Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

/e•nam/

Bola berwarna biru kuning dengan list putih di tiap perbatasan warna nya itu tengah menjadi pusat perhatian dua belas orang di lapangan. Termasuk Asha yang lebih memilih bermain voli dibanding bergabut ria di kelas.

"Bego, Bagas! Kenapa nggak diambil coba?!" Omelan spontan keluar dari mulut mercon seorang Airin ketika bola umpan terakhir berhasil memasuki lapangan mereka dan menyatakan kekalahan tim nya.

"Gw capek, sayang." goda Bagas sengaja. Tentu karena sudah mengenal bagaimana sifat alami teman seperjuangannya sejak bangku putih biru itu.

"Sayang-sayang. Pala lo sayang."

Asha yang terbiasa dengan pemandangan seperti itu hanya terkekeh. Tak berniat mencampuri atau memisahkan. Lebih ribet urusannya.

Gadis itu duduk lesehan begitu saja di lapangan. Meluruskan kakinya demi akses peredaran darah atau apapun itu dalam ilmu kesehatan, intinya ia ingin mengistirahatkan diri.

"Kantin, Sha."

"Ntar ah, ngambil napas dulu." ucapnya sesuai fakta karena sistem respirasi nya memang tengah sibuk apalagi peluh membasahi dahi dan hampir keseluruhan tubuhnya.

"Ntar gw ambilin, ayo cepet. Gw haus." jawabnya mengundang gelengan disertai kekehan.

Mengacuhkan paksaan Airin, Ashlesha malah menyodorkan botol minumnya. Airin pun sudah pasrah. Sahabatnya itu kalau sudah tidak mau ya tidak mau. Keras kepala Ashlesha melebihi level mulut bacot seorang Airin.

"Anak-anak teater kapan pentas lagi sih?" tanya Airin yang bisa disebut penggemar ekskul turunan FKP itu.

"Gak tau, katanya dua bulan lagi mau ikut lomba. Tapi latihan juga pada males-malesan." Ashlesha membanting-banting bola voli yang tadi dioper Bagas untuk ia pegang, seolah menyalurkan juga kekesalannya.

Airin ingin melanjutkan percakapannya dengan Ashlesha, secara kali ini mereka masih berada di zona nyaman jam kosong. Namun karena jam olahraga mereka bertabrakan dengan kelas lain, alhasil lapangan futsal di sisi lapangan voli tengah digunakan. Pertandingan panas tengah berlangsung sepertinya, melihat banyaknya penonton yang bukan hanya dari angkatan mereka.

"Apaan sih tuh?"

Asha mengedik, "Berebutan cewek palingan." jawabnya ringan. Bukan kenapa, namun hal itu sudah beberapa kali Ashlesha lihat. Pertandingan sengit berujung pertengkaran yang hanya didasari alasan basi. Memperebutkan perempuan yang bahkan biasa menjadi bahan pembicaraan.

Entah apa yang ada di pikiran mereka yang sepertinya hanya menggunakan sekolah sebagai tempat mencari pacar. Kalau seperti itu, tak heran banyak kejadian-kejadian yang tak diinginkan.

"Minggir yuk, kena bola ntar." ajak Airin yang tak menunggu jawaban namun langsung menarik lengan sahabatnya agar berdiri.

Memang lebih tepat seperti itu kan, pertandingan panas di sebelah mereka tak akan menunggu orang-orang di sekitar untuk menyingkir.

"Asha, bola!" teriak seseorang dari sebrang lapangan.

Asha spontan meringis memegangi bahu nya yang terkena tendangan bola. Padahal niatnya berdiri untuk menghindari, nyatanya malah memberi akses lebih.

"WOY, MINTA MAAF, BEGO!" teriak Airin kepada pelaku yang malah membeku.

Asha dikejutkan dengan kehadiran seseorang. Ya walaupun ia tak benar-benar menunjukkan keterkejutan di wajahnya. "Dibilangin ada bola."

"Ya lo ngomongnya sepersekian detik sebelum bola nyampe, gimana gw ngindarnya?!" omel Asha balik, tidak diterima disalahkan saat ia yang juga menjadi korban.

"Iya maap, dimaapin ga?"

"Gak."

Perhatian ketiganya teralih mendapati pelaku penendang bola yang mendekati Asha, tepatnya berupaya meraih bola futsalnya. "Maaf, gw nggak sengaja." ucapnya lalu berbalik begitu saja. Dan langsung ditahan oleh Revaldo.

"Eh tunggu, dimaapin nggak, Sha?"

"Hm." dehamnya singkat, mengiyakan.

Cenayang recehnya itu berdecih tak terima, "Gw nggak dimaapin, kok dia enak banget dimaapinnya?"

"Ya dia kan nggak sengaja. Lo mah apaan, ngakunya cenayang tapi ngasih tau ada bola aja cuma pas udah ketauan ada bola."

Merasa profesi kebanggaannya direndahkan, membuat Revaldo berdrama dengan menatap Ashlesha marah. Seolah jika di film-film, akan tergambar jelas kobaran api di matanya.

Asha yang melihat adik kelas recehnya itu akan kembali mereceh, membuatnya hanya memilih untuk mengacuhkan dibanding menanggapi. Revaldo pun jadi menghela napas, kecewa niat drama nya gagal. "Nih gw buktiin kalau gw cenayang profesional. Gw ramal kita akan bertemu di kantin."

"Najis copas novel orang." celetuk Asha yang sedikit banyak mengenal sastra tulis, memacing gelak tawa Revaldo.

"Ya kan gw ngeramal yang deket-deket dulu, kalau langsung gw ramal lo nanti jadi jodoh gw, lo nya kesenengan."

Asha tak percaya bisa bertemu mahluk semacam ini. Ia sempat berpikir, mimpi apa ia malam tadi sampai harus menghadapi kerecehan Revaldo. Ia berbalik meninggalkan adik kelas nya yang masih tertawa itu tanpa pamit lagi.

"Asha!" Panggil Revaldo setelah gadis itu melangkah sekian meter menjauh.

Asha menengok sebentar untuk menanggapi panggilan itu.

"UKS nggak?"

Kernyitan dengan maksud kalimat tadi belum tersampaikan dengan baik, tanpa sadar memancing senyum Revaldo. Ia mendapat kesempatan menyusul dua kakak kelasnya itu dengan alasan memperjelas ucapan.

Setelah sedikit berlari kecil, langkah nya ia samakan tepat di sisi Asha. "UKS gak? Gw gak mau lo geger otak, terus lupa sama gw. Utang lo gimana?"

"Sialan," celetuk Asha ikut terkekeh akibat pancingan itu.

Sadar keberadaan nya terlupakan, Airin mengambil satu langkah ekstra agar posisinya dapat terlihat Aldo yang berdiri di kiri Asha. Sedangkan ia di sisi kanan. "Ya udah, lo mau ngapain?"

Bukan Revaldo Julian nama nya jika menjawab dengan wajar. Bahkan seorang Airin pun tak mampu membungkam bibir itu agar berbicara serius atau sekadar nya saja. "Mau bikin lo cemburu karna gw nanyain Asha doang."

"Tengil banget sih lo bocah. Udah sana, Anj-"

Asha menyikut sahabatnya agar tak melanjutkan umpatan kasar tadi. Banyak yang patut dipertanyakan sekarang. Kenapa Asha repot-repot menghentikan Airin? Juga Airin yang tiba-tiba menurut padahal untuk mereka kata-kata semacam itu sudah kehilangan artinya kian sering digunakan nya.

Mereka tengah melewati koridor Laboratorium Komputer ketika rombongan siswi kelas sebelas melangkah dari arah sebaliknya.

"Tuh cewek lo, gak usah ganjen." Dengan tatapannya Airin menunjuk salah satu siswi di barisan depan yang menatap mereka, mungkin tepatnya sang pacar. Namanya Lara kalau Asha tidak salah membaca badge seragamnya.

"Ya udah gw pacaran. Jangan cemburu ya. Ntar malem gw atur jadwal," canda Revaldo kian asal. Untung ia sudah berlari menjauh sebelum tangan Airin mencapai rambut dan menjambaknya.

Tapi Revaldo tidak berlari menghampiri pacarnya walau tak satu pun dari Asha atau Airin memperhatikan. Rasanya kurang tepat saja setelah mengkhawatirkan Asha, ia langsung beralih ke Lara. Entahlah, ia tidak tau. Ia juga tidak tau kenapa tadi bisa-bisanya menangkap bayang seorang Ashlesha dari banyaknya penghuni lapangan. Ia tak tau kenapa tadi rela jauh-jauh berlari memutari lapangan hanya untuk memperingatkan gadis itu agar berhati-hati. Ia juga tidak tau kenapa merasa panik dan kesal ketika melihat kakak tingkat nya itu benar-benar terkena bola.

Kini hanya satu hal yang ia tau, atau tepatnya ingin ia tau. Ia tau Asha tidak selemah itu menghadapi timpukan bola, masih wajar untuk Asha berjalan ke kantin seolah tak terjadi apa-apa. Seolah kekhawatirannya pun tak berarti apa-apa. Setidaknya ia sudah memastikan Asha baik-baik saja.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel