Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

[3]

“Oma come on,” Niel menatap layar ponsel dalam genggamnya. Sudah lima belas menit ia mencoba menghubungi Sukmana Tirto, namun tak satu pun tulisan dering berubah menjadi angka-angka pengukur lamanya sebuah panggilan.

Semesta tampaknya sedang mempersulit dirinya. Seluruh alam sedang berkonspirasi menghukum kejahatannya pagi ini pada Zeusyu.

Katakan dirinya jahat,

Benar.. Niel tak akan menampik sebutan itu. Ia adalah bajingan tengik yang khawatir setengah mati setelah menyakiti hati seorang gadis yang sialnya merupakan istri settingannya.

Niel meremas rambutnya— merasa frustasi karena tak menemukan sedikitpun kabar mengenai tempat dirawatnya Zeusyu. Ia menatap aspal jalanan yang berdebu, memukul roda kemudinya sebelum berteriak, memaki dirinya sendiri.

“Anjing!” Umpatnya teramat kasar. Untuk dirinya sendiri, bukan orang lain, terlebih Zeusyu yang sangat dirinya khawatirkan sekarang ini.

“Siapa lagi yang bisa gue mintain info?!” Racaunya, kebingungan. Niel takut— Jujur saja, Niel merasa bersalah. Iya! Tak ada alasan lain. Karena dirinya, Zeusyu mengalami kecelakaan. Seharusnya mereka berada di sekolah saat ini, bukan membolos akibat insiden yang tak ia kehendaki.

“Zeu,” lirih Niel.

Darmawan Hospital..

Pesan tersebut Niel terima dari kontak Papanya. Pria itu pasti sangat marah sampai-sampai tak memberikan basa-basi.

“Masih untung Papa ngirimin lokasi Zeu sekarang, Niel!” Decaknya sebelum kembali melajukan mobil menuju rumah sakit yang Hanggono sebutkan.

Orang pertama yang Niel lihat ketika sampai adalah Darmanto— asisten sekaligus supir kesayangan papanya. Pria itu merokok di parkiran mobil dan sempat ia lalui.

“Mas Niel!” Sapa Darmanto sembari melempar batang rokok ditangannya.

“Gimana Zeu?!” tanya Niel, penasaran. Ayolah! Ia hanya penasaran. Jantungnya masih aman, tak bertalu-talu seperti kala Meyse pergi meninggalkannya tanpa kabar.

“Di operasi Mas.” Ya Allah ampuni Manto udah bohongin Mas Niel. Ibu Negara yang suruh! Limpahin dosanya ke dia aja.

Dan kali ini, penolakan atas perasaan Niel ternistakan oleh suara jantungnya sendiri. Pusat kehidupan manusia itu berdetak hanya satu kali, tapi sangat kencang. Ia bahkan tak menyadari langkah kakinya sendiri setelah mendengar berita mengenai Zeusyu.

Darmanto menghela napasnya karena teramat lelah dengan kisah cinta sang pangeran muda. “Mas.. Peka gitu loh.” Gumam Darmanto melihat Niel melesat secepat kilat memasuki gedung. Sosok yang menjadi saksi percintaan orang tua Niel itu hampir tak percaya jika yang dilihatnya merupakan si kecil menggemaskan idola segala bangsa.

“Mana Zeusyu?!”

“Dimana Zeusyu sekarang?!”

“Jawab Niel?! Mana dia?!” Niel tidak akan pernah tenang selagi gadis itu belum terlihat di depan matanya.

Hening, tidak ada manusia yang mau menjawab pertanyaan Niel. Ia dinilai sebagai tamu asing, yang tak seharusnya ada ditengah para keluarga.

“Mama, Zeu..”

“Excuse me? Who are you, young man?!” sarkas Amel bahkan tak menunjukan raut hangat pada putranya sendiri, “kalian ada yang kenal anak ini?! Kalau nggak, tolong usir. Saya nggak mau nerima orang nggak berkepentingan!” Titahnya.

Rumahnya dihebohkan oleh telepon pihak berwajib yang mengabarkan kecelakaan menantunya. Orang-orang menjadi begitu panik, terlebih Zeusyu ditemukan dengan kondisi mengenaskan. Kaki-kakinya terjepit body motor.

“Mah..” Niel tercengang hebat. Ia tidak menyangka mamanya akan bereaksi sekeras ini.

“Seret Niel keluar! Saya nggak mau lihat wajah manusia tidak bertanggung jawab ini di hadapan saya!”

“Oma,” Niel melirik Sukma, meminta bantuan. Wajahnya memelas. Setidaknya jika ia harus pergi, ia telah mengetahui keadaan Zeu.

“Alex, kamu biarin dia ada di sini?! Setelah putri kamu hampir kehilangan kakinya karena dia jemput selingkuhannya?!” Amel tertawa menyeramkan, “Mas! Tarik anak kamu ya! Setelah ini aku nggak akan izinin Zeusyu sama dia lagi!” Ultimatum itu berhasil menyentak Niel. Untuk alasan yang tidak Niel ketahui, tubuhnya bergetar hebat.

“Maksud Mama apa?!” Sela Niel galak.

“Kamu nantang Mama?! Mata kamu kondisiin! Melotot kayak orang bisa ngidupin diri sendiri aja!” Murka Amel tak peduli jika ia akan menggegerkan rumah sakit milik kerabatnya.

“Kaki Zeu kenapa?!” tanya Niel. Kepanikan menyandera seluruh kewarasannya. Hilang sudah bayangan wajah yang setiap malam menghiasi tidur nyeyaknya. Ia bahkan tak mengingat manisnya senyum Meyse dalam ingatan.

“Nggak usah sok pengen tahu kamu, Niel! Sana anter Meyselin kamu itu aja.”

“Mel udah,” desah Hang mencoba melerai perdebatan istri dan anaknya. “Niel pulang! Jangan bikin Mama kamu makin marah.” Ujar Hang mengamankan situasi. Setidaknya hanya untuk saat ini saja.

“Nggak!”

“Ngeyel ya kamu! Mau apa emang?! Ngetawain Zeu?! Seneng-seneng di atas penderitaannya?!”

“AKU SUAMINYA MA! MAMA BILANG GITU KAN! AKU HARUS TAHU ISTRI AKU DIAPAIN DI DALEM SANA!” Wajah Niel memerah. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk berteriak sembari menunjuk pintu yang ia yakini ada Zeu di dalamnya.

“Ngarang!” Sentak Amel, “suami dari Hongkong! Detik ini Mama anggap kalian udah cerai. Kamu bukan lagi anak Mama, karena Zeu yang bakalan gantiin posisi kamu.” Sengit Amel.

Amel mendorong tubuh Niel. “Zeu, mantu Mama..” Ia berlari kecil menghampiri Zeu yang baru saja keluar. “Sus, saya aja. Makasih.” Wanita itu menggantikan perawat yang membantu Zeu untuk menggerakan kursi roda.

Niel limbung. Ia bersandar pada tembok dibelakangnya. “Darmanto said..” Niel terkekeh, menghentikan ucapannya. Ia dibohongi mentah-mentah. Niel membuang mukanya. Demi Zeusyu, ia bahkan meninggalkan kekasihnya dan gadis itu ternyata baik-baik saja.

“Pulang..” Titah Amel lalu diikuti oleh para pengikutnya, mengabaikan kondisi keterkejutan Niel.

.

.

NIEL MENGINTIP kegiatan Sarah yang sedang mengolesi salep luka bakar di kulit kaki Zeusyu. Ia meringis menyaksikan luka itu memanjang sampai ke paha Zeusyu.

“Sakit, Sayang?”

“Perih Mama.” Jawab Zeusyu tak kalah meringis dari apa yang Niel lakukan.

“Mama tiupin ya, Nak.. Tahan sedikit. Zeu kan anak pinter.”

Zeusyu mengangguk patuh. Hanya luka luar, hatinya tadi bahkan jauh lebih berdarah dan ia bisa menahannya dengan baik. “Mama.. Zeu boleh minta sesuatu?!” tanya Zeusyu menatap dalam mata Sarah.

Niel berjongkok. Ia merangkak, mendekati ibu dan anak yang sepertinya akan berbicara persoalan serius. Ia memilih bersembunyi dibalik sofa panjang rumah Zeusyu.

“Mama, Zeu nggak kuat,” tangis yang Zeusyu pendam pagi tadi pecah. “Disini..” ia menekan dadanya, “sesak Mama,” tangannya lalu memberi pukulan-pukulan kecil agar Sarah tahu, jika ia sungguh sangat tersiksa.

“Zeu Sayang Niel, tapi mereka saling mencintai Mama. Zeu capek..” lirihnya menyesakkan. “Tolong bilang ke Mama Amel, Zeu nggak bisa lanjutin semua ini, Mah. Zeu bebasin Niel.” Zeusyu terisak di akhir kalimatnya membuat Sarah bangkit dan memeluk gadis yang telah ia anggap anaknya sendiri.

“Zeu serius?! Udah pikirin ini mateng-mateng?!” Kepala Zeusyu mengangguk. Tidak ada gunanya terjerat status. Tali yang mengikat mereka terlalu tipis dan tak berdasar. Ikatan semu itu memberatkan mereka dan menjadikannya tokoh antagonis dalam cerita hidupnya sendiri.

“Apa pun mau Zeu, pasti akan Mama usahain. Kalau kita diusir, kita bisa mulai semuanya dari awal lagi, Sayang. Kamu yang utama buat Mama.”

Niel terduduk. Ia mendadak lemah tak berdaya ditempat persembunyiannya. ‘Ini kan yang gue mau?! Dia nyerah sendiri. Dengan begini, Mama nggak akan gangguin Meyse kalau kita balikan!’ Namun kata batinnya tak selaras dengan hatinya yang berdenyut nyeri meski samar.

Niel mengangkat tubuhnya yang lemas. Ia berjalan gontai, keluar dari kediaman yang dulunya ditempati oleh sang oma. Hidupnya entah mengapa terasa hampa, setelah kata menyerah Zeusyu lontarkan.

“Bocah freak dari mana kamu?!”

Niel bisu, ia berlalu memasuki mobilnya. Bertindak durhaka pada Amel di pelataran. Ia membutuhkan Meyselin. Selama ini dengan melihat wajah kekasihnya, seluruh lara yang keluarganya ciptakan sirna.

“Makin nggak ada adat anak itu!” Kesal Amel. “Sam Gelael kamu, ngebut-ngebut!” Maki Amel yang tentu saja tak mendapati tanggapan.

“Sabar Bu.. Mas Niel PMS kali,” toyoran Amel mendarat sempurna di kepala Darmanto.

“Niel cowok Manto!”

.

.

NIEL SALAH! Resahnya tidak berkurang seujung kuku pun walau Meyselin menghampirinya di parkiran kampus gadis itu. Bayang-bayang air mata Zeusyu bergelayut manja dalam pikirannya.

“Ada apa Niel?! Kamu buang-buang waktu aku.”

“By!” Desah Niel, “aku cinta kamu. Kamu harus percaya itu, By..” Tegasnya.

“Selamanya..”

“Niel apa sih! Aku kel..”

Niel meraih tengkuk Meyselin. Menempelkan bibir keduanya tanpa memberi jeda untuk Meyselin menolak. Darahnya membeku kala otaknya justru membayangkan wajah tersiksa Zeusyu.

“Are you crazy, Niel?! Ini kampus!”

“Sorry!” Entah kepada siapa permintaan maaf itu terlontar. Kini Niel resmi menjadi seorang pecundang yang sebenarnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel