Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Teman Absurd

Bab 13 Teman Absurd

Benua kini terkapar di kasurnya yang besar, entah mengapa perasaannya kini tak karuan Benua kembali merindukan sosok neneknya, setelah mengantar Bening entah mengapa Benua seperti tak ingin kembali ke rumah, bukan, bukan tak ingin kembali ke rumah namun Benua tak ingin kembali merasa kesepian.

Kebersamaannya dengan Bening, entah mengapa kini menjadi salah satu hal yang dinantikan oleh Benua. Bersama dengan Bening membuat Benua merasa lebih hidup lagi, sejak kepergian neneknya yang cukup membuatnya benar-benar merasa sendiri membuatnya seperti tak peduli terhadap sesama, namun ketika Bening hadir, Benua bisa merasakan tawa, khawatir dan perasaan lain yang sudah lama tak pernah ia rasakan sejak kehilangan neneknya.

Benua terbangun, mengambil bingkai foto yang terletak di nakas kecil disamping kasurnya..

“Nek, kalau begini Benua kangen sekali bisa cerita apa saja yang Benua rasakan,” lirihnya sambil mengusap foto kebahagiaannya bersama neneknya di taman waktu dulu.

“Benua kenal dengan perempuan cantik Nek, kelihatannya dia juga baik, bisa tidak ya Nek, dia menghilangkan kesepian Benua yang ditinggal Nenek? Papa Mama tak pernah berubah, Benua yang selalu sendirian, tak pernah ada orang yang peduli dengan Benua seperti Nenek peduli pada Benua,” tutur Benua berbicara sendiri yang tak sadar Benua menangis.

Benar rasanya pernyataan bahwa lelaki hanya bisa menangis karena orang yang dia sayang, Benua yang terlihat kuat di mata orang-orang hanya bisa menangis karena neneknya, iya neneknya. Benua sangat menyayangi neneknya dan hanya neneknya lah yang bisa membuatnya menangis.

Kreeeekk!

Suara pintu kamar Benua terbuka.

“HALO MAS BRO!” Suara kawan-kawannya Benua mengejutkan Benua.

“Hah? Kalian mau apa ke sini?” Suara Benua yang masih terdengar berat, seperti orang yang habis menangis.

“Kamu kenapa Ben, kok mata kamu berkaca-kaca?” suara Nathan yang pintar sekali menebak keadaan Benua.

“Tidak apa-apa,” bantah Benua.

“Jujur saja kali Ben, kamu kenapa?” tanya Ferdian yang tahu Benua menutupi satu hal.

“Ini apaan? Kok foto kamu sama nenek kamu ada di kasur?” tanya Nathan yang menemukan foto Benua dan Neneknya yang terletak di kasur.

“Lagi sedih ya Ben, kangen nenek kamu?” tebak Ferdian tepat sekali.

“Apaan sih kamu?! Datang tiba-tiba!” bantah Benua seakan dia baik-baik saja.

“Ya elah Ben, aku kan sama kamu berteman bukan setahun dua tahun, sudah tahu kali aku,” ucap Nathan.

“Ya sudah daripada kamu sedih begini, kita keluar dari kamar saja yuk, mau tidak?” ucap Ferdian berusaha membuat Benua tak murung.

“Tidak mau, mau di rumah saja aku ah!” tolak Benua mentah-mentah.

“Ya sudah mana PS kamu? Mau main saja aku,” ucap Nathan seolah tak mau memperpanjang.

“Tempat biasa, ambil saja.” ucap Benua dengan raut wajah yang muram.

“Tidak ikut main?” tanya Ferdian.

“Tidak! Kalian saja!”

Benua memang seperti ini wataknya, dia hanya memilih diam dan asik dengan dirinya sendiri. Ketika dia merasakan sesuatu yang dia pendam, meski Benua bukan tipe orang yang pandai menutupi segalanya, ada kalanya dia dapat terlihat lemah di depan teman-teman, ya, hanya teman-temannya lah yang tau sisi lemah Benua.

Benua berjalan menuju balkon kamarnya sambil membawa gitar, ia memainkan sebuah nada-nada tak terarah, namun tetap sopan untuk didengar telinga, semilir angin malam ditambah pemandangan langit malam yang indah dengan taburan kilau bintang yang tersebar di atas langit.

Benua menatap langit seraya berkata, “Nek, Benua kangen banget sama Nenek, Nenek bisa liat Benua di sini dari atas sana kan nek?”

Tak terasa hari sudah mulai larut, teman-temannya tertidur pulas di karpet yang ada di depan televisi kamar Benua, mereka tertidur dengan kondisi kabel PS yang masih tetap menyala.

“Nih orang-orang ini ada saja kelakuannya, membuat kesal tapi lucu begini mukanya, hehe...” Benua terkekeh atas perilaku teman-temannya.

Bagaimana tidak? Mereka tertidur dengan posisi Nathan tidur di perut Ferdian dan juga sambil memeluk tubuh Ferdian layaknya guling.

Otak jahilnya Benua kembali aktif, ia mengambil handphonenya dan memotret teman-temannya dalam kondisi tersebut.

“HAHAHA! MAMPUS KALIAN! AIB KALIAN ADA SAMA AKU!!!” Tawa Benua begitu lepas, seakan lupa akan yang terjadi padanya tadi.

“Heh… kenapa kamu?” suara berat Ferdian yang terbangun akibat tawanya Benua.

“HAHAHA, TIDAK ADA…” ejek Benua terhadap Ferdian, sambil melirikan matanya sambil memerintah Ferdian untuk melihat ke arah matanya menunjuk.

“HEHHHH, NAJIS BANGET DEH KAMU!!!” teriak Ferdian kaget melihat Nathan tidur di perutnya dan juga seraya memeluknya.

Ferdian sontak langsung bangun, membuat kepala Nathan membentur lantai.

“ADUH!!! APAAN SIH?!” erang Nathan merasa sakit kepalanya terbentur lantai.

“Ya kamu apaan, masa iya kamu meluk-meluk aku, jijik banget tahu tidak?!” sunggut Ferdian kesal karena Nathan memeluknya.

“Idih kenapa juga aku peluk kamu? Lebih baik aku memeluk siapa kek, cewek montok atau apa! Kenapa juga aku peluk kamu?!” jawab Nathan tak sadar yang ia lakukan.

Benua mengeluarkan handphonenya dan menunjukkan foto,

“Nih lihat, HAHAHAHAHA!!!” ucap Benua seraya menertawai Nathan dan juga Ferdian.

“Hah, masa iya aku begitu?!” ucap Nathan malu.

“Nah, kamu sadar kan betapa jijiknya aku...” sungut Ferdian dengan gerak badannya yang bergidik geli.

“Aduh, Aa jangan marah gitu ah! Lagian perut Aa empuk sih ah, Neng kan jadi suka gitu,” ejek Nathan bergaya seperti perempuan yang menyibak rambutnya ke belakang telinga.

Bukannya meminta maaf Nathan malah meledek Ferdian, membuat Benua semakin tergelak, benar-benar tingkah teman-temannya ini sudah diluar batas pemikiran orang normal bagi Benua, namun Benua tetap menyukai kehadiran mereka yang dapat menghapus sepi di dalam hidupnya.

“Sudah-sudah, kamu tidak jelas sekali Nath, bukannya minta maaf malah meledek lagi,” ucap Benua melerai kedua sahabat-sahabatnya itu.

“Abang kan merasa ternodai neng, akhhhh,” ucap Ferdian justru menimpali candaan dengan raut wajah yang manja.

“ASTAGHFIRULLAH! Aku punya teman sudah benar-benar tak waras,” ucap Benua menggelengkan kepala heran terhadap perilaku kedua sahabatnya itu.

“Ngomong-ngomong ini jam berapa? Kata Mak, aku suruh pulang jam 10 masa, seperti anak perawan saja,” ucap Ferdian

“Jam 11,” jawab Benua datar.

“HAH, DEMI APA???”

“Nih lihat!” Benua menunjukan jam yang tertera di layar handphone-nya.

“Sudah lah aku pulang,” ucap Ferdian panik.

“Aku juga balik saja deh Ben, aku tidak membawa seragam, lagian si kamu ketiduran,” ucap Nathan seraya mendorong Ferdian.

“Dih menyalahkan aku. Kamu, kamu yang mengajak aku rebahan,” sahut Ferdian.

“Makin malam saja pulangnya kalau kalian ribut begini.” Suara Benua memecah keributan antara kedua sahabatnya itu.

“Jaket aku mana??” Suara Nathan heboh.

“MANA-MANA! NIH JAKET KAMU! MAKANYA KALAU NYARI PAKAI MATA!!” sentak Ferdian dengan raut wajah yang kesal seraya melempar jaket Nathan.

“Hehehe, jangan marah dong sayang…” ejek Nathan mencolek Ferdian.

“Najis!” sahut Ferdian.

Benua lagi-lagi hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kedua sahabatnya tersebut, benar-benar seperti anak kecil tingkah mereka, namun hal itulah yang mewarnai persahabatan mereka kurang lebih selama 4 tahun ini. Mereka tak pernah membiarkan masalah serius hadir di dalam persahabatan mereka, karena menurut mereka persahabatan tak memerlukan hal berat, hanya mengerti satu sama lain dan menghargai batas privasi masing-masing, dua hal itu yang dapat menjaga persahabatan mereka sampai sekarang dan bahkan sudah seperti layaknya saudara.

Next part.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel