Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ada Apa dengan Jantungku?

Hujan deras tengah mengguyur ibu kota sore itu. Suara tiupan angin terdengar, membuat dedaunan berguguran. Ranting pohon bergoyang seperti sedang menari-nari. Freya duduk termenung di jendela melihat guyuran air yang menimpa tanah. Sesaat ia teringat dengan kedua orang tuanya. Bagaimana kehidupannya yang dulu serba sederhana, bahkan kadang kekurangan. Ia kemudian merantau ke ibu kota untuk mencari nafkah membantu orang tuanya. Baru beberapa bulan di ibu kota nasib naas menimpanya tepat setelah mendengar kabar kematian kedua orang tuanya karena kecelakaan. 

Air matanya terjatuh lagi. Bagaimana mungkin dia tidak membenci pria itu. Sedangkan sederetan penderitaan dia alami karena ulah pria itu.

Apa aku salah jika membenci orang itu?

Dia melihat ke arah kedua anaknya yang saat ini tengah meringkuk di bawah selimut, karena dinginnya angin yang sedang menyapa. Ia tersenyum dalam tangisnya. Ia merasa gagal dalam hidupnya. Anaknya tak bisa mendapatkan kasih sayang yang lengkap seperti anak-anak lain pada umumnya. 

Pernah suatu waktu ada seorang pria yang menyatakan cinta padanya. Namun ia tolak. Sejak saat kejadian malam itu, Freya telah menutup rapat-rapat hatinya untuk seorang pria. Dia seakan membenci seluruh pria yang ada di muka bumi. 

Freya menghapus air matanya, bangkit dari duduknya, menghampiri kedua buah hatinya, mencium kening mereka dengan lama. "Maafkan mommy sayang. Maafkan mommy!" Isakan berhasil lolos di bibirnya. Ia mengigit bibir bawahnya berharap dapat meredam isakannya. Dia memegang cincin yang tergantung di kalungnya, "Ku harap kita tak pernah bertemu satu sama lain. Aku betul-betul membencimu."

Freya bangkit keluar kamar. Menutup pintu dengan pelan agar tak membangunkan tidur kedua anaknya. 

Fillio membuka mata, "Mommy menangis lagi?" ucap bocah itu dengan tatapan sendu. 

*****

"Ahh lelahnya!" Maret meregangkan otot-ototnya setelah melakukan tugasnya di hari pertama bekerja. Ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sudah waktunya pulang. Aku akan mengajak anak-anak untuk ke mall malam ini beli perlengkapan sekolah. Besok kan mereka udah mulai sekolah. Pasti mereka senang!" ucap Maret dengan begitu semangat sembari membereskan meja kerjanya. 

Di jam istirahat tadi, Maret menyempatkan diri menuju ke sekolah milik HR'Company untuk mendaftarkan si kembar di kelas preschool. 

Sepasang mata yang berdiri di belakangnya dapat mendengar dengan jelas ucapan Maret. Ia menghembuskan nafas kasar. 

"Hemm ...." Max berdehem keras.

"Eh, Pak Max." Maret sempat kaget karena suara Max. Ia berbalik dan membungkukkan sedikit badannya sebagai tanda hormat.

"Kenapa belum pulang?" tanyanya dengan wajah datar. 

"Ini lagi siap-siap, Pak," ucapnya berdiri tegak dengan tangan saling bertautan di bawah sana. 

"Bagaimana hari pertamamu bekerja?" 

"Baik Pak. Lancar," jawabnya gugup. Jantungnya sudah berdetak lebih cepat tepat setelah mendengar suara bariton yang justru terdengar merdu di telinga Maret. 'Freya, aku jatuh cinta. Jatuh cinta bahkan hampir gila!'

"Oh baguslah. Kalau ada yang tidak kau mengerti kau bisa tanyakan kepada Adelia atau padaku. Ruanganku ada di sebelah sana," kata Max sembari menunjuk ruangan yang tak jauh dari tempat duduk Max. 

"Iya Pak. Terima kasih." Maret tersenyum.

'Astaga. Jangan tersenyum Margaret. Aku bisa khilaf kalau kau selalu tersenyum begitu padaku.' Max menatap lekat Maret tanpa sadar. Ada seuntai kata kagum yang bersemayam di balik tatapan itu. 

Adelia menatap kedua orang itu di meja kerjanya. Ada rasa marah yang terbersit di hatinya melihat Max yang perhatian kepada karyawan baru itu. Adelia memang sudah lama menaruh hati pada bosnya itu, namun tak pernah sedikitpun Max melihatnya layaknya sebagai wanita. Bukannya Max tak tahu kalau Adelia menyukainya, tapi ia hanya menganggap Adelia sebagai rekan kerja tak lebih dari itu. 

****

"Kalian sudah siap Sayang?" teriak Maret saat keluar dari kamarnya. 

"Bentar Mi." Jawab Fillio. 

"Jangan meminta apapun yah Sayang sama mami Maret. Kalau kalian nanti pengen sesuatu selain yang di berikan mami Maret, bilang aja sama Mommy. Nanti kalau udah dapat kerja Mommy akan belikan. Mengertikan Sayang?" Jelas Freya sambil membenarkan baju anaknya. Ia merasa tak enak hati karena Maret selalu memberikan apa yang si kembar mau. 

"Iya Mom, Lio mengerti," ucap Fillio. 

"Kalau Fiona?" tanya Freya kepada putrinya.

"Iya Mom. Fio juga ngerti kok," jawab Fiona tersenyum. Fillio langsung melirik adiknya yang berbicara kurang meyakinkan itu. 

Mereka berempat pun berangkat ke mall, tanpa makan malam, karena Maret bersikukuh ingin makan di mall.  

Begitu sampai di mall milik HR'Company, mata Fiona dan Fillio berbinar-binar. Ini pertama kalinya si kembar menginjakkan kaki ke tempat yang bernama mall ini. Fiona jadi tak sabar ingin berkeliling. Ia begitu bersemangat menarik tangan Maret untuk berjalan. 

"Kita cari perlengkapan sekolah dulu yah. Baru Mami bawa kalian main," jelas Maret bersemangat. Ia begitu menantikan keceriaan si kembar saat di wahana permainan nanti. 

"Main?" tanya Fiona dan di angguki oleh Maret. "Main apa mi?" tanyanya bersemangat mendengar kata main. 

"Terserah Fiona. Mandi bola ada. Pelosotan ada. Pokoknya banyak dhe Sayang," ucap Maret. Fiona langsung bersorak riang sambil mengangkat tangannya. Ia begitu senang akan bermain seperti yang ia biasa lihat di TV. 

Freya tersenyum senang melihat kedua buah hatinya yang terlihat begitu gembira. Meski hanya Fiona yang begitu heboh, ia tau si kakak juga takkala senang namun Fillio bersikap tenang, tanpa banyak bicara. Entah sifat turunan dari siapa. 

Maret membawa mereka berkeliling untuk mencari perlengkapan sekolah seperti tas, sepatu dan lainnya. Seperti biasa, selalu ada perdebatan kecil ketika Fiona yang memilih barang. Entah itu masalah warna ataupun gambar dan lainnya. Sedangkan Fillio hanya memilih dengan tenang, hanya sesekali ia meminta pendapat dari sang Mommy. Freya hanya geleng-geleng kepala melihat putranya itu. Apakah dia akan tetap dingin begitu sampai besar nanti? 

Sementara di ruangan lain, Vero sedang bersama dengan kedua adiknya yang cantik jelita namun menjengkelkan. Bagaimana tidak? Baru pulang dari kerja, kedua adiknya minta di temani ke mall membeli gaun untuk acara ulang tahun temannya. Tentu saja ia di butuhkan bukan untuk membantunya memilih gaun tapi yang adik mereka butuhkan adalah kartu hitam tanpa batas milik Vero. Namun dengan begitu Vero tetap menemani adik tersayangnya itu. 

Ketika Valerie dan Vanessa asyik memilih gaun, Vero memutuskan untuk menemui manajer yang membantunya menangani urusan mall milik keluarganya itu dengan meninggalkan kartu hitam miliknya. Entah berapa banyak yang akan di pakai oleh kedua adiknya itu. Terserahlah yang penting mereka senang! 

Vero berjalan menuju ke ruangan manager yang telah ia hubungi sebelumnya memberitahukan kabar mengenai kedatangannya. Semua staf di buat kalang kabut mendengar kedatangan mendadak pemilik mall tersebut. Mereka takut akan melakukan kesalahan. Sebab jika ada kesalahan kecil sedikit pun mereka akan mendapatkan masalah. Entah Apa yang akan di lakukan CEO yang terkenal dingin itu kepada mereka. 

Dengan pakaian casualnya, kaos oblong dan celana jeans serta jacket yang ia kenakan ia tampak sangat tampan, bahkan dengan hanya pakaian yang sederhana. Tapi jangan salah meskipun terlihat sederhana harganya tak main-main, mungkin ada beberapa angka nol berderetan manja di belakang angka satu dan lainnya. 

Postur tubuh yang tinggi, lengan yang kekar menunjukkan bahwa dia pria yang rajin berolahraga. Saat berjalan pun ia begitu mempesona. Namun saat ini tak semua orang dapat mengenali dirinya. Mungkin hanya mereka yang fanatik saja dapat melihat jika idola mereka sedang berada di tempat yang sama, sebab si pria seksi tersebut menggunakan masker dan topi untuk menutupi identitasnya. Pengawal? Vero tak pernah keluar rumah tanpa pengawal. Hanya saja beberapa pengawal mereka tengah memakai pakaian yang sederhana sama sepertinya dan berjalan agak jauh darinya. 

Vero berjalan melewati tempat perlengkapan sekolah anak-anak. Tiga langkah melewati ruangan itu ia menghentikan langkahnya begitu mendengar suara anak perempuan yang merengek minta di belikan ice cream coklat. 

Vero membalikkan badan melihat dua anak yang berbeda gender sedang di gandeng masing-masing oleh dua orang wanita berjalan ke arah yang berlawanan dengannya. Ia memegangi dadanya yang tiba-tiba merasa sesak. Jantungnya seakan ingin meledak. Matanya berkaca-kaca. "Ada apa denganku? Kenapa tiba-tiba jantungku berdetak tidak karuan?

Follow IG : @mommyagam77

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel