Permainan Petak Umpet
Hutan Pinus yang disebut dengan julukan Hutan Berbisik, letaknya di Kota Begonia Kekaisaran Qingchang. Hutan itu terdiri dari jajaran Pohon Pinus tua berusia ratusan tahun, dengan dibentengi Line Hills, membentang dari Barat Daya sampai ke Barat Laut kekaisaran.
Selain dikenal sebagai Wilayah Terlarang, hutan itu dipercaya sebagai tempat hunian makhluk-makhluk Ajaib. Tapi itu tak pernah dilihat siapapun, bahkan penduduk dari Kota Begonia sendiri.
Ada kabar angin berhembus dari kelompok pengumpul kayu bakar, bahwa kerap kali ada suara-suara aneh, terdengar menggeram dari dalam Hutan Berbisik itu.
Deretan pohon-pohon pinus tinggi yang menjulang ke langit, dahan-dahannya menjulur ke cakrawala, itu Nampak seperti jari-jari penyihir, menari-nari menjaring sinar matahari, yang menyelinap di antara ranting-rantingnya. Semua itu membuat suasana hutan terlihat mistis.
Empat anak kecil berlari-lari di tepian Hutan yang sarat Pohon Pinus itu, tak ada rasa takut sedikitpun, meski peraturan melarang hutan apapun mendekati Hutan Berbisik.
"Mari kita mulai permainan! Hayo mengadu undi, siapa yang menjadi penjaga gawang terlebih dahulu." Teriak gadis kecil yang dominan itu, disambut cekikikan gelak tawa.
Empat bocah itu, memulai permainan petak umpet, suatu permainan tradisional anak-anak, yang dimainkan setidaknya tiga. Permainan ini jauh lebih menyenangkan jika di mainkan di luar ruangan, di banding di dalam ruangan.
Avena yang menjadi pecundang Ketika hasil undian. Wajahnya seketika murung.
Kiran mulai menghasut.
"Mari kita bersembunyi sedikit pada kedalaman hutan. Biarkan Avena menjadi pecundang berulang kali, sampai game ini berakhir. Kita buat ia menangis!"
Kiransuka menggoda Avena yang menurutnya ngebossyitu. Kiran menyelinap di antara batang-batang Pohon Pinus, sedikit lebih dalam, makin melanggar aturan Hutan Larangan.
Avena menutup matanya dan mulai menghitung mulai angka 1 sampai 20. Kiran telah bersembunyi, Kai dan Ming masih berlari mencari tempat yang sulit untuk didapat Avena. Kemudian keduanya menyelinap antara pohon-pohon di tepi jalan, tidak seberani Kiran.
Pada awalnya semua terlihat baik-baik saja.
Avena tidak sadar kalau dia di kerjai oleh tiga kawan laki-laki itu. Wajahnya masih terlihat manis pada awal permainan. Senyum selalu terlihat di bibirnya. Tapi tiga anak laki-laki berusaha menahan tawa, di tempat persembunyian.
"Kalah! Kamu kalah lagi!" Kiran bersemangat menertawakan Avena Ketika gadis itu menjadi pecundang lagi.
Permainan kedua dimulai, ketiga hingga berulang kali avena selalu kalah di dalam permainan hide and seek itu.
Pada putaran kelima permainan, tatkala lagi dan lagi Avena menjadi pecundang - harus menjadi penunggu benteng permainan itu, wajah nya berubah menjadi keras.
Senyum ceria pudar sudah. Avena memasang wajah datar. Sesungguhnya dia bukan satu orang gadis kecil yang lugu.
Diam-diam Avena menganalisa kejadian demi kejadian selama lebih dari lima putaran permainan.
“Awas saja kalau kalian bermain gila.” Batin Avena.
Ketika itu,
"Kamu kalah lagi!" Kiran terbahak dan berlari riang. Ia bersembunyi di kedalaman hutan, tersembunyi dan sulit ditemukan. Kirasn makin lupa. Ini adalah Hutan Terlarang.
Sementara Avena mulai menunjukkan raut tidak puas. Wajahnya seakan jatuh ketanah. Senyuman gadis yang baik hati telah lama pudar. Avena membatu. Sikapnya menjadi mirip dewi perang!
Avena adalah satu-satunya gadis di antara empat sekawan itu. Selain itu usianya paling tua - 12 tahun, selama ini dia memaksa untuk selalu bersikap ramah terhadap tiga kawan laki-lakinya. Tapi sekarang ia dilanda amarah yang mendalam.
"Sudahlah pasti ada yang mengatur hal ini. Kita lihat saja nanti," batinnya dendam. Avena memerhatikan. Kiranlah yang paling ramai bersuara menertawakannya. Seketika Kiran menjadi target Avena.
"Aku benci Kiran yang berulang kali berhasil mempecundangi aku dalam permainan ini. Tujuh putaran permainan berlalu dan aku selalu duduk diam disini, itu hanya sebagai penunggu benteng seperti orang bodoh"
Avena mulai kalap.
Suatu ketika, kesempatan itu datang. Ketika Dewi Keberuntungan memberkati Avena. Gadis itu menuai tawa girang.
Avena berhasil memenangkan permainan petak umpet, sementara Kiranlah yang menjadi Pecundang. Avena mengulas senyum licik di wajah. Avena bertekad membalas dendam dengan caranya sendiri. Ia akan membujuk dua anak laki-laki lain kawan lainnya, Kai dan Ming.
Ketika itu, di tempat tersembunyi, Avena memulai sandiwaranya.
"Apakah kalian tidak merasa kalau hari telah sore? Mungkin sebentar lagi senja akan tiba.” Drama dimulai.
“Alangkah baik kalau kita bersembunyi di rumah masing-masing. Kita biarkan Kiran bodoh itu mencari-cari kami sampai malam menjelang." Avena mulai menghasut.
"Ini Tindakan tidak terpuji bukan?" Ming melirik Kai, meminta pendapat.
Keduanya jelas tidak setuju dengan permainan licik yang diajukan oleh Avena. Ming memprotes sikap tidak sportif yang ditunjukkan oleh Avena.
"Bagaimana nanti, jika Kiran masih mencari-cari kami bertiga dan malam makin datang? Dia anak yang nekat. Ku khawatirkan, kalau dia nekat dan masuk kedalam hutan terlarang." Wajah Ming meragu.
"Aku tidak setuju !" Kata Ming berusaha memihak Kiran.
Avena merenggut. Raut mukanya memburuk.
Gadis itu mencibir, suaranya terdengar tidak puas. Tanyanya pada Kai, mencoba mengabaikan Ming
"Lalu kamu sendiri bagaimana Kai?
Apakah akan mengikuti saranku? Apakah kamu mau bersekutu dengan Ming itu?" Avena menunjuk dengan bibir, terlihat tak senang akan pembelaan Ming.
Kai tidak menjawab lugas pertanyaan itu. Dia ragu-ragu, antara memilih mengikuti permainan licik Avena ataukah ikut dengan Ming yang jujur itu.
Tik - tik -tik! jarum jam berbunyi, detik-detik berlalu.
Avena menahan nafas. Kai adalah penentu keputusan. Avena melihat gelagat tidak baik. Dan dia dengan licik mulai memainkan sandiwara.
Seketika matanya berubah berkaca-kaca suaranya bergetar dengan dibuat-buat agar dua anak lainnya jatuh iba.
"Baiklah kalian berdua lebih menyukai Kiran dibanding Avena gadis kecil ini."
Tangan Aven merogoh kantong bajunya, kemudian jatuhlah satu benda bulat, menggelinding di tanah. Benda berwarna perunggu dengan lubang berbentuk segi empat di tengah-tengahnya, menarik perhatian dua anak laki-laki.
Ting! Ting... Benda itu menggelinding, gemerincing terdengar ketika membentur batu.
Mata Ming dan Kai membelalak. Koin perunggu! Keduanya mendesis kaget. Koin Perunggu nilainya lebih tinggi dari koin tembaga, apalagi koin besi biasa. Itu jumlah yang banyak! Dengan jumlah sebanyak itu, mereka dapat menghabiskan dua mangkuk bakmi hangat!
Avena ceroboh melakukan gerakan menunduk mengambil koin perunggu, tapi dengan sengaja mempertontonkan nilai mata uang tersebut.
"Sepuluh koin perunggu!" Dua anak laki-laki itu makin terbelalak.
Dengan dramatis, Avena berbicara.
"Nilai sebanyak ini, aku pikir cukup untuk kami bertiga berbelanja jajanan mengenyangkan perut, di sore hari!"
Kooorr! Kai dan Ming bertatapan. Perut mereka bernyanyi.
Bunyi menggelegar dari perut dua anak laki-laki terdengar, dan Avena melebarkan senyuman.
“Aku menang.” Batinnya licik.
Ia tak berhenti disitu saja. Gerakannya menjadi centil, berpura-pura akan pergi.
"Kata ibuku, dengan jumlah sebanyak ini, aku boleh mentraktir kawan-kawan untuk menyantap bakmi bawang di kios Bibi Mei Ling."
Langkahnya lambat, matanya melirik penuh penyelidikan ke arah Kai dan Ming. Selanjutnya ia berpura-pura dengan gerakan tidak peduli, melangkah ke persimpangan jalan. Tapi dalam hatinya ia tahu.
"Perang ini sudah kumenangkan. Mutlak!" Senyuman licik tersungging di bibir.
Pada langkahnya yang ke lima - langkah yang dibuat selambat mungkin, Ming dan Kai menyerah. Kedua anak laki-laki seketika menggandeng lengan Avena akrab.
"Kiran akan sadar dengan sendirinya nanti. Ketika dia tidak menemukan kita dalam 30 menit kedepan, sudahlah pasti dia akan pulang. Terlalu bodoh menanti-nanti di Hutan Terlarang, ketika malam menjelang!" Avena menggandeng Kai dan Ming, masing-masing kanan dan kirinya. Ketiganya bersenandung lahu rakyat, berjalan cepat-cepat ke warung Bibi Mei Ling.
"Aku akan menyantap dua porsi bakmi!" Suara Ming keras.
Kai ikutan protes.
"Bukan kamu saja yang ingin demikian. Bodoh, aku pun lapar. Mungkin tiga porsi akan muat di perutku!" Kai tak kalah bersemangat.
Avena lebar tertawa,
"Makan sepuasnya!. Hari ini gadis manis Avena mentraktir kalian berdua. Kiran terlalu bodoh dan lugu, mengira kami masih bersembunyi di Hutan Berbisik itu!"
Merekapun pergi bersenang-senang, meninggalkan Kiran yang terlupakan.
++++++
Anak laki-laki itu melangkah perlahan. Saat ini dia berjalan di atas jalan setapak yang ditumbuhi rerumputan liar dan bunga-bunga liar. Kulitnya sesekali bersentuhan dengan bunga-bunga hutan yang tinggi. Sensasi aneh tapi menyenangkan penuh di hati.
Dua jam telah berlalu, sejak Kiran mencari-cari keberadaan Avena, Kai dan Ming bersembunyi, tapi tak kunjung jua ditemukannya.
Kiran mulai berasumsi jelek.
"Tiga anak bodoh itu pasti berani bersembunyi lebih dalam di antara Pinus-pinus ini. Jika mereka berani, mengapa aku harus takut dengan Hutan Berbisik ini?" Batinnya memberi semangat.
Kakinya pun melangkah semakin dalam, ke jantung Hutan Berbisik.
Mulut boleh berkata kalau dia tak takut melanggar aturan. Tapi sesungguhnya Kiran sangat takut. Hukuman pelanggaran sangatlah menakutkan di mata rakyat Qingchang.
Saat itu langit telah senja. Cakrawala berubah muram. Sinar matahari meredup, dan suasana Hutan Berbisik dengan cepat berubah menjadi menakutkan. Bunga-bunga yang menyentuh lembut kulit, berubah menjadi semak kasar, berduri.
Kiran tersadar. Hari telah malam.
Rembulan tampak bulat, cahayanya masuk di sela-sela daun-daun Pinus, panjang seperti jarum. Perasaan panik kini melanda. Tapi Kiran masih berusaha tenang. Dia berhenti sebentar. mencoba mengingat-ingat lagi, jalan mana yang dia lalui hingga menembus ke jantung hutan.
