Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

10. Uncle Dane

Jane baru saja tersadar, terakhir yang dirinya ingat ia masih berada di rumahnya ketika seseorang menyekap mulutnya dan mulai kehilangan kesadaran. Dan sekarang Jane mulai mengingat, suara yang berdenging di telinganya sebelum ia pingsan. Jane mencoba bangun dari tidurnya, tapi sepertinya semua terlihat sangat gelap dan ia tidak bisa melihat apapun.

Dalam keadaan terbaring, Jane merasa ia sedang tertidur di sebuah ranjang yang sangat nyaman.

"Tolong! Siapa saja..." Jane berujar nyaring dengan sisa tenaganya, kepalanya masih terasa pusing karena pengaruh obat bius. Tapi kegelapan yang ia rasakan ternyata berasal dari sebuah penutup mata, Jane berusaha membukanya namun lagi-lagi kedua tangannya tidak dapat di gerakan. Suara rantai dan rasa dingin di pergelangan tangannya menandakan bahwa Jane telah di sekap.

Tapi beruntung mulutnya tidak di sumpal oleh sebuah kain ataupun lakban, "kumohon.. siapapun.. tolong aku..." Jane berusaha membuka borgol tersebut meski ia tahu usahanya hanya sia-sia, setidaknya ia telah mencoba.

Terdengar suara pintu berdecit, membuat Jane tersadar ternyata tempat ini terbuat dari kayu.

Derap langkah kaki mulai mendekatinya, Jane beringsut mundur, tapi tertahan oleh borgol di kedua pergelangan tangannya yang sepertinya terkait di kepala ranjang. "Siapa itu?!" Ujar Jane yang mulai ketakutan, dalam keadaan tidak bisa melihat seperti ini mungkin saja orang itu dapat menyakitinya.

Langkah kaki tersebut berhenti, telinga Jane dapat mendengar ia berhenti tepat di samping Jane. Wajahnya mulai pucat dan dirinya tidak bisa berbuat banyak selain terbaring menyamping di atas ranjang tersebut. Deru nafas ketakutan mulai melantun dari bibir Jane, dan entah mengapa hal tersebut membuat seseorang yang berdiri di samping Jane itu menyukainya.

Bibir Jane bergetar, saat jemari kasar pria itu mengelus pelipis hingga dagunya. Menaikan wajah cantik itu agar sedikit mendongak hingga memperlihatkan leher jenjang milik Jane, "menjauh dariku!" Ujar Jane, entah keberanian dari mana tapi bibir itu mengeluarkan sebuah kata yang seolah menentang si penculik.

"Menjauh dariku! Akan ku berikan apapun yang kau inginkan" tambahnya, sayangnya tidak semua orang melakukan penculikan hanya karena dasar harta atau uang. Ada sebuah misi yang harus di selesaikan dan lagi Jane adalah wanita yang selama ini ia puja dalam diamnya. Jemari kasar tersebut mengusap bibir berwarna peach milik Jane, merasakan kenyal di sana dan membayangkan bagaimana bibir itu meronta meminta tolong.

Orang itu menyunggingkan senyum tipis, sangat tampan. Tapi tidak seorangpun yang mengira wajah tampan tersebut memiliki sifat psikopat. Memberikan rasa sakit kepada orang lain adalah kepuasan tersendiri baginya, apalagi orang tersebut meneriakan namanya dan mengumpat kepadanya, sungguh kegilaan yang indah, batinnya.

Jane membuang muka saat jari itu berada di bibir dan sekitar dagunya, dan sepertinya hal itu membuat sang penculik tidak menyukainya dan malah menampar pipi mulus Jane hingga memerah.

Plak!!!

Jane menjerit saat wajahnya terasa perih akibat tamparan, ia yakin sebentar lagi pipinya akan memerah.

Air mata Jane mulai mengalir dari kelopak matanya lalu merembes ke kain penutup mata tanpa sepengetahuan sang penculik, menangis dalam diam yang terdengar hanya suara nafas yang bergetar. Dahinya berkerut dan ia hanya bisa menggigit bibir bawahnya, berharap penderitaan ini akan segera berakhir sebelum sang penculik tersebut memulai kegiatan yang lebih kejam lagi.

"Aku mau pulang..." cicit Jane, keberaniannya pupus setelah penculil itu dengan mudahnya melayangkan tangan ke wajahnya. Itu artinya, ia dapat melakukan apa saja jika Jane berbuat di luar kemauannya. Tapi yang Jane ingin tahu adalah yang orang itu inginkan?

"Kau tidak mau uang, kau juga tidak mengijinkan aku pergi. Lalu apa maumu? Setidaknya biarkan aku melihat wajahmu, mungkin aku bisa memperbaiki kesalahan yang pernah aku buat kepadamu" jelas Jane panjang lebar dengan suara bergetar, rasa keingintahuannya melebihi rasa takutnya. Jane hanya ingin tahu, selama ini hidupnya baik-baik saja dan tidak pernah bermasalah sama sekali apalagi semenjak ia melahirkan Ben.

Ben...

Seketika ia teringat akan anaknya, apa anak itu baik-baik saja?

Tiba-tiba saja penutup matanya di buka oleh orang tersebut secara perlahan, Jane sedikit takut jika orang tersebut memiliki wajah bringas dan beberapa luka di tubuhnya. Jane bahkan belum siap untuk melihat keadaan dirinya di sekap, mungkinkah di tempat yang kotor dan lembab. Seketika semua memorinya kembali teringat kejadian beberapa tahun lalu dengan pria yang sangat ia benci.

Penutup matanya terbuka, Jane membuka kedua matanya secara perlahan guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke netranya. Jane mengerjap, bayangan buram mulai terlihat jelas di hadapannya dan membuatnya terkejut setengah mati.

Suara yang terakhir ia dengar sebelum ia kehilangan kesadaran ternyata benar dan bukan khayalannya saja, Jane beringsut menjauh namun lagi-lagi borgol itu menahan kedua tangannya dan ia hanya bisa terdiam seraya menatap pria itu...

Wajahnya terlihat sangat kacau dan tidak terawat, brewok yang tumbuh di rahangnya tidak teratur dan rambut gondrong pirang itu menghalangi wajahnya.

"Uncle Dane?" Panggil Jane, tidak percaya dengan kehadiran Daniel kembali di hidupnya. Ia pikir Dane telah meninggal beserta saudari kembarnya yaitu Stephany.

"Halo Lil one! Bagaimana kabarmu?" Tanya pria itu, mendengar suara itu kembali selama hampir beberapa tahun membuat Jane bergidik ngeri. Intonasi bicara dan suara besarnya mengingatkan Jane dengan perlakuan buruk Daniel kepadanya dulu.

"Kau sangat cantik Jane, apa Arthur selalu memberimu asupan gizi yang baik? Dan lihat tubuh ini, rasanya kau lebih berisi dari terakhir kali ku lihat." Kata Dane, ia memiringkan kepalanya kearah tubuh Jane seraya menyunggingkan senyum dan hal itu membuat Jane sedikit risih serta takut.

"Arthur pasti memanjakanmu dengan segala sesuatu yang mewah dan juga... seks yang hebat" Dane berbisik menekankan kalimat terakhir, alarm bahaya mulai menyala di kepala Jane. Mendengar pria itu menyebutkan kata seks Jane hanya berharap tidak ada perlakuan kasar lagi dari Dane.

"Uncle, jika kau menyimpan dendam kepadaku dan Arthur. Aku minta maaf, kumohon jangan sakiti kami lagi. Aku sudah bahagia dengan Arthur dan aku tidak ingin-"

"Shh!!!" Dane memotong kalimat Jane seraya menempelkan jemarinya di bibir wanita itu, membuat Jane mengernyit takut.

"Diamlah sweetheart... aku juga bisa membuatmu bahagia di sini, bersamaku..." ucap Dane, Jane makin ketakutan. Kegilaan mulai merasuki diri Pamannya itu, Daniel berkata seolah ia adalah pria yang baru saja keluar dari Rumah Sakit Jiwa. Tatapan dan cara bicaranya, tak ubahnya seseorang yang memiliki emosi labil dan Jane takut jika pria itu menyakitinya, bahkan mungkin lebih kejam dari dulu saat Dane menculik dirinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel