Bab 9 Apakah Kamu Layak Menjadi Tetua?
"Ibu, jangan."
Casandra ketakutan, pisau ini akan membunuhnya sehingga dia buru-buru menariknya.
Balin menghela napas dan berkata dengan tegas, "Ibu, aku tidak akan pergi lagi. Aku melindungi negara dan ratusan juta warga sebelumnya. Kali ini, aku akan melindungi kalian."
"Puih, siapa yang ingin kamu lindungi. Kamu pikir kami mudah dibohongi, ya?"
Mata Lanny memerah, dia mengarahkan pisau ke Balin sambil mengumpat, "Dasar binatang, bajingan, bawa putrimu pergi. Kamu telah membuat keluarga kami menderita, sekarang giliran putrimu yang membuat kami menderita."
Siesy menangis karena ketakutan, dia berkata sambil menangis sedih, "Nenek, jangan usir Siesy."
"Ibu, apa yang kamu lakukan? Jangan menakuti anak kecil."
Casandra merebut pisaunya dengan marah, "Kamu jangan bicara seperti itu di depan Siesy. Aku tidak akan mengusir Balin, Siesy membutuhkan ayahnya."
"Ya Tuhan, dosa apa yang telah aku lakukan dalam hidup ini."
Lanny duduk di lantai sambil menepuk kedua kakinya dan menangis.
"Balin, jika kamu masih punya hati nurani maka bawa putrimu pergi, jangan menyusahkan keluarga kami lagi. Kamu membuat putriku seperti ini, suamiku mati karena dicelakai putrimu. Kalian berdua telah menghancurkan keluarga kami, apakah kamu akan menghancurkan hidup putriku selamanya?"
Balin mengerutkan keningnya, ada keanehan dalam kata-kata ibu mertuanya.
"Sandra, apa yang telah terjadi?"
Casandra berkata dengan sedih, "Ibu, aku mohon jangan bicara omong kosong di depan anak kecil. Ayah meninggal dalam kecelakaan mobil demi menolong Siesy."
Papa mertuanya meninggal dalam kecelakaan mobil?
Demi menolong Siesy?
Alis Balin dikerutkan semakin kencang, dia tidak menyangka ada perubahan sebesar ini di dalam keluarganya.
Meskipun perubahannya sangat besar, tapi selama bertahun-tahun ini dirinya diam-diam menyuruh orang membantu perkembangan Keluarga Wongso, jadi hidup mereka tidak seharusnya sesulit ini.
"Kapan itu terjadi?"
Balin merasa curiga.
"Satu tahun yang lalu, ayah membawa Siesy keluar bermain dan dia tertabrak mobil demi menyelamatkan Siesy. Nyawanya tidak tertolong, pengemudinya kabur dan tidak bisa ditemukan hingga saat ini."
Casandra merasa sedih dan air matanya mulai jatuh.
"Sialan."
Balin marah dan berkata dengan dingin, "Ibu, Sandra, aku pasti akan menemukan pelakunya dan menghukumnya."
Dalam situasi kalang kabut seperti ini, pemimpin keluarga menelepon.
"Lanny, kalian sekeluarga cepat pulang ke sini."
Nyonya besar Keluarga Wongso meraung di dalam telepon.
Lanny terlihat panik, dia tidak menghiraukan Balin dan buru-buru bertanya, "Putriku, apa yang terjadi dengan Keluarga Wongso? Apakah kamu sudah mendapatkan kartu undangan pernikahan Marsekal? Itu adalah satu-satunya peluang hidup keluarga kita."
Casandra menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecut dan berkata dengan malu, "Bastian ingin melecehkanku, Balin datang dan menyelamatkanku sehingga menyinggung Keluarga Caso."
Kemarahan Lanny meledak saat mendengarnya, lalu menampar wajah Balin, "Putriku akan kehilangan pekerjaan kalau tidak bisa mendapatkan kartu undangannya. Makan apa keluarga kami nanti? Kamu masih berani menyinggung Keluarga Caso. Hebat, hebat sekali. Keluarkan kartu undangannya, jika tidak maka kamu harus bercerai dengan putriku!"
Balin tidak mengelak tamparan itu, dia mengeluarkan kartu undangan berwarna ungu dan berkata, "Ibu, ini adalah kartu undangan Marsekal. Pemimpin keluarga tidak akan menyalahkan kalian dengan adanya kartu undangan ini."
"Kenapa kamu bisa punya kartu undangan pernikahan Marsekal?"
Casandra melihat Balin dengan curiga, "Saat Bastian mengancamku tadi, dia mengatakan upacara pelantikan dan pesta pernikahan Marsekal diubah menjadi besok. Hanya Keluarga Kusuma dan Keluarga Caso yang mendapatkan undangan. Bagaimana kamu bisa mendapatkannya?"
Keluarga Kusuma?
Haha, aku akan membuat perhitungan dengan kalian!
Sedangkan Keluarga Caso tidak ada apa-apanya!
Sinar dingin melintas di mata Balin, dia menjelaskan, "Cakra adalah teman seperjuanganku sebelumnya, dia mengatakan ingin menebus kesalahannya padamu. Aku mengambilnya karena berpikir bisa berguna untukmu."
Lanny merebut kartu undangannya dengan marah lalu melihatnya, "Pergi antarkan kartu undangan ini kepada Nyonya besar."
Selama bisa mendapatkan kartu undangan, Nyonya besar tidak akan mengusir mereka lagi.
…...
"Jangan bicara omong kosong di dalam nanti, jika tidak aku akan memberimu pelajaran."
Lanny memperingatkan Balin dengan marah.
Kediaman mewah Keluarga Wongso membuat Casandra dan ibunya merasa semakin sedih.
"Casandra, berani sekali kamu. Nenek menyuruhmu pergi menemani Tuan muda Bastian untuk mendapatkan kartu undangan Marsekal, tapi kamu malah menyinggung Keluarga Caso. Cepat berlutut untuk minta maaf!"
Begitu masuk ke dalam aula, Yemima, kakak sepupunya berkata terlebih dulu.
Dia memaksa Casandra berlutut.
Balin melihatnya penuh amarah.
Yemima adalah orang yang menyuruh Farah menyiksa Siesy!
Dia tidak bisa dimaafkan.
Lanny buru-buru menjelaskan, "Putriku sudah …"
Yemima langsung menghinanya, "Ada apa dengan putrimu? Waktu itu, dia melahirkan anak haram dengan pria liar dan membuat malu keluarga besar. Hari ini dia melawan perintah nenek, kamu masih berani bicara?"
"Wanita jalang masih perlu muka? Tidak masalah ditiduri siapa saja bukan?"
"Besok adalah pesta pernikahan Marsekal, bagaimana kami bisa masuk kalau tidak ada kartu undangannya! Dasar ibu anak tidak tahu diri, kalian akan diusir dari keluarga besar!"
Balin menyipitkan matanya, dia ingin maju ke depan, tapi dihentikan oleh Casandra.
Casandra berkata dengan marah, "Yemima, kamu tidak perlu ikut campur dalam urusanku."
Keluarga Wongso lainnya terlihat kesal karena Casandra berani bicara seperti itu.
"Sampah yang telah dipakai seorang pengemis masih berani sombong."
"Casandra, berani sekali kamu, tidak mendapatkan kartu undangan, tapi masih berani kembali? Jangan lupa janjimu kepada nenek. Rumah kalian akan disita kalau tidak mendapatkan kartu undangan."
Ivar Wongso, kakak sepupu lainnya berkata dengan nada suram, "Casandra, aku rasa kamu sudah lupa bagaimana kamu diarak di jalanan saat hamil dulu."
"Apakah kalian sudah cukup?"
Balin tidak bisa menahan amarahnya lagi dan maju ke depan sambil melihat Ivar dengan dingin.
Diarak di jalanan saat hamil?
Hati Balin meneteskan darah.
Dia sama sekali tidak tahu dengan masalah ini.
Sebenarnya Ivar masih ingin terus mempermalukan Casandra, tapi tatapan Balin membuatnya kaget dan merinding.
Casandra memegang tangan Balin dengan kuat karena takut dia akan memukulnya.
"Kamu Balin?"
Yemima menghinanya, "Tidak perlu berpura-pura, kenapa kamu tidak datang saat Casandra diarak di jalanan sewaktu hamil dulu? Kamu bahkan berani kembali, jadi lihat baik-baik bagaimana kami menghukum Casandra yang tidak tahu malu ini."
"Kamu juga tidak bisa melarikan diri, berlututlah jika ingin hidup. Menggonggong dan jilat sepatuku sampai bersih, maka aku akan membiarkan kalian hidup."
"Aku akan mendidik putrimu untuk dijual, anggap saja itu sebagai kontribusi untuk Keluarga Wongso."
Keluarga Wongso sama sekali tidak menganggap Casandra dan anaknya, kata-kata mereka sangat kejam.
Mata Lanny memerah, dia berkata dengan marah, "Keluarga Wongso bisa berhasil hari ini karena usaha suamiku. Kalian bahkan menindas kami setelah suamiku meninggal? Aku akan mati di sini kalau kalian berani menindas putriku."
Bruk.
Pada saat ini.
Seorang nyonya tua berambut perak keluar dengan tongkat kepala naga. Auranya sangat mendominasi dan didukung semua orang.
"Mati saja, tidak ada yang akan menghentikanmu."
Saat Nyonya besar keluar, semuanya langsung diam, Lanny juga tidak berani bicara lagi.
Dia duduk perlahan, tongkat kepala naga dihentakkan sekali lagi ke lantai dan berkata, "Kamu tidak mendapatkan kartu undangan, tapi masih berani kembali. Casandra, apakah kamu tahu apa salahmu? Berlutut!"
Balin melindungi Casandra dan berkata dengan datar, "Berlutut? Apakah kamu layak?"
Dia bahkan berkata seperti ini kepada Nyonya besar!
Keluarga Wongso melihatnya dengan tatapan iba.
Nyonya besar Wongso melihat Balin dengan marah, "Kamu pria yang menghamili Casandra? Berani sekali kamu, kamu telah merusak nama baik Keluarga Wongso, tapi masih berani ke sini. Dasar tidak tahu diri, kamu akan mati hari ini."
Balin memicingkan matanya dan berkata dengan jijik, "Sebagai seorang ibu, kamu merebut properti putramu dan menghina istri putramu. Apakah kamu layak menjadi tetua?"