2. Nano-Nano Masa SMA
Sesampainya di kelas Molly langsung mengambil seragamnya kembali dan menuju toilet untuk mengganti pakaian olahraganya. Setelah keluar dari toilet, ia kembali masuk lagi karena perutnya sakit dan merasa sedikit mual.
''Hah, pasti karena susu tadi,'' gumam Molly membasuh wajah dan berkumur-kumur di wastafel. Ia muntah karena hanya minum susu setelah roti bakarnya gosong tak layak konsumsi dan ia baru saja berolahraga, ia tak biasa akan hal itu. Perut kosong ketika melakukan aktifitas berat memang tidak disarankan.
Setelah beberapa menit walau sudah tak merasa mual, tetapi perutnya masih sedikit sakit. Ternyata kelas masih kosong, karena ada dua kemungkinan, murid sibuk mengganti baju olahraga atau kabur ke kantin. Molly memutuskan duduk dibangkunya dekat jendela untuk memperbaiki suasana perasaannya.
Clekkk
Pintu terbuka dan Molly menoleh. Matanya membulat ketika menangkap sosok Arga berjalan ke arahnya.
''Minum ini, akan terasa lebih baik.'' Arga meletakkan sebotol air minum di meja Molly.
Curiga langsung terpancar dari mata Molly. Ia tidak punya waktu untuk merasa geer untuk sekarang, karena memang merasa agak haus. Tetapi tak dipungkiri bahwa dirinya sedikit merasa ngeri juga dengan kedatangan Arga membawa minuman seolah mereka telah lama saling kenal. Dan bagaimana Arga tahu kelasnya?
''Bagaimana kau tahu kelasku?'' Molly mengabaikan air itu dan fokus dengan pertanyaannya. Arga duduk dimeja sampingnya dengan ekspresi datar.
''Aku melihatmu tadi keluar dari toilet perempuan sambil memegang perutmu,'' jawab Arga santai.
''Minumlah,'' ucap Arga dengan nada memerintah dan kali ini Molly hanya menurut bukan karena terpaksa.
''Oh ya, Perkataan kamu tadi, aku anggap tidak ada. Aku tahu itu hanya akal-akalan supaya tidak berurusan lagi dengan Kakak kelas perempuan itu tadu,'' ucap Molly meletakkan botol air minum itu. Arga bangkit dan berpindah ke sisi Molly, ia meletakkan satu tangannya di meja seperti bertumpuh dan satunya lagi disandaran bangku Molly lalu wajahnya ia dekatkan dengan wajah Molly.
''Sudah kubilang aku tak mendengar kata penolakan. Sekarang kamu adalah pacarku,'' ucap Arga terlihat serius membuat Molly sendiri merasa ketakutan dan terintimidasi dengan tatapan Arga, namun ia berusaha melawan kalau tidak, Arga akan ngotot dengan perkataannya.
''Aku tidak m--"
''Molly!'' teriak Lolita memasuki kelas secara serampangan diikuti beberapa murid lain. Mereka pun terkejut saat melihat Molly dan Arga, apalagi dengan posisi seperti sekarang.
''Lolita!" seru pelan Molly dan Arga berdiri berbalik seperti akan pergi.
''Setelah pulang, tunggu aku di gerbang sekolah,'' ucap Arga lalu berjalan keluar kelas dan meninggalkan Molly yang akan dijejali berbagai pertanyaan oleh Lolita dan murid lain. Mati aku, pikir Molly.
Bel berbunyi, tanda pelajaran olahraga telah selesai waktunya. Untunglah Molly selamat kali ini dari keingintahuan murid lainnya setelah melihat ia dan Arga bersama.
Pelajaran yang tak akan pernah dimengerti Molly selamanya, matematika. Bukan berarti Molly benar-benar lolos. Lolita yang juga teman sebangkunya tak henti-hentinya memberi isyarat agar ia mau menceritakannya tentang dirinya dan Arga, tentu saja ia mengabaikannya atau pura-pura melihat ke papan tulis.
Molly harus menghindar dengan berbagai cara agar lolos dari pertanyaan teman-teman sekelasnya, mulai dari pura-pura ke kantin, toilet hingga ke tempat yang baru tiga kali ia datangi semenjak bersekolah disini, perpustakaan. Kecuali satu orang yang selalu mengekorinya, Lolita. Bahkan saat pulang sekolah seperti saat ini.
''Jadi beneran Kak Arga memintamu jadi pacarnya?'' tanya Lolita membuat Molly menghentikan langkahnya.
''Masih untung kalau meminta, orang dia langsung mendeklarasikannya aja kalau aku ini pacarnya,'' balas Molly merasa aneh juga dengan sikap Arga.
''Dan kau terima gitu?'' goda Lolita menyikut lengan Molly.
''Tidaklah, aku berusaha menolak, tapi bicara sama dia itu susah.'' Molly kesal sekaligus bingung mengingat bagaimana Aga melemparkan tatapan tajam padanya. Ia seperti merasa berhadapan dengan Guru Bimbingan Konselin ketika ketahuan bolos sekolah.
''Terima aja, dia itu salah satu murid yang banyak diidolakan selain Kak Canon tentunya,'' saran Lolita dan Molly memutar bola matanya merasa sahabatnya tidak memberikan solusi yang baik.
''Ini tidak seperti pikiranmu. Dia hanya mencoba menghindari sesuatu jadi---" Molly belum sempat menyelesaikan perkataannya lalu terperanjat ketika sebuah mobil berhenti di sampingnya dengan menurunkan kaca mobil sehingga ia dapat melihat jelas bahwa itu Arga yang berada dalam mobil tersebut .
''Ayo naik, aku antar pulang,'' ucap Arga dengan nada memerintah dan Lolita takjub melihat kejadian itu.
''Tidak usah. aku pulang sama Lolita kok, lagipula apa hak--'' sekali lagi belum selesai Molly berkata, Arga turun dari mobil lalu berdiri di hadapannya.
''Apa tidak keberatan jika hari ini aku mengantarnya pulang?'' tanya Arga sepertinya kepada Lolita karena ia sedang menatap Lolita yang tampak terperangah sehingga hanya membalas dengan anggukan kepala pelan.
Dengan sigap Arga menuntun Molly masuk ke mobil dengan membukakannya pintu dan Molly hanya mendengus sambil berkata, ''Dasar tidak setia kawan.''
Sepanjang perjalanan tak ada pembicaraan yang terjadi. Molly masih bingung dengan situasinya sendiri sedangkan Arga masih dengan sikap datar dan tenangnya mengemudikan stir mobil. Mobil kemudian berhenti tepat di depan rumah Molly.
''Bagaimana kau tahu rumahku?'' tanya Molly terlihat curiga. Apa dia ini penguntit? pikir Molly. Namun digelengkan kepalanya saat itu. Mana mungkin pria sekeren Arga menguntit dirinya yang hanyalah murid biasa. Ayolah ini bukan drama korea yang biasa ia nonton.
''Aku tahu segala tentangmu, namamu Molly kan?'' ucap Arga terdengar menyakinkan bagi Molly.
''Nama saja tidak tahu ... Iya! sekarang jawab pertanyaan aku tadi.'' Molly berdecak kesal. Bagaimana mungkin ia menjadi pacar orang yang bahkan tidak tahu betul namanya?
''Aku bercanda,'' ucap Arga namun ekspresinya tak menunjukkan hal itu malah menatap Molly serius.
''Baiklah, Kayaknya ini perlu dilurusin. Pertama aku tidak mau jadi pacarmu, kedua kita lupakan semuanya dan menganggap tidak kenal satu sama lain seperti sebelumnya,'' ucap Molly terlihat mantap, tetapi Arga menaikkan sebelah alisnya lalu mendekatkan dirinya pada Molly dan detik berikutnya menempelkan bibirnya pada bibir Molly. Sesederhana itu baginya.
''Tak ada penolakan." Arga kembali ke posisi semula dan Molly masih mematung ditempat seperti baru saja menerima hasil ujian dengan angka nol, bahkan lebih buruk menurutnya.
''Istirahatlah di rumah dan pikirkan semuanya sekali lagi,'' ucap Arga sambil tersenyum tipis.
Molly menatap tajam sekilas ke arah Arga, tetapi tidak mengatakan apapun setelah insiden tadi. Ia menutup pintu mobil dengan keras. Emosinya berada di ujung jurang, siap mengamuk kapan saja.
***
''Molly, Ayo makan malam,'' teriak Azka, saudara laki-laki Molly yang empat tahun lebih tua dari Molly. Kini ia duduk dibangku kuliah.
Molly masih belum bergerak dan duduk dikasur sambil memikirkan kejadian tadi siang, matanya mulai memanas dan mengeluarkan air. Bagaimana pun ia masih perempuan yang belum berusia tujuh belas tahun yang belum pernah dicium sebelumnya, apalagi jika wajah Canon yang terbayang.
''Dasar tukang memerintah! Dia kira bibir aku sapu tangan, main tempel-tempel aja. Malah ciuman pertama lagi, gila!'' gerutu kesal Molly melempar bantal dan boneka ke dinding
Tok Tok Tok
''Molly, cepat keluar. Entar ayam gorengnya habis loh,'' ancam Azka membuat Molly mendengus kesal dan membuka pintu dengan kasar.
''Iya! iya aku keluar.''
''Habis nangis?'' tanya Azka dengan nada curiga.
''Iya tadi aku nonton film, ceritanya kakak yang suka menghabiskan ayam goreng adiknya. Sangat mengharukan,'' ucap Molly asal menuju meja makan lalu meninggalkan Azka yang terkekeh.
Molly makan seperti biasanya. Karena menurutnya makan adalah cara pelepasan stres paling ampuh. Ibu dan ayahnya tak terlalu mau ikut campur urusan pribadi Molly apalagi tentang tangisan yang jelas terlihat dari matanya yang sembab. Bagi mereka persahabatan, cinta dan patah hati adalah bumbu-bumbu masa remaja yang pasti dirasakan anak seusia Molly, asal tidak mengarah ke hal-hal negatif.
Molly kembali ke kamarnya namun pintu ditahan oleh Azka dengan sebelah tangannya. Ingin memastikan sesuatu pada adiknya itu.
''Jujur sama Kakak, kenapa kamu nangis?'' tanya Azka terlihat serius kali ini, ia memegang pipi gembul Molly dengan kedua tangannya.
''Apa seseorang menyakiti kamu? Putusin kamu? Lupa kamukan jomblo, atau ada yang menolak surat cinta kamu dan patah hati?'' tanya Azka beruntun membuat kepala Molly pusing harus menjawab yang mana, dan tidak mungkin juga ia bilang bahwa ia menangis karena ciuman pertamanya diambil secara tiba-tiba oleh seseorang yang bahkan Molly tidak terlalu kenal dan mengaku sepihak sebagai pacarnya. Bisa ribet masalahnya.
''Molly tidak apa-apa kok, hanya saja beberapa hal buat Molly berada dalam emosi yang kurang terkontrol. Kak Azka pahamkan bagaimana itu masa SMA,'' ucap Molly meyakinkan Azka.
''Oke, tapi cerita yah kalau ada apa-apa, istirahatlah kalau begitu,"' ucap Azka mengelus rambut Molly sejenak sebelum masuk ke kamarnya sendiri yang berada tepat di samping kamar Molly sendiri.
***
Pagi ini Molly bertekad tidak mau terlambat lagi, jadi ia memutuskan bangun lebih pagi dari sebelumnya dan berangkat pukul 06:30 pagi. Dan benar saja saat sampai di sekolah hanya ada beberapa murid yang sepertinya piket pagi dan Canon. Ia melihat Canon sedang memasang sebuah pengumuman di papan mading sekolah.
''Pentas seni?'' baca Molly mendekat ke samping Canon.
''Ya, akan diadakan akhir semester nanti setelah ujian, kau mau ikut?'' tawar Canon sambil tersenyum ramah dan Molly hanya menyengir bahagia yang tak disadari oaki-laki itu.
''Aku tak berbakat dalam bidang apapun dalam seni.''
''Pasti ada. Sepertinya Arga akan tetap bernyanyi seperti tahun lalu, dia sangat mengesankan saat tampil bersama Equidos.'' Canon menoleh ke arah Molly yang tampak menunjukkan ekspresi tak suka saat nama Arga disebut.
''Jadi cerita itu benar?'' tanya Canon membuat Molly bingung.
''Apa?''
''Soal hubunganmu dengan Arga, bahwa kalian pacaran,'' ucap Canon menatap mata Molly dan suasana menjadi hening seketika, Molly bingung harus menjawab apa. Baginya ia sendiri tak tahu bagaimana hubungannya dengan Arga, pacaran? Hanya pengakuan sepihak, berteman? Mereka tidak pernah bercanda gurau bersama layaknya teman pada umumnya, mungkin hubungan tanpa status istilah yang lebih tepat. Lalu apakah gosip sudah tersebar luas sampai Canon mengetahuinya?
''Áku tidak bermaksud ikut campur. Tetapi anak-anak heboh membicarakannya,'' ucap Canon beranjak pergi.
''Kami--"entah mengapa Molly terasa sulit berkata tidak atau iya. Mengapa ia harus bimbang ketika Canon sudah jelas-jelas di hadapannya, orang yang ia kagumi bahkan mungkin disukainya. Apa gara-gara ciuman kemarin? jadinya bibir, otak dan hatinya tidak sinkron, pikir Molly bingung.
***