Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

Enzo mengangguk paham, ia lalu menatap makanan di mejanya. Mereka lalu memakan makanan itu dalam diam. Sesekali Enzo memperhatikan Angel, dia mengakui kalau Angel itu cantik. Dia memiliki kulit putih bersih, terlihat sangat halus dan sehat. Matanya almond, hidungnya mancung, dagunya seperti v dan bibirnya penuh. Enzo melihat kuku-kukur Angel berwarna merah merona.

Sementara Angel diam-diam mengagumi tubuh atletis Enzo, dadanya terlihat bidang, rahangnya tegas, dan hidungnya terpahat sempurna. Jika ia menjadi kekasihnya, mungkin ia tidak akan melewatkkan satu jengkalpun menatap wajahnya. Di tambah dengan bibir bawahnya sedikit tebal, membuatnya ingin tahu bagaimana rasanya ia menghisap bibir itu.

Angel mengibaskan tangan ke wajahnya, bisa-bisanyya ia berpikiran yang tidak senonoh seperti itu. Angel mengipas-ngipas tangan ke wajahnya, ia dapat mencium bau parfum Enzo yang segar dan tidak menyengat, kombinasi aroma cemara, cedar dan musk, cukup unik. Mungkin semua orang akan mengenali bahwa ini adalah parfum Lorenzo.

“Saya suka parfume kamu,” ucap Angel.

Enzo lalu menoleh menatap Angel, alisnya terangkat, ia tidak menyangka kalau Angel menyukai aroma tubuhnya, yang kadang memang tidak pernah terlintas di pikiran orang untuk memuji parfume nya.

“Terima kasih. Saya juga aroma tubuh kamu seperti orchid.”

“Kok kamu tau?”

“Kebetulan mama saya pecinta anggrek, jadi kalau anggreknya berbunga aromanya ke mana-mana, jadi sangat khas, seperti aroma tubuh kamu.”

Angel meneguk air mineralnya, ia memang sekarang lagi suka parfum beraroma bunga, karena itu membuatnya lebih segar.

“Kamu transit di Singapore?” Tanya Enzo.

Angel mengangguk, “Iya. Sengaja sih, biar bisa jalan dulu di sana.”

“Pasti mau belanja.”

“Pastinya,” Angel tekekeh.

“By the way, kalau boleh tau, ngapain jauh ke Dubai?” Tanya Enzo penasaran.

“Kalau menurut kamu bagaimana?”

Enzo mengedikan bahu, dia menyelesaikan makannnya, “Saya tidak tahu Angel, mungkin kamu lagi jalan-jalan ya.”

Angel menggelenngkan kepalanya, ia mungkin saat ini pantas mendapatkan piala Oscar, “Ngabisin jatah bonus jalan-jalan dari kantor, yaudah ke Dubai,” ucap Angel, padahal ia di Dubai bertemu dengan kliennya, segala akomodasi di sediakan oleh kliennya ia hanya tinggal datang dan melakukan kewajibannya.

“Enak dong, kamu kerja apa?” Tanya Enzo penasaran.

“Saya agent property, tahun kemarin saya dapat menjual beberapa property jadi dapat bonus jalan-jalan gratis di Dubai.”

“Enggak rombongan? Biasa kalau bonus gitu perginya rame-rame gitu kan?”

“Enggak, saya minta tiket terpisah, kalau rame-rame males orangnya tua-tua,” Angel lalu terkekeh, bisa-bisanya ia mengatakan kalau ia menjadi agent property.

“Kamu sendiri bagaimana? Di Dubai dalam rangka apa, business or pleasure?”

“Menurut kamu gimana?”

“Aduh, kamu ikut-ikutan nanya balik.”

Enzo lalu tertawa geli, “Ada business sih di Dubai, balik ke Jakarta karena mama nyuruh balik ada sepupu saya menikah, nggak enak kalau nggak datang soalnya kita deket.”

“Tapi kamu nggak kelihatan happy sepupu kamu nikah.”

“Kelihatan banget ya?”

“Iya, kelihatan sih.”

Enzo tertawa, “Ya iyalah, nanti kalau di pesta, semua keluarga besar saya nyuruh saya cepet-cepet nyusul nikah. Jadi ribet aja jawabnya gimana. Itu yang buat saya nggak excited balik ke Jakarta.”

“Kamu transit di Singapore?”

“Iya. Sengaja sih transit yang paling lama, biar bisa jalan-jalan dulu ke sana. Kamu sendiri gimana?”

“Sama sih. Palingan stay di hotel aja, istirahat. Kamu hotelnya nginep di mana?”

“Di Ambassador.”

“Di tempat transit itu?”

“Ya ampun sama,” ucap Angel antusias.

“Kok bisa sama ya? Apa kita jodoh.”

Angel tertawa, “Kebetulan aja sih, bukan jodoh,” Angel dan Enzo tertawa bersama.

*****

*****

Akhirnya mereka tiba di Bandar Udara Internasional Changi Singapura. Angel dan Enzo melangkahkan kakinya menuju hotel untuk chek in. Angel melihat postur tubuh Enzo yang tinggi, padahal untuk ukuran wanita ia cukup tinggi, kenapa ia berhadapan dengan Enzo ia menjadi pendek, hanya sebatas sebahunya saja.

Angel memberikan id card nya kepada receptionis, setelah itu ia lalu mendapat kunci akses. Angel memasukan tangan ke saku blezernya.

“Tinggi kamu berapa?” Tanya Enzo setelah mendapatkan kunci akses dari receptionis.

“Menurut kamu berapa?” Tanya Angel diselingi tawa.

“160 ya.”

Angel mengangguk, “Iya, kamu benar. Kok bisa tau sih?”

“Tau lah, mirip mantan saya yang pertama tingginya. Kira-kira dulu dia setinggi kamu.”

Alis Angel terangkat, “Kamu punya mantan?”

Enzo tertawa, “Punya lah, tapi udah putus lama.”

“Jangan-jangan kamu belum move on.”

Enzo kembali tertawa, mereka melangkah menuju koridor, “Udah dong. Saya orang yang cepat move on, jarang sih berlarut-larut dalam kesedihan. Di bawa tidur juga udah hilang galaunya, sibukkin diri aja sih.”

“Sekarang? Udah punya pacar?”

“Belum sih.”

“Pasti yang ngantri banyak,” ucap Angel lalu tertawa.

“Tau aja kamu. Jangan-jangan kamu mau daftar,” ucap Enzo.

“Males ah, mending jomblo aja sih kalau saya.”

Enzo tertawa, “Cewek cantik zaman sekarang tuh susah banget ya diajak pacaran.”

“Susahlah, maunya diajak nikah,” Angel tertawa.

Alis Enzo terangkat, “Owh ya? Kamu mau nikah?”

“Ya mau aja kalau cowoknya mapan.”

“Kayak saya dong Angel.”

Angel tertawa, “Emang kamu udah mapan?”

“Udah dong. Kamu mau apa? Sebutin aja, nanti saya kasih, asal tidur sama saya.”

“Idih, sok kaya nih kamu,” ucap Angel tertawa dan Enzo ikut tertawa.

Angel dan Enzo akhirnya berhenti di depan pintu kamar mereka. Ia baru sadar kalau mereka bersebelahan.

“Kamar kita sebelahan?”

“Iya.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel