Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 7

HAPPY READING

*****

1 Bulan kemudian,

Lorenzo menghirup aroma kopi yang menguar dari cangkir keramik, meskipun jarang minum kopi. Bisa dikatakan kalau selama ini ia hidup di keluarga pecinta kopi, kedua orang tuanya ketika di sore hari menikmati secangkir kopi, mau itu tanpa gula dan adanya gula. Bahkan di rumah ada mesin pembuat kopi khusus karena memang kedua orangt tuanya secinta itu dengan kopi.

Jika ia keluar kota atau ke luar negri, yang ia cari pertama kali Starbucks Airport, sambil menunggu pesawat yang delay. Entah kenapa ia iseng minum black coffe. Tadinya ia mau minum pakai gula, tapi sekarang ia iseng minum tanpa gula. Oh my God! It’s so good! Dan ia menghirupnya sampai tetes terakhir, tanpa butiran Kristal gula di dalamnya.

Seketika Lorenzo teringat dengan wanita bernama Angel yang ia temui di Bandara waktu itu. Setelah kejadian bercinta bulan lalu, ia lupa meminta nomor ponselnya. Mereka berpisah begitu saja setelah transit karena seat mereka berbeda. Ketika di bandara ia kehilangan jejak soso Angel. Jujur sampai saat ini ia tidak bisa melupakan Angel Margarita.

Lorenzo menatap layar ponselnya, ia sudah mencari nama Angel Maragarita di akun instagramnya, namun ia tidak menemukan nama tersebut. Ia yakin kalau wanita itu memiliki nama lain di instagramnya yang tidak ia ketahui. Lorenzo menatap sekretaris di sampingnya, wanita itu menemaninya hampir satu jam termenung di sini, karena gelisah memikirkan Angel. Jika tidak bercinta kemarin, mungkin ia akan biasa-biasa saja atas kehilangannnya. Namun sekarang membuatnya terus terusan teringat.

“Bapak nyari Angel Margarita?” Tanya Rani menatap boss nya yang dari tadi termenung.

Lorenzo mengangguk, “Iya, sudah ketemu?”

“Enggak ada pak, adanya Angel Karamoy,” ucap Rani.

“Masa sih nggak ada? Coba kamu cari di akun media social yang lain”

“Saya sudah mencarinya di X, FB, Linkind, Pinters nama serupa tidak ada pak. Siapa sih pak Angel Margarita?” Tanya Rani semakin penasaran.

“Katanya sih agent property dia juga bilangnya selebgram. Entahlah, saya juga baru kenal sama dia. Mungkin dia berbohong sama saya.”

“Wah, kalau selebgram udah pasti centang biru pak, sekali pencarian langsung dapat. Ini saya cek di google dan instagram nggak ada namanya Angel Margarita. Bukan itu kali pak namanya.”

“Iya, mungkin bukan Angel Margarita namanya.”

Lorenzo menyesali bulan lalu kalau ia tidak mendapatkan nomor Angel. Lorenzo menghela napas, sudahlah ia lebih baik menjalani hidup. Wanita bernama Angel Margarita belum ia temukan hingga saat ini. Enzo menyandarkan punggungnya di kursi, ia menatap layar ponselnya. Melihat jam digital menunjukkan pukul 13.10 menit.

“Kita pulang ke kantor sekarang,” ucap Lorenzo ia beranjak dari duduknya.

“Baik pak.”

Lorenzo melangkahkan kakinya menuju lift dan lift mengantarnya menuju lantai atas. Namun rasa penasarannya cukup tinggi, kenapa Angel Margarita se-private itu. Siapa nama aslinya sebenarnya? Dia ada di Jakarta mana? Lorenzo masuk ke dalam office dan ia lalu duduk di kursinya.

Lorenzo melihat beberapa laporan yang harus ia tanda tangani. Ia menatap beberapa pesan masuk dari teman-temannya. Ia membalas dengan seadanya, namun tetap saja di pikirannya saat ini adalah Angel. Wanita itu masih meninggalkan bekas dipermukaan kulit, ia masih jelas jejak ciuman sensual Angel di berbagai tempat di tubuhnya.

Ia juga masih teringat jelas bagaimana kombinasi kenikmatan dan rasa romantic yang di ciptakan oleh mereka berdua saat dihotel wakktu itu, akhirnya bersatu dengan penuh gairah. Saking intensnya, setelah bercinta ia tidak kuasa menahan kantuk dan lalu tertidur.

Sial! Si Angel hampir saja membuatnya gila. Padahal bercinta itu bukan hal yang pertama kali untuknya, kenapa ia hanya memikirkan bercinta dengan Angel. Ia seperti ABG baru kencur yang baru merasakan baru pertama kali bercinta.

Lorenzo mendengar suara ponselnya bergetar, ia melihat ada nama “Axel Calling” Lorenzo menggeser tombol hijau pada layar, ia letakan ponsel itu di telinga.

“Iya, Axel,” ucap Lorenzo tenang.

“Lo di mana?” Tanya Axel.

“Lagi di office, kenapa?”

“Nanti kita club yuk.”

Alis Enzo terangkat, karena tidak biasanya Axel mengajaknya ke club, “Haduh males banget gue. Ngapain?”

“Ya minum aja, open table.”

Lorenzo menarik napas, “Ada siapa aja?”

“Berdua aja, emang siapa lagi. Lagi pengen have fun.”

Lorenzo menyungging senyum, lalu menarik napas, ia kemarin sempat mendengar kalau Axel dan pacarnya ada masalah yang cukup rumit,

“Emang kenapa? Udah putus sama si Bella?” Tebak Enzo.

“Iya, baru kemarin putus,” ucap Axel diiringi tawa.

“Putus kenapa?”

“Biasalah, nyokap nggak setuju,” gumam Axel.

“Alasannya?” Tanya Lorenzo semakin penasaran.

“Lo mau tau? Alasannya karena Bela orang jauh. Konyol banget kan?”

“Padahal gue lagi bangun proses sama Bela, dan Bela juga mau ikut berkembang. Tapi tetap mama dan papa nggak setuju sama Bela, dengan alasan jauh.”

“Kata Bela, dia ini bukan setara dengan keluarga gue. Jadi Bela milih mundur, dari pada melelahkan dengan hubungan nggak direstui, berat juga buat dijalani ke depannya. Mending pisah saja, lebih baik gagal dibanding nanti.”

“Well, dengan pertimbangan yang matang, gue pun menerima keputusan itu, kita memutuskan untuk tidak melanjutkan. Ya gue paham maksud Bela dan orang tua gue. Banyak pertimbangan yang harus di jalankan. Jadi yaudah udahin aja. Mungkin nanti Bela dapat yang sepadan dengan dia.”

“Ya mungkin aja sih. Tapi lo emangnya nggak apa-apa?”

“Enggak apa-apa kok. Macam lo nggak tau gue aja. Main sama cewek di club juga bakalan hilang.”

“Uh, dasar ya lo.”

“Gue jemput ya lo di rumah.”

“Oke.”

Enzo mematikan ponselnya, ia melihat berkas di hadapannya dan lalu mulai menandatangani berkas-berkasnya. Setidaknya dengan bertemu dengan Axel ia sedikit melupakan Angel. Sial, dulu ia tidak menanyakan di mana wanita itu tinggal.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel