Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5 || Kenangan Kecil.

Lantunan musik Ballerina bergema di setiap sudut kamar Aleta. Bermodal dress hitam kesukaannya, sepatu balet serta rambut tergerai. Gadis itu berjinjit, melompat dan memutar mengikuti nada irama.

Gerakannya begitu luwes dan rapi, seakan-akan ia penari balet sungguhan.

"Pieter …" panggil Aleta di sela tarian.

Sedari tadi Pieter berdiri tegak bak patung hidup. Kala namanya dipanggil, ia pun menyahuti Tuannya. "Iya, Nona."

"Apa tarianku bagus?"

Pieter sedikit bingung, ia seorang bodyguard, mana tahu hal semacam itu.

"Itu … sangat bagus," jawab Pieter.

Mendadak Aleta berhenti berjinjit, CD yang sedari tadi memutar ia matikan.

"Sungguh?"

"Benar, Nona."

Brakkk …

Benda berdiameter 120mm tersebut, Aleta lempar dan tergelincir ke kolong-kolong ranjang.

"Kau bilang ini bagus?" Tanya Aleta lebih terdengar memaki.

Pieter pun tak berani memandang secara langsung wajah Tuannya. Dibalik kacamata hitam, matanya menunduk melihati garis-garis kasar marmer yang ia pijak.

"Aku tanya padamu!" Lanjut Aleta.

"Ampuni saya, Nona. Saya tidak faham baik dan buruknya tarian balet, tapi menurut saya tarian Nona terbilang bagus," jelas Pieter, panjang lebar tanpa jeda.

Aleta terkekeh kecil, suaranya lembut dan ringan seakan mendayu-dayu menyusuri seisi ruangan.

Wanita yang aneh, ucap Pieter.

"Baiklah, karena pikiranmu sangat polos kali ini pun kau lolos."

Kening Pieter berkerut, ia bingung akan kata 'lolos' dari mulut Aleta. Apa yang dimaksud lolos, tak ia ketahui?

Bagaikan mengerti isi hati Pieter, Aleta mengungkapkan alasan ia membiarkannya lolos. "Lihat rambut panjangku, mana ada penari balet rambutnya tergerai saat menari dan kau malah berkata bagus."

Pieter menggretakkan giginya, dasar wanita aneh.

Melihat ekspresi datar wajah Pieter, Aleta melengking tawa, sambil melangkah keluar. Begitupun dengan Pieter. Keduanya berjalan selayaknya Bos dan bawahan.

**

Dahulu lantai tiga dan gedung para petarung adalah hamparan ruang kosong-melompong tanpa dinding skat pembatas. Namun, sekarang ruangan ini dipenuhi puluhan alat olahraga, mulai dari hal terkecil seperti matras sampai dengan alat-alat berat.

Beberapa alat sedang digunakan maksimalnya satu orang, sisanya merebahkan diri sembari menunggu keringat mereka tuntas. Termasuk Jhon dan Erik.

"Jadi kau sudah bertemu dengannya?" Tanya Erik, pria berkulit hitam dan berambut keriting lantaran darah Afrika mengalir di setiap nadinya.

Selain Erik tidak ada seorangpun yang tau tujuan Jhon datang ke Rusia. Alasannya karena Jhon tak pernah mengungkapkan setidaknya 1 rahasia kepada yang lain.

"Bukan bertemu, tepatnya menemukan."

"Lalu, kalian bagaimana?"

"Ia masih tidak berubah," ucap Jhon mengulas senyum, "mulai dari wajah, tubuh, cara berjalan, cara memandangku dan … suaranya."

Erik menghela panjang. "Kau sangat aneh, bisa-bisanya jatuh hati pada wanita seperti itu."

"Ini cinta pada pandangan pertama, Rik."

Seketika terlintas kenangan bertahun-tahun lamanya kala Jhon kali pertama bertemu Aleta. Waktu itu Aleta dan dirinya masih sama-sama menempati asrama yang sama. Bedanya adalah Jhon seorang mahasiswa semester 4 sedangkan Aleta masih gadis belia, jenjang pendidikannya baru sampai kelas 1 SMA.

Disaat itulah Aleta ibarat bunga yang sedang mekar-mekarnya, sehingga mengundang kumbang untuk hinggap atau jika mau pun bisa menetap. Tetapi Aleta tak mengizinkan satupun kumbang menghinggapi dirinya.

Aleta selalu memiliki permainan yang sampai saat ini ia pertahankan. Hal itu Jhon lihat di hari pertama pertemuan mereka.

Sebagai salah satu anggota BEM kampus, Jhon mengikuti sang Dosen mengelilingi setiap sekolah favorit untuk memilih beberapa siswa terpandai. Tujuannya mengajak mereka bergabung menjadi mahasiswa jika kelulusan tiba.

Kebetulan diwaktu yang sama Jhon dimintai mengisi sebuah kelas kosong, saat itu guru pengajar kelas tersebut mendadak tidak masuk karena sebuah alasan. Dengan senang hati, Jhon menerima tawaran tersebut.

Jhon melangkah masuk, kedatangannya yang tiba-tiba membuat para murid kalang-kabut dari kesibukan unfaedah mereka selama jam belajar kosong.

"Selamat pagi menjelang siang, semuanya," sapa Jhon ramah tamah dibalas sapaan sama.

Mereka tampak saling melempar tatapan penuh tanda tanya. Kemudian Jhon berdiri, menuliskan nama sendiri pada permukaan papan tulis.

Jhon Christy.

"Jhon Christy … guru baru?"

Salah seorang siswa bertanya pada teman sebangkunya.

"Mungkin, tapi anu … seragamnya gitu."

Jhon baru ngeh jika ia menggunakan celana pendek dan kemeja polos. Jas almamater campus sengaja ia lepas sebelum masuk.

"Nama saya Jhon Christy, Panggil saja Kak Jho. Saya seorang mahasiswa yang ditugaskan mengisi waktu kosong kelas ini. Ada yang masih bingung?"

"Tidak …" jawab mereka kompak.

Sepanjang mengisi kelas, Jhon tak memberikan pelajaran seperti semestinya. Ia hanya memberikan beberapa pengetahuan dari sedikit ilmu yang ia dapat.

Caranya mengajar selalu diselingi canda gurau, sehingga para wajah para murid terlihat ceria. Tapi ada satu siswi yang Jhon perhatikan dari pertama masuk selalu diam, jangankan tertawa, untuk menatap Jhon pun Kelihatannya tidak.

"Teman-teman, siapa gadis paling pojok di sana?" Tunjuk Jhon diikuti tengokan semua murid ke arah pojokan.

"Namanya Aleta, dia memang pendiam, Kak." Timpal Siswi pemilik bangku terdepan.

Merasa penasaran, Jhon mendekatkan diri pada Aleta. Matanya terus menyelediki tentang apa yang sedang Aleta lakukan di bawah kakinya.

"Hei …" Jhon menyapa, "kau sedang apa?"

Sontak Aleta mendongakkan kepala, balik menatap Jhon dengan raut sebal serta mata memicing tajam.

Bule bermata biru, ungkap Jhon.

Jhon sempat terhipnotis akan pesona Aleta, ia berdiri lama memandangi gadis itu walau ia tau Aleta menatap tak suka.

Semenjak pertemuan hari itu, Jhon mulai mencari tau siapa Aleta. Kesana-kemari ia berusaha mengulik habis sosok wanita yang berhasil mengetuk pintu hatinya.

Usaha Jhon tak sia-sia, Kurang lebih satu bulan ia menemukan fakta mengejutkan jika ternyata Aleta tinggal satu asrama dengannya.

Hal itu dikarenakan Aleta tak mau tinggal sendirian di Negara Asing ini, ia pun memilih tinggal bersama kakak kandungnya, yakni Markus selaku teman seangkatan Jhon.

Selain fakta tersebut, Jhon berhasil mendapatkan fakta-fakta lain. Mulai dari orangtua Aleta yang menyebabkan wajah gadis itu berparas cantik serta profesi rahasia Ayah Aleta, Louison.

Jhon melancarkan pendekatan melalui pertemanan dengan Markus. Tujuannya hanya ingin mengenal Aleta, tetapi baru beberapa tahap. Gadis itu harus kembali ke Rusia, melanjutkan pendidikan di sana hingga detik ini.

"Saat di kelas memang apa yang membuat Aleta menunduk?" Tanya Erik ingin tahu.

Jhon meringis kecil dan menjawab, "Dia membuat nama sendiri di lengannya dengan pisau kecil."

"APA!"

"Kau tau apa yang Markus katakan sebelum Aku memutuskan pergi ke sini?"

"Apa lagi? Mencari Aleta 'kan?"

"Bukan, tapi Markus ingin Aku menjaganya dengan cara apapun supaya dia bisa mengendalikan diri."

Erik dibuat heran, ia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Kenapa harus kau, bukankah masih banyak pria lain. Contohnya saja ketika kemarin Ayahnya mengambil satu bodyguard dari sini 'kan?"

Jhon malah terkekeh, ia menepuk-nepuk pundak Erik sembari beringsut bangun. "Kau akan tau besok atau besoknya lagi."

Keheranan Erik kian bertambah. Namun, ia sendiri bingung cara melampiaskannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel