/se•be•las/
Untuk kesekian kalinya dalam rentang 20 menit, Asha kembali menyugar rambutnya. Berupaya merapikan surai tipis di sisi wajahnya, sambil mempertahankan senyuman dan sikap salam di dada nya.
Salahkan Jansen, ketua kelas yang harusnya berada di posisi saat ini. Sudah menjadi ketetapan sekolah bagi para ketua kelas agar berjaga di depan gerbang untuk menyapa murid-murid yang hadir, sekaligus memperhatikan ketertiban berpakaiannya, sesuai jadwal yang telah di tetapkan OSIS. Hanya saja hari ini, dengan panik Jansen menunjuk Asha secara asal untuk menggantikannya. Tak lain tak bukan, karena ia sendiri tak mampu tertib berseragam. Alhasil lihatlah sekarang senyum yang dipaksakan Asha sembari menahan lelah akibat 20 menit berdiri.
Untungnya tak begitu lama lagi Asha harus bertahan karena bel sebentar segera berbunyi dan gerbang akan ditutup.
Benar saja, bel berbunyi secara tak langsung memerintahkan petugas keamanan sekolahnya menutup gerbang. Asha dan beberapa ketua kelas yang bertugas hari ini, ikut berpamitan pada guru yang mendampingi mereka untuk kembali ke kelas masing-masing. Sampai akhirnya...
"Asha!"
Kepala dan manik indahnya spontan bekerja sama mencari sumber suara. Dan mendapati pemuda compang-camping yang tengah memeluk gerbang yang akan ditutup.
"Sha, gw belom telat kan?" ujar Revaldo disertai berbagai kode yang isinya tak jauh-jauh dari meminta bantuannya agar satpam itu membiarkannya masuk.
"Udah telat, den. Nggak boleh masuk!" omel satpam tersebut membuat Revaldo menajamkan tatapannya pada Asha.
"Kakak Ashlesha yang daku cintai, adik kelas mu ini belum terlambat kan? Amat mulia niat ku untuk datang dan menimba ilmu di sekolah. Janganlah kalian persulit hanya atas dasar permasalahan seperti ini. Kasihanilah hamba yang telah menempuh ribuan centimeter untuk sampai di tempat ini, sebagai upaya mewujudkan cita-cita bangsa."
Ashlesha bergidik ngeri mendengarnya. Rentetan kalimat itu samasekali tak membuatnya kasihan, malah jijik menyadari siapa yang barusan berbicara.
"Secara teknis, bel memang bunyi dua menit lebih awal. Jadi Revaldo dinyatakan belum terlambat dan diizinkan untuk masuk." Kalimat keputusan dari Asha berhasil membuat satpam yang tadinya berteguh pada keputusannya untuk menutup gerbang, kembali menggesernya agar Revaldo dapat masuk.
"Makasih, Pak. Besar upah mu di surga." ujar Revaldo asal sebelum berlari menuju Asha, hanya untuk mencubit pipinya.
"Makasih Asha ku sayang. Aku jadi makin cinta."
"REVALDO IH!" omelnya karena tangan yang setia menarik-narik pipinya.
"Kenapa? Masih kangen ya? Ntar ya kita ketemu lagi. Gw mau ke kelas duluan, mau nyontek pr. Daah! Jangan kangen, sayang!"
Asha yang melihat bagaimana perilaku mahluk hidup langka barusan hanya bisa berharap ia tak sedang bermimpi. Sial sekali hidupnya jika mimpi pun terus dihantui sosok cenayang dan pujangga receh seperti Revaldo.
*
"AyOoOO! Kanteeen!!!" Ayi dengan sengaja menarik-narik Asha agar menyetujui ajakannya. Sahabatnya satu ini memang agak susah diajak keluar kelas masalahnya.
"Gw bawa bekel ih!"
"Gw nggak bawa, temenin beli elah!"
"Males!"
"Anjirlah, Sha! Ayo!"
Setelah helaan napas panjang, akhirnya Ashlesha dengan perlahan bangkit mengekor Ayi dengan serta-merta membawa bekalnya.
"Lo kenapa nggak bawa bekel aja sih?"
"Ribet. You know ribet?"
Asha hanya memutar bola matanya malas. Semenjak kehadiran guru baru dengan peraturan menyebalkannya itu, kelasnya jadi sering dengan sengaja menggunakan bahasa Inggris dalam rangka menyindir sang guru.
"Eh iya, Mister Pirgo mana? Nggak keliatan hari ini."
"Mana gw tau." jawab Asha asal, tak berniat memberi jawaban samasekali karena ia yakin setelahnya hanya akan ada retetan pertanyaan untuk meyakinkan jawaban yang diberikan.
"Balik ke habitatnya apa yak? Baguslah kalau gitu. Ganteng-ganteng nyusahin doang sih."
Seperti kebiasaannya, Asha hanya menanggapi semua ucapan Ayi sekenanya. Baginya dehaman pun cukup untuk seorang Airin.
Sesampainya di kantin yang pastinya cukup ramai karena jam istirahat pun Airin tak langsung membeli apa yang diinginkannya. "Enaknya jajan apa-"
"Asha!"
Teriakan tiba-tiba yang memotong kalimat Ayi menciptakan umpatan selanjutnya. "Bacot, bangsat! Siapa sih?"
"Wets... maap-maap."
Airin dan Asha yang sama-sama sudah mengenal si pemanggil pun tak mengambil pusing lagi. Keduanya kembali sibuk sendiri layaknya belum terjadi apa-apa tadi.
"Gw jajan snack atau nasi aja-"
"Ish, kok gw diabaikan sih?" potong Revaldo.
"Setan, gw lagi ngomong. Enak banget lo nyelak ucapan orang. Bisa hormat nggak sama kakel?" omel Ayi langsung.
Bukannya menurut dengan omelan terlembut Ayi barusan, Revaldo malah berdiri tegap dan mengangkat tangannya ke atas alis. Layaknya bersikap hormat ketika upacara.
"Apaan sih lo?"
"Katanya hormat," balas Revaldo tak mau kalah.
"Terserah lo dah," putus Airin yang lanjut beralih jajan, niatnya ke kantin sejak awal.
Asha sendiri memilih duduk di kursi yang tersedia, dan mulai memakan bekalnya. Tanpa sekedar niat menawarkan bekalnya pada Revaldo, atau hanya mengajaknya mengobrol pun malas dilakukannya.
Mahluk semacam Revaldo tak perlu susah-susah diajak mengobrol kan? Pasti ada saja kelakukannya di luar nalar setelah ini. Buktinya tangan kanannya yang kebetulan dilingkari jam tangan hitam itu masih setia bersikap hormat layaknya saat upacara.
Asha yang baru saja menyuapkan bekalnya ke dalam mulut, langsung menatap pelaku perebut sendoknya tak terima. Mulut yang masih penuh menyulitkan Asha untuk mengumpat pada Revaldo yang dengan santai memakan bekalnya.
"Ntar gw ganti, nyantuy." ujarnya tak peduli nasi yang memenuhi mulut. Jangan lupakan sikap hormat yang dengan teguh tetap dipertahankannya. Mungkin jika cowok itu tak mengenakan seragam sekolah, ia sudah dianggap orang gila. Tapi... walaupun dengan seragam, bukannya ia tetap saja gila?
Asha yang larut dalam konspirasi nya sendiri memberi akses lebih bagi Revaldo untuk memakan bekalnya.
"Reva ih!"
Kini balik Revaldo yang menatap Asha tidak terima. "Nama gw sebagus ini, lo masih manggil gw Reva, Sha?! Lo bisa manggil gw Valdo, Aldo, Julian, atau sayang juga gapapa. Tapi jangan Reva dong cantik, Reva itu nama gw buat malem- eh-" Candaan di akhir kalimat Revaldo berhasil membuat keduanya bergidik ngeri.
"Najis lo. Om-Om juga ogah main sama lo."
"Ih gw juga nggak mau main sama Om-Om, gw maunya main sama lo. Eh-"
"Kurang ajar," ucap Asha spontan, walaupun tau cowok itu hanya bercanda.
"Becanda, Sha. Liat nih gw masih menghormati lo. Nggak ada kan cowok yang menghormati lo kayak gini."
"Ya kan lo bego."
"Yang penting ganteng." ujarnya percaya diri dan melanjutkan makannya.
"Udah makannya, Reva!"
"Gw gak berhenti makan kalo lo manggil gw gitu." Cowok itu bahkan dengan sengaja menyuapkan dua-tiga sendok sekaligus dalam mulutnya.
"Ish iya Aldo!"
"Gamao. Maunya dipanggil sayang."
Jika tak memikirkan uang jajan dan perut kosongnya, gadis itu tak akan rela menyebut kata najis itu. Hanya saja kini ia di posisi yang amat sulit!
"Revaldo sayang, udah ih makanan gw! Setan!"
"Ah lo mah nggak ada sweet-sweet nya. Udah dipanggil sayang, masih dibilang setan."
"Udah lo gausah bacot. Minggir sana. Ayo, Sha." selak seseorang yang tak lain adalah Ayi- si mulut mercon.
Yang dipanggil pun menurut, membawa serta kotak bekalnya. Membuat Revaldo mendesah kecewa menyadari keharusannya untuk menyudahi kegiatan makan gratisnya.
Namun bukan Revaldo namanya jika hanya menurut Ayi begitu saja. Ia bahkan dengan sengaja mengekor Asha dengan lebih dulu mengambil alih kotak bekal gadis itu. Suap demi suap berhasil lolos ke mulutnya tanpa beban, seakan-akan yang ia makan samasekali tak merugikan orang lain. Asha sendiri entah tak peduli atau malah tak sadar, membiarkan Revaldo menghabiskan makanannya.
"Kursi situ aja, Sha?" tanya Ayi menunjuk kursi taman di sebrang mereka, ditanggapi anggukan.
"Ih lo masih ngekor?! Ngabisin makanannya Asha lagi! Bisa hormat nggak sih lo?!" omel Ayi yang ternyata baru sadar Revaldo masih mengikutinya. Eh- mengikuti Asha tepatnya.
Mendramatisir keadaan, Revaldo berlagak terkejut dan langsung mengangkat tangannya. Kembali bersikap hormat kala mulutnya mengunyah.
Ayi yang niatnya mengomel, mengurungkan niatnya karena perhatiannya teralih pada beberapa cowok yang main merebut kursi taman yang sudah tepat dihadapannya.
"Kita mau duduk sini duluan ya." ujar Ayi sebisa mungkin menahan emosi.
"Baru mau kan? Kita duluan yang duduk."
Jawaban songong itu memunculkan umpatan dari bibir Ayi, sedangkan Asha dan Revaldo tanpa sadar saling melemparkan pandangan.
"Minggir napa, Bang. Mereka duluan yang pengen duduk sini. Pergi gih." usir Revaldo setelah menelan makanan di mulutnya.
Menyadari cowok yang mengusir mereka hanyalah adik kelas, membuat emosinya terpancing. Jelas-jelas Revaldo mencari perkara jika begini ceritanya.
"Berani lo ngusir kita?"
"Demi Asha ku tercinta, yang tadi telah membiarkan gw memasuki gerbang sekolah walaupun waktu telah menunjukkan keterlambatan yang-"
"Halah bacot."
Dan satu tonjokan melayang ke rahang kiri Revaldo. Asha spontan memekik terkejut melihatnya.
"Maksud lo apaan sih?!" omel Asha bahkan tak sadar tangannya mendorong mundur cowok itu, saat si korban meringis memegangi rahangnya. Tatapan gusar dilemparkan gadis itu kala menyadari keadaan sekitar taman mulai tidak kondusif saat melihat pertengkaran yang sepertinya terjadi.
"Yaelah, Sha, nggak usah khawatir gitu dong. Baper gw ni." Ucapan santai Revaldo hanya mengundang decakan kesal Asha. Cowok ini terlalu slengean!
"Yaudah, lo duduk duluan gih. Pegel berdiri mulu." Revaldo menarik tangan Asha dan mendudukan gadis itu di kursi yang menjadi poin pertengkaran kali ini.
"Gw mau kasih pelajaran buat yang bikin lo khawatir." ujarnya lalu mundur dan memulai perkelahian.
Asha dibuat menggeleng tak percaya dengan sikap santai cowok itu saat berbicara padanya. Kesantuyan sekolah ini sepertinya telah mendarah daging pada seorang Revaldo.
Tinjuan demi tinjuan dilayangkan satu sama lain. Penonton pun mulai berdatangan memenuhi taman. Satu hal yang disadari Asha kini. Revaldo samasekali tak melayangkan pukulan. Tingkahnya memancing emosi lawan, dan akhirnya yang ia lakukan hanyalah menghindar.
"Al!" Asha berupaya menarik Revaldo mundur untuk menyudahi suasana yang kian panas.
"Udah, Sha. Duduk aja, ntar lo pegel. Lanjutin makan bekelnya." balas Revaldo sembari sibuk menghindari tinjuan yang dilayangkan lawan.
"Berantemnya udah!" titah Asha tak terbantahkan.
Bukannya mendengarkan dan menyudahi kegiatan menyakiti diri, cowok yang memulai perkelahian tadi malah melayangkan tinju ke arah Asha.
Dan untungnya Revaldo menangkap arah pandang cowok sialan itu dan cukup sigap melindungi gadisnya. Ia spontan berbalik memeluk Asha agar tinjuan tadi tak mengenai gadisnya samasekali.
"Nggak sakit kan, Sha?"
"Lo yang ketonjok, gimana gw yang sakit coba?!"
"Iya juga. Tapi bekelnya nggak tumpah kan?" tanya Revaldo lagi membuat semua yang mendengarnya tak percaya. Bisa-bisanya di tengah perkelahian panas, cowok itu menanyakan perihal bekal.
"Bagus deh, kalo nggak tumpah. Asha ku sayang, mundur dikit ya. Gw mulai emosi nih. Dia nyoba nonjok lo masalahnya."
Revaldo berbalik dan langsung menghujamkan tonjokan demi tonjokan, yang dalam waktu singkat berhasil melumpuhkan lawan.
Jika sejak awal Revaldo berniat menghabisi cowok itu pasti dengan mudah dilakukannya. Namun lihatlah, ia baru emosi saat lawannya berupaya menyakiti Asha. Tak ada yang mengerti arah pikir cowok itu.
"Revaldo udah woy!"
"Udah bego!"
Beberapa siswa mulai maju, melerai. Namun samasekali tak berhasil membekukan gerak Revaldo.
"Al udah."
Tak perlu dua kali Asha meminta, Revaldo langsung bangun dan menyudahi kegiatannya.
Cowok itu berbalik menghampiri gadisnya sambil mengatur napas. Ketika cukup dekat, Asha langsung meraih pipi lebam cenayang recehnya. Dan decakan keluar dari bibirnya.
"Kan jadi babak belur kan!"
"Lagian dia mau nonjok lo, Sha." bela Revaldo layaknya seorang anak TK yang memberi pengertian pada ibunya ketika ketahuan bertengkar.
"Yaudah ayo ke UKS."
"Maunya digendong."
Gadis itu dibuat tak percaya. Benarkah ini sosok yang sama dengan yang barusan berkelahi? Atau jangan-jangan Revaldo memiliki dua kepribadian? Bisa saja kan!
Namun Asha segera menepis pikirannya yang mulai berkelana tak tentu arah. Ia langsung saja menarik telinga cowok itu dan membawanya ke UKS.
"Ah! Asha, sakit! Asha, ampun! Ampun, Sha! Ampun..." rengeknya sepanjang jalan, samasekali tak dihiraukan Asha.
