Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

9 || Kembali ke Kampus.

Jhon meminta seseorang menjemputnya, dan tidak sampai 10 menit sebuah mobil butut datang mencolok mata.

Wajah Nyonya Kim semakin jelek!

"Terima kasih, Nyonya Maria," ucap Jhon setelah duduk bersebelahan dengan Nyonya Kim.

Hanya Maria yang bisa Jhon minta pertolongan. Tidak mungkin baginya meminta bantuan Romis, karena bukannya membantu, pria legam berambut panjang itu pasti malah menambah masalah.

"Jangan sungkan, Jhon! Duduklah dengan nyaman!" sahut Maria.

Jhon balas bergumam, "Hm."

Maria mulai melajukan mobil tak lambat tapi juga tak cepat. Namun tatkala jalanan sedikit lenggang, wanita itu langsung menambah kecepatan mobilnya, sekaligus menyalip kendaraan lain selayaknya pembalap sekelas F1.

"Wah," degup kagum Jhon.

Maria tampak melirik Jhon lantas tersenyum simpul sebelum bertanya, "Apa itu ibumu?"

Jhon malah balik bertanya, "Apa kita mirip?"

Maria balas menggeleng. "Hanya menebak."

Jhon melirik Nyonya Kim sekilas, ekspresi wanita bergaya nyentrik itu belum juga berubah. Untungnya tak sampai setengah jam mereka tiba di kantor Romis, wanita tua nyentrik itu secepatnya ke luar mobil diikuti Jhon.

"Terima kasih, Nyonya Maria!" Sekali lagi Jhon berterima kasih.

Maria mengedipkan mata satu sisi, dibalas senyuman nakal Jhon.

"Hei, sudah sudah, di mana si Romis?" Kesal Nyonya Kim.

"Oh, mari." Jhon mempersilahkan Nyonya Kim berjalan lebih dulu, sementara ia satu langkah di belakangnya.

"Kantor ini sudah terlihat baik dari sebelumnya." Nyonya Kim berkata seraya mengedarkan pandangan, juga seraya mengingat awal-awal wanita itu singgah, tepatnya sekitar 10 tahun lalu, tatkala Romis baru memulai bisnis kecilnya, sampai sekarang bisnis tersebut berkembang pesat dan berhasil menduduki posisi pertama sebagai agen bodyguard terpercaya.

Ceklek!

Jhon membukakan pintu untuk Nyonya Kim, mempersilahkannya masuk sedang dia menunggu di luar.

Ruangan Romis termasuk endap suara, otomatis apa yang mereka bicarakan tidak bisa Jhon dengar sedikitpun.

Selama itu pula, Jhon tetap berdiri bagaikan patung. Ia tak berkutik atau beranjak pergi; menunggu misi selanjutnya dari Romis.

Di sisi lain.

Sebuah mobil Lamborghini Gallardo berhenti tepat setelah melewati universitas kurang ternama di Moskow.

Pieter lebih dulu ke luar membukakan pintu jok belakang.

Gadis cantik berpenampilan memukau yang mampu mencuri semua perhatian segera saja keluar. Pesonanya langsung bekerja begitu ia menyibakkan rambut panjangnya, serta melempar tatapan nakal ke setiap pria.

"Ingat pesan ayah!" Dari dalam mobil, Sky mengingatkan.

Gadis tebar pesona bernama Aleta itu balas tersenyum singkat, yang tak disangka meninggalkan kekaguman menggebu-gebu pada hati Sky.

Rasa hati ingin memiliki!

Sayangnya Sky tak punya keberanian mendambakan Aleta sebagai pasangannya meski itu dalam mimpi sekalipun.

"Bye!" Aleta mengayunkan langkah menuju gedung kampus.

Sky langsung menatap tajam Pieter. "Jangan biarkan dia buat masalah lagi!'

"Siap, Tuan Sky!" sahut Pieter lalu secepatnya mengikuti Aleta.

Kemudian Lamborghini Gallardo yang mengantar gadis itu segera pergi meninggalkan pelataran gedung.

***

Berkat penampilan gagah dan tubuh atletis Pieter, segelintir gadis dibuat terkagum-kagum hingga tanpa ragu curi-curi pandang dengannya. Namun, tatkala mereka secara tak sengaja menemukan wajah sinis Aleta, nyali mereka seketika menciut.

"Aleta!" Saat bersamaan seorang gadis bertubuh mungil berseru dari kejauhan.

Aleta menoleh, sudut bibirnya detik itu juga terangkat. "Ah, Minion ku!"

"Berhenti memanggilku Minion, namaku Mini," dengkus gadis mungil, yang menjadi satu-satunya teman Aleta di sini.

"Ya ya ya." Aleta memutar bola matanya setengah malas. "Katakan padaku, apa …"

Aleta dan Mini tampak mengobrol normal seperti pada umumnya.

Sepintas orang lain akan menganggap Aleta gadis normal. Sangat berbeda jika gadis itu seorang diri saja. Karakter buruknya terlihat menonjol, membuat siapapun bergidik ngeri.

Karena perangai kejam itulah, dari sekian banyaknya mahasiswa di sini, hanya satu orang saja yang bisa bertahan menjadi teman Aleta.

Ya, itu adalah Mini, gadis pemilik darah Russia murni.

Sudah lima bulan lamanya, mereka menjalin pertemanan. Tepatnya setelah Aleta memasuki universitas ini sebagai mahasiswi pindahan.

Memang, sebelumnya Aleta mengenyam pendidikan di universitas ternama. Namun, sikap buruk gadis itu membuat ia tersingkirkan dari sana.

Tidak ingin putri kesayangannya menjadi buta pendidikan. Maka Louison memilih universitas tersebut untuk Aleta.

Beruntung, selang lima bulan Aleta dapat bertahan. Gadis itu tidak membuat onar, meski gantinya membuat onar di lingkungan rumah.

"Lihat ini!" Mini memamerkan foto selfie dirinya dengan pria tampan.

"Hah, kau ganti lagi?" Aleta terkejut, pasalnya baru satu pekan lalu Mini mengenalkan pacar tapi yang barusan diperlihatkan sudah berbeda lagi.

"He he, bagaimana menurutmu?" Mini menyeringai kuda.

"Hm, lumayan... kau mendapatkannya di mana? Aku juga mau punya pacar!" ujar Aleta.

"Aku bertemu setelah ikut party denganmu, ia sangat manis juga perhatian," puji Mini dengan wajah berseri-seri.

"Hish, aku iri padamu!" dengkus Aleta.

Pieter yang dapat mendengarkan pembicaraan mereka turut tersenyum. Ia sama sekali tak menduga Aleta bisa bersikap demikian.

"Jadi dia, bodyguard pribadimu?" Seiring berjalannya waktu, topik pembicaraan pun berganti.

"Hem," gumam Aleta.

"Pria itu tampan dan keren," bisik Mini dibalas tatapan sinis Aleta.

"Sst, aku tidak suka padanya." Aleta mendaratkan telunjuk jari di permukaan bibir sendiri. "Berikan idemu untuk menyingkirkan pria itu!"

"Apa? Tidak tidak." Mini menggeleng panik. "Aku tidak sepandai otakmu." Mini terkesan memuji tapi faktanya dia lebih dulu ngeri membayangkan Aleta bisa saja melenyapkan nyawa Pieter.

"Baiklah, akan aku pikirkan sendiri. Sekarang aku harus ke kelas, sampai jumpa di jam makan siang, bye," pamit Aleta.

"Bye!" Mini balas melambaikan tangan dengan sorot kata kosong.

Walaupun keduanya sangat dekat, mereka bukan berasal dari kelas yang sama. Mini berada di fakultas matematika, sedang Aleta sengaja dimasukkan ke fakultas ilmu sosial agar ia tahu aturan-aturan masyarakat juga hukum. Akan tetapi, karakter terbilang susah dirubah. Tampaknya, pendidikan yang Aleta kenyam sekedar status mahasiswi saja. Sementara pengetahuan nol besar.

Hanya saja, siapa sangka jika wanita itu memiliki satu kepandaian yang tidak pernah ia tunjukkan pada satupun manusia di dunia ini, termasuk ayah kandung sendiri.

Ya, Aleta pandai dalam ilmu bela diri. Kelihaian gerakannya nyaris menyamai seni bela diri Sky. Tidak ada yang mengerti, kapan dan dimana Aleta mempelajari itu semua. Hanya satu yang pasti, ia sering melihat petarung milik ayahnya berlatih dan bertanding pada arena khusus.

Kepandaian itulah yang menjadikan karakter Aleta terasah sempurna, hingga dia sulit dikalahkan.

Tak! Tak! Tak!

Suara high heels Aleta bergema memenuhi ruangan besar dengan isi deretan kursi memanjang ke samping dan meninggi ke belakang yang sudah tampak terisi penuh.

Aleta mengerlingkan mata, ada sedikit celah yang ia temukan!

"Geser!" perintah Aleta pada si jenius kelas, alhasil tak sama sekali ditanggapi.

Aleta menyunggingkan bibir. Ia sengaja membungkukkan badan, mengekspos belahan dada miliknya yang seketika membuat jakun si jenius tersebut naik-turun.

"Ku bilang geser, anak pintar!" Senyum Aleta.

Sigap, pria penyandang status jenius itu segera menggeser posisi duduknya, dan Aleta berakhir duduk di sana dengan santai.

"Anak baik," ucap Aleta bersamaan dengan datangnya dosen ke kelas.

Materi akan dimulai, tetapi Aleta justru menguap sebelum akhirnya meluruskan tangan pada meja lalu tidur.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel