Bab 5 Terdeteksi, Bakar dan Jambak
Bab 5 Terdeteksi, Bakar dan Jambak
Brak!!!!
Dika lalu membanting laptopnya ke lantai rumah Hasbi. Haduh, lante, maaf ya, makin rusak deh kamu!
Hasbi yang melihat perilaku Dika, seketika terdiam seperti patung. Dia heran dan terkagum, “Gilak!! Laptopnya tahan banting,” lirih Hasbi. Walaupun begitu, Dika tetap bisa mendengar yang dikatakan Hasbi. Sadar kalau laptopnya sungguh ampuh, Dika lalu melihat ke sekelilingnya.
Dia melihat salah seorang tetangga Hasbi sedang membakar sampah. Dengan segera Dika lalu mengambil laptopnya dan berlari ke tetangga Hasbi. Hasbi yang melihat itu masih tak bisa bergerak. Namun, matanya tetap mengikuti pergerakan dari Dika.
Hasbi tak tak tahu apa yang akan dilakukan oleh Dika. Tiba-tiba, “HEH ORANG GILA!!!” Hasbi berteriak kencang dan berlari ke arah Dika. Bagaimana tidak gila kalau dengan gampangnya Dika melempar laptop seharga motor itu ke tong sampah yang sedang membara? Bagaimana hah?!
Hasbi lalu menarik tangan Dika. Ia kemudian mencoba mengambil laptop tersebut. Sayangnya, karena api terlalu besar, Hasbi kesusahan untuk mengambil laptop. Hasbi kemudian mengambil tongkat yang dibawa tetangganya. “Heh Hasbi, arep ngopo koe?! (Heh Hasbi, mau ngapain kamu?!)”
Hasbi tetap mencoba mengambil laptop tersebut. Gilak, ini kalau dijual lagi, harganya bisa buat bayar utangku di pengkolan!
Hasbi kemudian berhasil mengambil laptop tersebut. Yah, walaupun laptopnya sudah sebagian terbakar. Tapi setidaknya terselamatkan. Entah masih bisa digunakan lagi atau tidak, yang penting diselamatkan terlebih dahulu.
“Udah! Biarin aja terbakar!” kata Dika sambil menarik Hasbi menjauh sebelum Hasbi menjangkau laptopnya.
Hasbi kemudian berdiri dan menghentakkan tangan Dika. “Biarin gimana? Nggak sayang itu langsung dibakar aja?” Hasbi kemudian mencoba menjauhkan laptop dari sumber api.
Dika menarik Hasbi lagi dan sekali lagi dihentakkan oleh Hasbi. Hasbi melihat ke sekitarnya dan mendapati ada baju yang entah milik siapa tergeletak di tanah. Dengan cekatan, Hasbi mengambil baju itu dan mencelupkan ke air. Ia kemudian menggunakan baju tersebut untuk mengambil laptop yang gosong.
“Bi!” Hasbi masih bergeming. “Bi! Semua datamu ada di situ dan kita terdeteksi,” lirih DIka. Hasbi kemudian menatap Dika tak percaya. Dika hanya menganggukkan kepalanya.
Tanpa bicara, Hasbi lalu menarik tangan DIka ke rumahnya dan tangan satunya masih menenteng laptop. “Wah, cah loro kae rep ngopo yo? Mosok jeruk ro jeruk? (Wah, kedua orang itu mau ngapain ya? Masak jeruk sama jeruk?)” kata tetangga Hasbi lirih sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal dan membenarkan sarungnya.
Hasbi dan Dika langsung memasuki rumah dan ke kamar Hasbi. Bahkan, mereka berdua tidak tahu kalau Hamash sedang tiduran di ruang tamu sambil menonton televisi 14 inchi.
Brak..
Hasbi lalu menutup pintu kamarnya. Ia juga melemparkan laptop ke tempat tidurnya. Bodo amatlah kalau nanti tempat tidurnya jadi lebih smokey.
Hasbi menjambak rambut gondrongnya. Mungkin kalau dia sedikit berisi, ia bisa nyaingin gendruwo.
Dika sendiri melihat Hasbi dengan cemas. Hasbi kemudian menggigit bibirnya seakan sedang menjaga mulutnya sendiri agar tidak misuh (mengatai) Dika dengan kata-kata kasar. Kalau Dika itu bener-bener laki-laki, mungkin bogem mentahnya akan langsung ia layangkan ke Dika.
Hasbi mengambil napas, memejamkan mata dan mencoba untuk menenangkan diri. “Maksudnya apa tadi? Kita ketahuan?”
Dika hanya menjawab dengan mengangguk.
“Ketahuan kayak bener-bener ketahuan?” tanya Hasbi sekali lagi.
Dika mengangguk sekali lagi.
“Benera?”
“Iya!!” jawab DIka dengan suara yang keras hingga Hamash yang ada di sebelah ruangan kaget mendengar suara teriakan.
“Kok bisa?” Dika hanya terdiam. Dia malu mengakui kalau yang dia kurang kompeten dalam hal haching. Selama ini dia hanya beruntung saja belum ketahuan. Padahal, kemampuannyanya masih pas-pasan. Bahkan bisa dibilang di bawah rata-rata.
Hasbi terdiam. Ia kemudian ingat sesuatu. “Kamu pakai identitasku kan?”
Dika hanya mengangguk. “Semuanya? Tanpa terkecuali? Termasuk fotoku?” Hasbi bertanya sekali lagi. Ia ingin memastikan sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak tadi.
Dika kembali mengangguk. “Bagaimana bisa kamu memasang fotoku juga?! Kamu itu sebenarnya pinter atau bodoh sih? Kenapa nggak pasang ava muka boyband Korea aja?”
“Nggak kepikiran.” Hasbi hanya bisa menganga tidak percaya. It’s unbelieveable. Bahkan anak SD sekarang lebih milih pasang ava orang Korea yang unyuh-unyuh dan ganteng (katanya) dibandingkan muka sendiri.
“Kamu itu sebenernya pinter atau polos sih?”
“Pinterlah!” jawab Dika. Ia tak terima Hasbi membego-begokan dia. Enak saja.
“Terus, kalau ketahuan begini bagaimana?”
Dika hanya berkomat-kamit tanpa mengeluarkan seuara. Hasbi lalu menepuk pundak DIka. “Aku nggak tahu.”
“Apa?” Hasbi ingin memastikan pendengarannya.
“Aku nggak tahu!”
“NGGAK TAHU?!!!” Hamas berjengit. Mas ini ngapain lagi sih? Hamash lalu pergi keluar. Dia tidak mau mendengar masnya berisik di dalam kamar. Mending dia main layangan deh daripada kaget tiap mendengar bentakan Hasbi.
Di dalam kamar, Hasbi hanya bisa mondar-mandir sambil menjambak rambut gondrongnya. “Mati aku, mati aku, mati,” gumam Hasbi panik. Dika sendiri sejak tadi hanya berdiam dan itu membuat Hasbi semakin frustasi.
“Ah,” kata Dika. Hasbi lalu berhenti mondar mandir dan menatap ke arah DIka dengan penuh pengharapan. Ia masih muda dan ia tak mau masuk penjara. Penjara terlalu kotor untuk orang bersih macam Hasbi yang mandi 4 kali sehari. “Bagaimana kalau kamu melarikan diri saja?”
“Like kawin lari?” Hasbi sendiri bingung.
“Melarikan diri, bukan kawin lari!”
“Pergi dari rumah?” Dika hanya mengangguk. “Nggak bisa. Kalau aku melarikan diri, yang bantu ibuku masak dan jualan siapa? Hamash? Bocah sedeng itu belum mampu dan dia hanya bisa main. Kalau aku pergi, mereka makan apa? Apalagi aku masih SMA. Masih ingin merasakan kisah kasih di sekolah kayak yang dinyanyiin Alm. Chrisye. Aku nggak mau ya, selamanya nggak ada masa haha hihi lope lope merah jambu karena masalah ini.” Hasbi menarik nafas dan mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Ada cara lain?”
Dika lalu berfikir keras. “Operasi plastik?”
Hasbi seketinga menganga. “Pakai apa? Plstik loreng item putih itu? Merah, putih, ijo atau kresek item bekas minyak?”
“Enggaklah! Operasi plastik kayak yang dilakuin Bebi Kumalasari itu.” Hasbi langsung membayangkan hasil operasi plastiknya. Dia kemudian menggeleng. Walaupun hidungnya tidak semenarik perosotan anak TK, tapi dia masih sayang sama idungnya.
“Ogah, nggak punya duit.”
“Ya terus gimana dong?” tanya DIka yang ikutan panik.
“Harusnya itu aku tanyakan ke kamu. Kamu nggak ada plan B, C, D, E, F, G?” Dika menggeleng. “Terus ini gimana? Apa aku harus masuk penjara karena ketahuan?” Dengan ragu, Dika mengangguk.
Hasbi tak terima. Bagaiman bisa hanya dia yang akan masuk penjara? How?!!!
“Ya nggak bisa gitu dong! Kan kamu yang ngelakui itu. Kamu yang ngotak-atik. Kamu yang nge-hack. Kamu yang bikin kita ketahuan dan aku yang harus masuk penjara? Heh, teori dari mana itu?”
“Teori para politikus!”
“Heh, aku bukan tikus!”
“Terus, kalau kamu nggak mau melarikan diri dan nggak operasi plastik, kamu mau ngapain? Nyerahin diri ke polisi? Udah siap buat nanggung akibatnya?” Dika berkacak pinggang dan melotot ke arah Hasbi.
Hasbi membuka mulutnya. Ingin sekali dia berkata kasa. “Kasaaaarrrrr!!!! Hah!!!!” Hasbi berteriak. Ia bingung harus berbuat sepetri apa. “Terus, aku yang harus nanggung semuanya? Semua-muanya?” Dengan ragu, Dika mengangguk.
“Heh, pernah diajarin tanggung jawab nggak sih?!” Kali ini Hasbi tak tinggal diam. Oke, dia salah karna judi dan membiarkan Dika meretas website judi online. Namun, kalau hanya dia yang harus bertanggung jawab karena itu identitasnya dia padahal ini idenya Dika, yo ra sudi! (ya tidak mau!)
“Ini juga karena kamu. Kamu yang mau-mau aja identitasnya digunain. Kamu mau aja buat judi online. Secara hukum, judi itu udah melanggar hukum.”
“Woah…” Hasbi bertepuk tangan ringan. “Seseorang bicara hukum Gaes, padahal dia sendiri yang nyaranin buat judi online dan hacking. Hebat sekali Anda!”
Merasa tersinggung, Dika kemudian menjambak rambut Hasbi. Hasbi tidak mau kalah. Ia juga menjambak rambut DIka. Menginjak kaki Dika. Dika balik menendang kaki Hasbi hingga ia mengaduh.
Mereka berkelahi dengan saling jambak dan menendang kaki tak beraturan arah. Hingga kemudian kaki hasbi menendang dan tersandung kabel roll yang ada di kamarnya. Mereka terjatuh dan terguling-guling dengan tangan yang masih saling menjambak dan membenturkan dahi. Hingga…
Cekreekkk…
“Mas, sandalku di mas Hasbi kan ya? Itu tuh yang kita beli saat pa--- ,” kata Hamash sambil membuka pintu kamar Hasbi. Awalnya ia berpikir akan langsung dimaharahi Hasbi mengingat sebelum main, Hamash mendengar Hasbi dan Dika saling berteriak.
Tapi, apa yang dia lihat sekarang ini, sungguh ruarrr binasah sodara!!!
Bagaimana bisa, masnya yang kerempeng, gondrong dan nggak cakep itu menindih Dika? Si cewek cakep yang lebih cakep dari masnya, si cewek yang awalnya dia kira cowok. Anehnya lagi, mereka saling jambak. Ini mereka lagi sumo, gulat atau lagi praktek gaya kodok?
Hamash hanya bisa terbengong. Begitu juga dengan Hasbi dan Dika yang saling tatap, saling jambak dan saling menempelkan dahi.
Hamashlah yang pertama kali sadar dari kebengongannya. “Oh, sorry. Lanjutin aja.” Hamash lalu menutup pintu dengan keras dan keluar dari kamar Hasbi.
Sedetik... 2 detik… 3 detik…
Hasbi dan Dika mengedipkan mata dan kemudian sadar. “Arghhhhhh!!!!”
Tidak!!! Kesucian dahiku ternoda!!!
***