Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

HAPPY READING

***

Malvyn melihat Sophia berada di sampingnya melangkah menyeimbanginya, dia tampak tenang. Bahkkan sedari tadi hanya senyum tipis sesekali menghiasinya. Ia menyadari sejak awal kalau, sikap sendu yang dialami oleh Sophia itu pasti ada alasan, dan ia tidak tahu apa alasan itu. Angin dingin menerpa wajah mereka. Malvyn menatap bangunan hotel tempatnya menginap kini berada di hadapannya.

“Kamu tinggal di mana?” Tanya Malvyn sebelum ia masuk ke dalam lobby.

“Tidak jauh dari sini,” gumam Sophia, “Posisinya dari café, lurus saja terus belok kiri di sana ada klinik hewan Smile Animal and Care, di sanalah tempat saya bekerja dan tinggal.”

“Okay, noted. Kalau saya ajak kamu jalan. Berarti saya samper kamu ke sana.”

Sophia tersenyum, “Iya. Kamu mau ngajak saya jalan ke mana?”

“Kemana?”

“Ke mana saja, di Amsterdam banyak sekali referensi untuk nge-date berdua. Kita akan menikmati hari-hari kita di Amsterdam yang indah ini.”

Sophia tertawa, ia melihat Malvyn juga ikut tertawa bersamanya. Tawa pria itu sangat tampan, ternyata tubuh pria itu tinggi, dirinya hanya sebatas bahunyanya saja.

Kini mereka berada di depan lobby hotel. Sophia menatap bangunan hotel Conservatorium bangunan hotel yang sangat khas seperti bangunan-bangunan iconic di Belanda. Lobby hotelnya sangat mewah, ia memandang beberapa tamu duduk di ruang tunggu. Sophia mengikuti langkah Malvyn masuk ke dalam lift dan lift membawanya menuju lantai atas.

Sejujurnya ia ingin menolak ajakan Malvyn ke sini, karena baginya kalau Malvyn orang asing. Walaupun mereka sama-sama dari Indonesia, seharusnya ia tidak gampang percaya begitu saja. Apalagi di bawa ke kamar hotel. Namun ia meyakinkan dirinya kalau Malvyn ini orang baik. Ah, ya dalam keadaan hamil seperti ini harusnya ia banyak-banyak istirahat di rumah, bukan malah mengikuti pria lain ke kamar hotelnya. Sophia ingin sekali membenturkan kepalanya ke dinding. Ia tidak mengerti kenapa ia melakukan ini.

Pintu lift terbuka, mereka melangkah menuju koridor. Malvyn melirik Sophia yang berada di sampingnya. Malvyn meletakan kartu akses di depan daun pintu. Pintu terbuka, dan Malvyn mempersilahkan Sophia masuk ke dalam.

Sophia menarik napas, ia masuk ke dalam, ia menahan napas beberapa detik. Ia mengedarkan pandangannya ke area kamar, kamarnya luas, dengan tempat tidur berukuran king size. Pemandangan langsung ke view kota. Kamarnya benar-benar sangat nyaman, di sinilah Malvyn menghabiskan liburannya.

“Kamu sudah berapa lama di sini?” Tanya Sophia, ia memperhatikan leptop di meja kerja dan ada jaket kulit di dekat lemari.

“Baru tiga hari.”

“Rencananya kamu berapa hari di Amsterdam?”

“Tergantung, bisa se-Minggu bisa dua-Minggu, kalau saya betah mungkin bisa lebih lama.”

Sophia mengigit bibir bawah, ia menatap Malvyn pria itu melangkah menuju lemari. Dia mengambil paperbag di bawanya ke meja, dan Sophia mendekatinya.

“Ini semua dari kakak ipar saya,” ucap Malvyn dia mengeluarkan apa yang ada di dalam paperbag.

“Ini rendang untuk kamu, bawa saja,” ucap Malvyn menyerahkan kepada Sophia.