Semakin Kiran berusaha berputar melewati jalan yang awal dilaluinya, yang ada malahan dirinya tersesat semakin dalam. Kiran berputar-putar di tempat, kembali dan kembali ke posisi awal Ketika dia melangkah tadi. Lama-lama Kiran merasa seperti terlempar ke suatu tempat yang asing, pemandangan penuh deretan bukit-bukit kecil.
Kiran semula tak mengira kalau itulah yang disebut dengan nama Line Hills.
Di atas barisan bukit-bukit itu Kiran melihat tembok tinggi berlapiskan asap tipis, memancarkan aura mistis yang membuat bulu kuduk meremang.
Seketika Kiran panik !
"Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa ke tempat menyeramkan begini?"
Kiran menggigil ketika tersadar itu batas wilayah dengan Negeri Chossa.
++++++
Malam semakin larut.
"Apakah aku akan mati di sini?" Mata Kiran berkaca-kaca, kakinya gemetar dan perutnya berbunyi pertanda lapar melanda. Tapi hanya tiupan angin dingin yang menemani rasa takutnya.
Rasa sedih melanda ketika ingat Arhun Wang - ayahnya yang terbaring diatas ranjang, kaku karena penyakit. Hatinya semakin sedih. Dia berusaha berpikir jernih dan memilih satu pohon berbatang lebar, bersandar mencoba istirahat.
"Semoga saat matahari terbit nanti, aku memiliki keberuntungan. Mencari jalan keluar di siang hari jauh lebih mudah." Dia menghibur diri.
Malam semakin larut dan anak itu lemas karena lapar.
"Tidur dapat menghilangkan rasa lapar!" Kiran meyakinkan diri sendiri.
Dia baru saja akan memejamkan matanya, ketika di ketinggian langit diatas sana, tampak dua titik kecil yang saling berkejaran. Sesekali kerlipan kecil itu meletup mirip percikan api kecil, dan sangkanya itu hanya satu fenomena alam belaka.
Dengan mata yang terkantuk Kiran memerhatikan ke langit. Sikapnya cepat berubah serius.
"Itu bukan fenomena alam. Tapi itu adalah dua makhluk hidup yang terbang berkejaran di langit!" Kiran berdiri, tidak lagi bersikap tenang.
Mula-mula dua titik itu membesar. Wujudnya terlihat menyerupai benda lonjong dengan sayap lebar. Makhluk itu berparuh. Warnanya merah menyala.
Kiran menyipitkan mata. Ia memerhatikan baik-baik. Makhlukb 3. Petask itu terlihat seperti gambar-gambar tentang Makhluk Legendaris Benua Ayax!
"Phoenix! Benar itu Phoenix!" Kiran tertahan, berteriak tapi tak ada suara. Dia pernah melihat gambar makhluk itu di perpustakaan sekolah – dulu ketika perang belum terjadi.
Yang lebih mengejutkan lagi, benda yang satunya ternyata sebuah kapal!. Kapal yang dapat terbang, yang disebut dengan Kapal Roh!
Duar !
Letupan api meledak keluar dari arah kapal roh, dan mata Kiran terbuka lebar.
"Ini pemandangan langka! Kapal Roh dan Mahluk legendaris, saling kejar dalam pertempuran!" Kiran merinding.
Di atas kapal roh ada sepuluh orang, semua mengenakan jubah Ahli Pesona, dan berulang kali menembak makhluk besar itu menggunakan api. Api itu meledak keluar ketika mereka melambaikan tangan!
"Celaka!" Batin Kiran ngeri.
"Ini bukan khayalan. Ini adalah kejadian pertempuran nyata antara makhluk legendaris melawan sepuluh ahli pesona - Pyromancer dan Hydromancer !"
Catatan : Pyromancer adalah Elementalist- pengendali api, sedangkan Hydromancer adalah Elementalist- pengendali air. Untuk pengendali angin disebut Aeromancer sedangkan penguasa tanah disebut Geomancer.
BERSAMBUNG.