
Hal yang membuat jantungnya berpacu dengan cepat bukan karena ketampanan wajah pria itu dan juga sentuhan bibir yang tidak sengaja terjadi, melainkan siapa pria itu.
Merasakan tidak ada pergerakan, Ashera dengan segera melepaskan diri, menjauh dan berdiri tegak. Dengan cepat dia juga merapikan hoode dan juga topi serta kacamata untuk mencegah pria itu mengenalinya.
'Gawat!' batin Ashera memaki dirinya sendiri.
"Sayang?" panggil pria itu terdengar heran dan bingung.
Ya, di balik rasa gugup Ashera, ada kebingungan dan rasa heran dari pria yang berdiri tegak di hadapannya yang masih terus memperhatikan penampilannya tanpa putus dan sama sekali tidak teralihkan.
Rasanya ingin Ashera berlari dengan kecepatan tinggi, lalu menceburkan diri di dalam kolam. Bila perlu dia ingin menenggelamkan wajahnya di dasar lautan yang terdalam. Bukan karena malu, tetapi karena merasa malam ini dia telah ketiban sial.
"Sayang, kenapa pakaianmu seperti ini?" Arion mencubit ujung hoode Ashera seperti orang jijik.
Arion merasa heran dan bingung melihat kekasihnya menggunakan pakaian yang berbeda dari yang dia lihat. Bahkan menurutnya gaya pakaian Aleysa tidak sesuai dengan selera kekasihnya.
Ashera baru teringat bila pria yang ada di hadapannya, yang menolongnya saat dia akan jatuh dan mencium bibirnya adalah Arion, tunangan kakaknya, Aleysa. Detak jantung yang diakibatkan rasa terkejut tadi, masih kalah dengan kecepatan detak jantungnya saat mengetahui siapa pria itu sebenarnya.
Tidak mau membuat Arion curiga, Ashera pun tersenyum dan mulai berperan sebagai Aleysa.
"Sayang, bukankah aku memintamu menungguku di atas? Kenapa malah ada di sini? Dan pakaian ini ... kenapa kamu memakai pakaian aneh ini?" Arion kembali mencubit satu sisi hoode Ashera.
"Oh, tadi itu aku mau ke toilet," sahut Ashera sedikit menutupi kegugupannya.
"Lalu, pakaian ini?"
"Oh, ini. Aku lihat ada pakaian ini di sudut ruang. Aku tidak mau menarik perhatian orang-orang dengan kecantikan dan pakaianku yang seksi, bukankah kecantikan dan tubuhku hanya untukmu? Makanya aku pakai ini agar orang-orang tidak memperhatikan aku," jawab Ashera memberikan alasan yang menurutnya aman dan masuk akal.
Berpisah dan tidak bertemu dengan Aleysa selama 20 tahun bukanlah waktu yang singkat. Dengan waktu itu, Ashera mana tau gaya dan kebiasaan Aleysa. Jawaban itu hanya asal bunyi saja. Dia teringat ucapan Trixi tentang Aleysa dan Arion, maka dalam benaknya, Aleysa menyukai pakaian seksi.
"Tapi aku akan segera menggantinya kalau kamu tidak suka," sambung Ashera cepat-cepat melakukan koreksi.
Ashera pikir Arion tidak dengan mudah percaya pada jawaban dan alasannya, tapi ternyata tidak, setelah Ashera memberikan alasan, Arion malah tersenyum.
"Kalau begitu, mari kita kembali ke lantai atas! Mereka pasti telah menunggu kita," ucap Arion dengan suara lembutnya.
"Bagaimana kalau kamu kembali terlebih dahulu?"
Ashera merasa semakin gugup dan harus mencari cara untuk segera berpisah dengan Arion karena gelombang tsunami dalam dirinya hampir membeludak.
"Kenapa?" Arion memiringkan kepala dengan ekor mata menatap lekat Ashera.
"Aku mau ke toilet dulu, nanti aku susul," jawab Ashera.
Ashera harus berpikir ekstra untuk membuat Arion percaya bahwa dirinya adalah Aleysa, bukan wanita lain yang memiliki wajah mirip dengan kekasihnya. Meski dia tidak terlalu paham dan malah tidak tau bagaimana hubungan mereka sehari-hari, tetapi dia berusaha berperan dengan baik.
Ashera tidak mau kehilangan uangnya hanya karena Arion mengetahui bila dia bukan Aleysa, terlebih mengetahui bila malam itu bukan Aleysa yang tidur dengannya, melainkan dia, Ashera, adik Aleysa.
"Bagimana kalau aku antar?" Sepertinya Arion tidak mau meninggalkan Aleysa sendirian.
Ashera sempat berpikir bila Arion sangat mencintai Aleysa, sampai-sampai dia menawarkan untuk menemani kekasihnya.
"Tidak, Sayang. Sebaiknya kamu kembali dan segera menjamu yang lain! Aku khawatir mereka menunggumu. Aku segera menyusul," tolak Ashera.
"Oke, kalau begitu, jangan lama-lama!" Arion menanggapinya dengan senyum.
Saat tangan pria itu terulur ke arahnya hendak menyentuh wajahnya, Ashera yang terkejut segera waspada dan langsung mundur satu langkah dengan wajah menjauhi Arion. Ashera menghindari sentuhan tangan Arion.
"Sayang, kenapa?" Arion kaget.