Sophia menatap rendang yang sudah divakum berlapis-lapis dengan plastic. Ada juga beberapa bumbu masakan dan jenis-jenis persambalan. Semua yang di dalam paperbag itu adalah khas Indonesia. Sophia tersenyum dan ia sama sekali tidak menolak atas pemberian pria itu.

“Terima kasih,” ucap Sophia.

Malvyn memperhatikan Sophia, “Duduklah,” ucap Malvyn,

Sophia memilih duduk di sofa, sambil melihat pemandangan kota Amsterdam. Ia memandang awan mendung dan gelap. Malvyn melangkah menuju kulkas ia mengambil beberapa minuman.

“Mau alkohol?”

“Tidak, saya lagi tidak bisa minum alkohol. Air mineral saja,” ucap Sophia.

Malvyn melangkah mendekati Sophia dan memberinya air mineral, dia pun duduk di samping Sophia. Dia membuka kaleng softdrink dan meneguknya secara perlahan.

“Kemarin kakak ipar saya yang baru saja menikah, dia juga berprofesi sebagai dokter.”

“Dokter apa?” Tanya Sophia.

“Dokter umum, awalnya dokter keluarga saja. Namun entah kenapa, justru cinlok sama saudara saya Dario. Sebelumnya saya sama sekali tidak interest sama profesi dokter. Setelah mengenal kakak ipar saya bernama Rubi, ternyata profesi dokter sangat seksi ya.”

Sophia tertawa, “Seksinya di mana ya.”

“Cerdas salah satunya. Tapi saya bukan sapioseksual.”

Sophia tersenyum, “Yaudah cari aja, banyak kan seperti kakak ipar kamu. Sepertinya pria seperti kamu ini, tentu sangat mudah mencari pasangan yang cerdas. Dokter spesialispun akan suka dengan kamu.”

Malvyn tertawa “I know, yang benar-benar pas itu sepertinya sulit.”

“Iya memang benar, cari yang benar-benar cocok itu susah.”

Sophia mengambil botol mineral di meja, ia meneguknya secara perlahan, ia menatap ke arah jendela, “Kayaknya mau hujan ya,” ucap Sophia.

“Lebih tepatnya badai akan datang.”

“Owh ya! Dari mana kamu tahu.”

“Tadi saya mendengar berita kalau hari ini ada beberapa penerbangan dibatalkan karena perkiraan ada situasi berbahaya, angin kencang dan hujan lebat. Pihak bandara juga mengatakan kalau lalu lintas kereta api ditangguhkan,” Malvyn menjelaskan.

“Untung saja, kita tadi buru-buru untuk pulang ke hotel. Kalau tidak, sudah pasti terjebak di dalam café,” ucap Malvyn kembali meneguk softdrinknya.

“Kamu nggak apa-apa kan di sini?” Tanya Malvyn lagi.

“Tidak apa-apa kok. Justru saya yang bersyukur bisa berada di sini dari pada di cafe,” ucap Sophia.

Malvyn meraih remote TV dan ia menyalakannya, agar suasana tidak terlalu sepi. Sementara Sophia melihat ke arah jendela, ada kilat dan petir menyambar-nyambar. Tidak lama kemudian turun hujan es, Sophia hanya menatap dari balik jendela.

“Tadi cerah, sekarang hujan es, lalu angin, begitulah Belanda,” gumam Malvyn.

Malvyn berdiri dan melangkah menuju tempat tidur, ia duduk di ranjang memandang Sophia yang berada di sofa. Malvyn menepuk bantal yang berada di sampingnya, agar wanita itu bersamanya.

“Duduk di sini, lebih baik kita menonton saja, dari pada lihat badai,” ucap Malvyn.

Sophia tersenyum ia memandang ke arah layar Tv. Entah kenapa Sophia mengangguk, dan ia naik ke atas ranjang. Mungkin karena hamil di trimester pertama, kebawaanya ingin tiduran seharian. Ia memang perlu banyak-banyak beristirahat, kedatangannya ke Amsterdam memang untuk rehat dan menjaga kewarasannya. Ia tidak boleh stress dan banyak pikiran.

Sophia duduk di samping Malvyn dan menyandarkan punggungnya di sisi tempat tidur. Ia menatap ke layar TV, lalu mereka saling menatap satu sama lain.

“Kamu sering nonton?” Tanya Sophia.

“Jarang, hampir tidak pernah.”

“Sama. Kita nonton apa?” Sophia melihat Malvyn mencari siaran yang menarik.

“Nonton blue film bagaimana?” Malvyn tertawa.

Mata Sophia terbelalak kaget, ia lalu tertawa. Sophia tidak habis pikir bagaimana jalan pikiran Malvyn ingin menonton blue film bersamanyya.

“Kenapa sih film p0rn disebut blue film?” Tanya Sophia.

“Sebenernya bukan blue film, istilah sebenarnya itu tapi blue law. Blue law itu hukum yang diterapkan kaum puritan, kaum agama yang beraliran keras. Blue law itu, orang-orang yang bertentangan yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama. Seperti mengonsumsi minuman beralkohol, narkoba, salah satunya film p0rn.”

“Kamu sering nonton?”

“Lumayan tapi nggak terlalu sering seperti saya jamann senior high school atau di campus. Biasa saya menjelang tidur masih nonton. Padahal saya memang tidak mengurangi intensitas dengan sengaja, secara alamiah, lama kelamaan berkurang.”

“Sekarang, pengennya nonton film p0rn yang penuh cinta, enak dilihat, cerita yang serius, bukan tiba-tiba langsung hubungan sek.”

“Seperti film Girl next Door. Film Friend with benefit yang pemainnya Mila Kunis. Itu film dulu sih saya tonton, dan kalau sekarang. Kalau pengen banget, nonton menjelang tidur saja.”

“Paling lama berapa hari.”

“Tiga hari, itupun kepala saya sudah pusing,” Malvyn tertawa.

“Itu berarti kamu masih sering.”

Malvyn tertawa, “Iya, begitu lah.”

“Udah kecanduan?”

“Saya tidak tahu ini kecanduan atau tidak. Tujuan nonton film p0rn itu memang ingin melampiaskan nafsu sek yang merupakan kebutuhan dasar saya, karena tidak ada pasangan. Akhirnya mencari pleasure, mengeluarkan hormone dopamine yang buat saya nyaman, relax dan lega, begitulah cara saya adiksi. Kalau pengen berpaling susah, karena sudah terjatuh terlalu dalam,” Malvyn tertawa.

“Emangnya kamu nggak pernah nonton blue film?”

“Pernah.”

“Terus.”

“Ya normal-normal aja kan nonton, kamu sudah dewasa dan saya pun begitu. Tidak ada yang salahkan, lagi-lagi itu kebutuhan dasar manusia normal.”

“So, nggak apa-apa kan kita nonton bareng,” ucap Malvyn diselingi tawa.

Sophia ikut tertawa, ia lalu mengambil posisi meletakan kepalanya di bantal.

Malvyn melihat ke arah jendela, hujan semakin deras beserta kilat dan petir,

“Kalau hujan seperti ini memang lebih enak berdua melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.”

Sophia menarik bedcover hingga ke dada, ia tidak menanggapi ucapan Malvyn, karena tiba-tiba dingin pada tubuhnya. Malvyn menoleh ke samping menatap Sophia, ia pandangi wajah cantik itu.

“Kamu kedinginan?”

“Iya, sedikit.”

“Mau saya peluk?”

Sophia belum menjawab pertanyaan Malvyn, namun pria itu lalu memeluknya begitu saja dari belakang, ada perasaan hangat menyelimuti tubuhnnya. Jantung Sophia berdegup kencang, ia hanya bisa bergeming, hembusan napas Malvyn terasa di tengkuknya.

“Apa sudah lebih hangat?” Bisik Malvyn.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel