Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pendongeng Bernama Niraj Singh

Hari masih saja gelap matahari masih lama akan terlihat, angin dingin bertiup, membuat penduduk Kota Begonia makin lelap, semua mengencangkan selimut menutupi leher. Udara membeku.

Tapi di jantung Hutan Berbisik, di antara bayangan pohon pinus yang bergoyang, pada lapangan kecil berumput tebal, terlihat sekelompok orang mondar-mandir. Langit ketika itu jernih tak berawan, mulai berwarna biru gelap, pertanda subuh telah menjelang.

Swish!

Mendadak langit yang bersih itu, ternodai dengan tiga kapal roh berukuran sedang. Kapal-kapal itu semuanya terbuat dari Kayu Padauk, kayu khusus dengan serat kayu alami berpendar indah di langit yang masih gelap.

Sebagai keterangan, Kayu Padauk adalah sejenis kayu digunakan untuk membuat kapal milik keluarga kaya, karena selain harga jualnya yang mahal, Kayu Padauk sendiri adalah bahan kapal roh yang langka. Ukiran dan motif alaminya, itu yang membuat kayu ini diburu orang kaya.

Kapal-kapal roh itu terbang dari perbatasan Line Hills di seberang batas dua kekaisaran.

Sesekali, lampu sorot dari ketinggian, bercahaya, dengan batu-batu alam Moonstone, arahnya ke semak-semak dan menembus rimbunnya daun pinus.

Kaum militer berjumlah 100 orang itu, terlihat mondar-mandir, tak kalah sibuknya, ikut mencari-cari sesuatu di bagian tepian Hutan Berbisik.

Pria gagah berusia tak lebih dari 30 tahun, ikut mencari-cari.

Dia mengenakan seragam militer berwarna hitam kombinasi putih. Detail bordir berwarna perak, tampak rapi, sepertinya dikerjakan oleh penjahit profesional. Ditambah lagi, di bahunya, ada simbol kepangkatan militer, yang menjelaskan, kalau dia seorang Militer berpangkat Kapten.

Tubuh jangkungnya, ditambah raut menarik, makin membuat tampilan seragam militer itu, terlihat seperti dirancang khusus buat dia. Namanya adalah Kapten Bao, pria keturunan Qingchang tapi mengabdi menjadi antek-antek Kekaisaran Hersen.

Kapten Bao mencium sisa-sisa debu terbakar, yang tertinggal di lapangan berumput - itu adalah debu The Flame.

"Ini bukan seperti yang aku sangka. Tak ada jejak sihir atau energi. Ini bukan debu sang Phoenix." DIa menghentikan pemeriksaannya, kalut karena mulai putus asa.

Hening dan sepi. Tak satupun anggota militer yang mengeluarkan suara.

Tapi suara itu terdengar membelah pagi, tak kalah dingin dengan udara saat itu.

"Kapten Bao.

Apakah anda telah mencapai pada kesimpulan, kemana perginya sang Phoenix buronan itu?"

Ini kejutan. Tapi Kapten Bao merasa akrab dengan suara tersebut.

Dengan malas ia memalingkan wajah, mencari melihat apakah benar tebakannya.

"Gadis ini lagi!" Kapten Bao berusaha tidak terlihat kesal, ketika ia melihat perempuan muda berambut putih yang berdiri di belakangnya.

Perempuan berkulit putih sepucat bulan di musim salju. Matanya berwarna perak mirip mata rubah pegunungan bersalju.

Dia tinggi dan langsing, juga mengenakan jaket khusus yang diperuntukkan bagi ahli Pengolah energi Pesona, atau yang dikenal dengan Magus resmi Kekaisaran Hersen. Celana ketat menghiasi kaki panjang, tapi kurus. Meski asing, tapi perempuan itu tampak menakjubkan.

Kapten Bao menyipitkan mata.

"Eve Whitehouse, Pyromancer level dua." Kapten Bao membungkuk memberi hormat, tapi gerakannya terlihat malas, tak mirip orang yang memberi hormat.

Gadis berambut putih itu telah beberapa kali bertemu dengan Kapten Bao. Keduanya sering terlibat dalam misi penyelidikan seperti ini. Tapi Kapten Bao tidak menyukai Eve itu.

"Dia terlalu sombong.Sangkanya di dunia ini, seorang Pyromancer lah yang patut mendominasi dunia." Kapten Bao tersenyum, tapi dalam hatinya merendahkan perempuan itu.

"Apakah aku akan bersikap konfrontasi, ataukah harus mengalah?"

Kapten Bao bukan ahli sihir. DIa seorang knight. Tapi pelatihan knight pun dilakukan bersama seorang penyihir di akademi resmi.

"Apakah gerangan yang membuat Nona Eve, datang di pagi benar?"

Eve gadis berambut pucat itu melangkah mendekati Kapten Bao.

"Bukankah kedatangan kita sama adanya? Hanya saja anda mewakili pihak militer, sedangkan aku mewakili pihak Ahli Pesona. Kita berdua sama-sama pekerja investigator."

Gadis bernama Eve itu mulai berbicara. Dia tak memberi kesempatan Kapten Bao untuk bersuara.

Terus berbicara, tak peduli akan Kapten Bao yang terlihat mulai tak sabar...

Diceritakannya awal mula kejadian Phoenix yang mereka cari. Katanya, bahkan puluhan Pyromancer dan Hydromancer terbaik - memburu Sang Phoenix, tapi yang ada nasib mereka menjadi buruk.

"Baru saja aku melihat di seberang tembok, reruntuhan kapal roh Kekaisaran Hersen, yang hangus terbakar. Puluhan mayat hangus tak dikenali. Ini kejadian memalukan! Satu Phoenix gila, dia mampu memporak-porandakan puluhan penyihir, lengkap dengan kapal roh!"

Kapten Bao hanya diam. Jauh sebelum Eve itu datang, ia telah memperoleh semua informasi. Dia memiliki banyak mata-mata di seberang tembok. Ia tak membutuhkan informasi gadis pucat ini.

Eve seperti tidak mau peduli.

Ia berbalik mengancam Kapten Bao.

"Ku dengar, ketika Phoenix gila itu bertempur, itu adalah jadwal anda berjaga malam. Yang aku herankan, mengapa militer tidak seorangpun bergerak membantu para ahli Pesona." Eve menatap Kapten Bao dengan dingin.

Pria itu berubah wajahnya menjadi tidak sedap.

"Apakah ini berarti anda menuduh Kapten bau ini bersekongkol dengan Klan Phoenix merah?"

"Hoho... Aku tak mengira Anda berani bersikap seperti itu. Menuduh kami dari pihak militer, tanpa bukti yang kuat itu bisa ku jadikan serangan balik. Hati-hatilah mengeluarkan kata!"

Hening sebentar. Eve dan Kapten Bao saling menatap. Tak ada yang mau mengalah untuk mengedip mata terlebih dahulu.

Akhirnya.

"Kupikir ketika Emperor Oberon The Enchanter tahu kalau Phoenix itu kabur,

dia pasti murka. Rencana menyatukan kekuatannya dengan Phoenix akan tinggal .

Dan jika ia tahu, Phoenix itu meloloskan diri dari pengamatan militer di wilayah Qingchang yang jadi tanggung jawab anda, hatinya tidak akan senang."

Eve memasang wajah licik.

"Phoenix itu ditahan di penjara sihir Spellhold, yang semua kuncinya pasang jampi-jampi dan mantra sihir.

Apakah anda yakin, bahwa tidak sabotase di penjara Spellhold ?"

Spellhold adalah penjara yang menampung manusia dan makhluk yang memiliki kekuatan sihir. Penjagaannya sangat ketat, selain pihak militer, ada berpuluh-puluh ahli pesona - Pyromancer, Hydromancer dan yang lainnya.

Kapten Bao terkejut atas tuduhan tersembunyi itu. Ingin rasanya ia menampar mulut perempuan penyihir.

Beruntung hari masih gelap. Wajahnya yang berubah buruk, tersamarkan suasana remang-remang. Tapi Kapten Bao berusaha terlihat santai.

Dia menarik nafas dalam-dalam, tanpa suara dan berkata dengan dingin.

"Tentang hal ini, semuanya akan investigasi langsung atasanku. Semua akan diperiksa sesuai dengan tata cara militer. Anda tak berhak sembarang tuduh!"

Kapten Bao, berjalan lurus cepat-cepat. Dia sengaja menyenggol Eve, bersikap seolah-olah tak ada siapapun di depannya.

Slap!

Eve terpaksa bergeser, jika tak ingin tertabrak Kapten Bao. Kapten Bao melirik sebentar. Kata-katanya sedingin es.

"Aku tak bermaksud kasar. Tapi masih banyak urusan yang harus ku kerjakan, daripada berdebat tak jelas ini."

Tubuh tingginya, menghilang di antara kaum militer yang lain, tersisa Eve termangu-mangu sendiri.

GAdis itu menyipitkan mata, dia menatap kepergian Kapten Bao dengan benci.

"Aku tak percaya orang-orang keturunan Qingchang Empire. Menurutku mereka mereka hanya berpura-pura tunduk kepada Kekaisaran Hersen kami!"

Matahari telah terbit di ufuk Timur. Burung-burung pagi mulai berkicau.

Tapi sampai detik itu, jejak keberadaan The Flame, hilang ditelan Bumi - tak ada petunjuk sama sekali.

++++++

Bangun!

Kiran terkejut. Suara Kora Wang terdengar keras di telinganya.

Mimpi indah Kiran terganggu sudah. Dalam mimpinya, dia melihat cahaya kemerahan menyilaukan membakar tubuhnya. Tapi kejadian selanjutnya tak dapat dia ingat jelas.

Kiran merasa kondisi tubuh yang nyaman. Ia tak mengerti apa penyebabnya. Tapi yang jelas setelah rasa sakit terbakar api merah kuning - di mimpi, sekarang tubuhnya berubah nyaman.

"Kiran! Ini telah pukul 20.00. Kamu tidur lebih dari setengah hari.

Cepat bangun dan bersihkan tubuhmu. Entah kegiatan apa yang kamu buat di malam sebelumnya, yang pasti sekarang kau terlihat berantakan!" Kora Wang menghardiknya sekali lagi.

Kiran beringsut-ingsut berdiri, mencari sisa-sisa air lalu membersihkan tubuhnya.

Entah mengapa dia merasa ada banyak kotoran seperti lendir pada kulitnya. Berbau dan menjijikkan.

"Apa yang terjadi denganku?" batin Kiran tertegun.

Hal terakhir yang diingatnya hanyalah kenangan bermain hide and seek di Hutan Berbisik. Sesudahnya ia lupa sama sekali.

Tapi gelisah itu hanya sebentar saja. Tak lama ia teringat dengan rencana-rencana seru dengan kawan-kawannya. Avena, Kai, dan Ming. Kiran tak ingat sama sekali tentang kejadian di Hutan Berbisik.

"Malam ini di Brimm The Liquidator, Tuan Niraj Singh - sang Pendongeng akan tampil. Jika aku tak bergegas kesana, malam ini Tuan Niraj akan bertutur tentang kisah penyihir putih, Sage Alaric."

Kiran menjadi bersemangat.

Berjalan sendirian menuju Brimm The Liquidator terasa lebih menyenangkan. Herannya ia tidak melewati Hutan Berbisik, yang seharusnya lebih dekat lintasannya dibanding berputar melalui arena kota.

Entah mengapa malam ini terasa lain.

Kiran merasakan angin berhembus, lembut menyentuh kulit. Tapi bulu kuduknya berdiri. Belum pernah ia mengalami hal semacam ini.

"Mungkin karena aku tidur terlalu lama." Ia menyimpul dengan sederhana.

Tak lama, dia tiba di pusat Kota Begonia yang ramai itu. Tidak terlalu banyak orang yang hilir mudik untuk menghabiskan uang, bersenang-senang di masa susah seperti sekarang.

Bukan kaum pelancong atau orang kaya penuh di jalan, tapi ia memerhatikan, lebih banyak pencopet.

Brimm The Liquidator terlihat di depan mata.

Kiran merapat pada jendela di sisi Barat rumah arak itu. Dia langsung bergabung dengan tiga anak lainnya, Ming, Kai dan Avena. Ketiganya terlihat menunduk, mencuri-curi lihat kebagian dalam ruangan tempat atraksi di gelar..

"Apakah sudah dimulai?" tanya Kiran mengagetkan.

Tiga kawannya terkesiap melihat kedatangannya. Merasa Kiran tak menanyakan kejadian kemarin, mereka berusaha bersikap biasa saja.

"Ssst.. Mari kita dengarkan dongeng itu" Avena membuat gerakan telunjuk di bibirnya. Dan perhatian semua anak terkonsentrasi pada atraksi di dalam ruangan.

Suara itu terdengar melantun. Dialeknya asing, ia seperti membaca pantun berirama. Suaranya merdu seperti tiupan seruling.

Di langit terdengar dentuman merdu,

Sage Alaric menunggang Phoenix pun pergi menuju,

Warlock hitam berkendara roc iblis berwarna kelam,

Bersiap-siap bertempur di tengah angkasa nan luas tak terkira ramai.

Sage Alaric gagah berani,

Seiring Phoenix nya terbang, dia mengutuk Warlock yang berenergi gelap.

Sage dan Warlock saling serang, tak terpatahkan kekuatannya,

Sage berperang demi melindungi tempat tinggalnya, negeri yang selalu sehati, dan Warlock berniat menjadi penjajah.

Namun Sage mereka bukanlah main-main,

Roc iblis berwarna hitam mengeluarkan serangan dahsyat pun tiba-tiba menjelang,

Sage Alaric dan Phoenix segera bertahan,

Berjuang habis-habisan, agar kemenangan pun sempat diraih dan dirinya tak kalah.

Pertempuran sengit berakhir dengan gemuruh,

Tapi Sage Alaric dan Phoenix keluar sebagai juara,

Bergaya gagah dan penuh kebanggaan,

Karena negerinya menjadi aman dan tentram dijaga secara para-berkala.

Blam !

Seisi ruangan Brim the Liquidator menjadi heboh. Semua pendengar di rumah minum itu tercekat.

Niraj Singh sang pendongeng dengan sengaja mengubah alur sejarah sesungguhnya!

Seharusnya yang menang pertempuran adalah Warlock, Kaisar Hersen Emperor Oberon the Enchanter.

"Pendongeng itu tak takut dengan kematian!"

"Dia sungguh berani mengubah cerita dongengnya."

Pengunjung yang ketakutan bergegas meninggalkan Brim the Liquidator. Tak ada yang ingin terlibat dan di cap pemberontak oleh pihak kekaisaran penguasa.

Benar saja!

Tak lama kemudian lampu-lampu sorot di tembak dari angkasa, membuat Brimm The Liquidator menjadi terang benderang. Keadaan semakin geger. Tapi Niraj Singh seperti tak peduli. Suaranya makin keras bernyanyi membawakan pantun yang dibelokkan cerita sejarahnya itu.

Keadaan bertambah kacau.

"Diam!"

Perempuan berambut pucat itu berdiri di depan pintu Brimm the Liquidator. Wajahnya dingin menyorot ke arah Niraj Singh yang tidak peduli, tetap berpantun dengan isi yang terbalik itu.

Eve Whitehouse melambaikan tangan. Kabut merah itu keluar dari tangannya, menjalar dengan hawa panas mematikan. Niraj Singh tak bergeming sedikitpun. Ia tak takut api sepertinya. Eve Whitehouse melotot, ingin rasanya membakar habis pria pendongeng itu.

Sayangnya hukum di wilayah Kekaisaran Hersen dan jajahannya amat ketat. Tak boleh sembarang membunuh, apalagi di tempat umum. Terlalu banyak keluhan dari negeri jajahan Hersen yang mengeluh akan perbuatan sewenang-wenang petugas Hersen, sehingga Kaisar kuatir kalau pemberontakan akan terjadi nanti.

Itulah sebabnya dia melarang semua militer dan Ahli sihir untuk berlaku sewenang-wenang dan tidak diizinkan membunuh di sembarang tempat, kecuali dalam keadaan genting. Tapi Niraj Singh tidak bersenjata sama sekali, jadi tak ada alasan untuk membunuhnya.

Eve Whitehouse kehilangan kesabarannya, ketika itu satu sosok berkelebat cepat - begitu cepat sehingga mirip seperti peluru ditembakkan.

Bayangan itu dengan cepat meninju ke perut Niraj Singh.

Duar!

Pendongeng terlempar membentur dinding, lalu terkulai kehilangan kesadarannya. Itu adalah sosok Kapten Bao, terlihat dingin dan bersahaja, tapi agung.

Dari balik gelapnya malam di jendela sisi kanan, delapan pasang mata menatap aksi di dalam ruangan rumah arak itu. Semua menatap tak berkedip, takjub akan aksi Eve Whitehouse dengan api sihirnya, juga aksi tempur pria tampan berseragam militer itu.

Eve Whitehouse mengerling tajam ke jendela sudut barat, delapan pasang mata itu merunduk melihat mata Eve yang terlihat dalam, sedalam sumur tak berujung tapi mengandung bara api.

"Dia seorang Pyromancer!" Kiran mendesis. Sesudahnya keempat anak itu lari meninggalkan Brimm the Liquidator yang kini ramai dengan petugas Kekaisaran.

BERSAMBUNG.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel