Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

“Ema ... Ema! Kamu di mana?’

Ema tak mendengar panggilan Mayang karena ia memang sengaja bersembunyi di balik semak-semak agar Mayang tak mengetahui keberadaan dirinya. Hanya Elisa lah yang berusaha menolak rencana jahat Ema untuk Mayang.

“Lu itu gimana sih? Dia udah mencoba meracuni Awang, jangan sampai jal*ng itu lepas!” Ema terus meyakinkan Elisa untuk mengikuti kemauannya.

“Tapi aku takut, Ema! Kalau kita dipenjara bagaimana?” Elisa ketakutan, seluruh tubuhnya gemetar mendengar rencana jahat Ema yang ingin melukai Mayang.

Dengan tipu daya dan kata-kata manis seperti memberikan Elisa koleksi tas terbaru membuat Ema sedikit mudah menipu gadis muda itu agar bersedia mengikuti kemauannya.

Pada saat Mayang lengah, Ema dan Elisa datang dari arah belakang tubuh Mayang. Kedua mahasiswa itu lalu mendorong tubuh Mayang hingga jatuh ke sungai yang memiliki arus deras.

Mayang tersentak dan tak menyangka bila Ema tega melakukan hal jahat seperti ini padanya. Hanya bisa menangisi nasibnya karena memiliki saudara dengan sifat jahat seperti Ema.

Tubuh Mayang jatuh ke sungai dan sempat menabrak bebatuan hingga tenggelam. Namun sebelum tenggelam, Mayang sempat berteriak meminta pertolongan dari Ema dan Elisa.

Namun, Ema mengajak Elisa segera meninggalkan sungai tersebut agar tak ada yang menyadari perbuatan jahat mereka. Ema menarik paksa Elisa pergi dari sungai karena takut ada saksi yang melihat perbuatan mereka berdua.

Mayang yang malang akhirnya tenggelam oleh perbuatan jahat sang saudara tirinya. Karena tak bisa berenang, tubuh itu lalu hanyut terbawa arus hingga ke hilir sungai dengan alur deras.

Ketiadaan Mayang membuat teman satu tendanya, Cika kalang kabut. Pasalnya gadis mungil itu telah menunggu lebih dari satu jam lamanya. Namun, sahabat dekatnya itu tak kunjung menampakkan diri. Berulang kali Cika mencari Mayang hingga keluar dari area perkemahan, dan tak membuahkan hasil sama sekali.

Sempat pula Cika mendatangi tenda Ema untuk menanyakan keberadaan Mayang, lagi-lagi dengan angkuh Ema mengusir teman Mayang itu.

'Mayang ... kamu ke mana sih?' Sungguh Cika kalang kabut dibuatnya.

Tak ingin menunggu terlalu lama lagi, gadis manis itu segera menghubungi panitia acara guna melaporkan hilangnya Mayang.

Salah satu panitia acara adalah Awang Kurniawan, satu-satunya pria yang menjadi incaran Ema hingga gadis nakal itu berani menghilangkan keberadaan Mayang.

Awang yang mendapatkan laporan dari Cika tersebut sekonyong-konyongnya langsung bergegas mencari keberadaan Mayang. Tak memedulikan apapun, bahkan waktu kini telah bergeser dari siang menuju petang. Tetap saja, Awang mencari keberadaan Mayang tanpa diminta.

Melihat kepanikan di wajah pria pujaannya, Ema begitu tersulut emosi lantaran Awang begitu mengkhawatirkan keadaan Mayang. Bagaimanapun juga saingannya telah dihabisi, kini tak ada lagi halangan dan saingan Ema.

"Dasar per*k sialan! udah mati, mati aja sono!" gerutu Ema kala mengikuti ke manapun Awang pergi.

Baru kali ini Ema harus bersusah payah ikut mencari keberadaan orang yang paling dia benci seumur hidupnya. Hingga kakinya tanpa sadar terantuk batu dan Awang tak peduli padanya sama sekali.

"Ihhhh ... !" Ingin menjerit sekencangnya. Namun, Ema tak bisa. Gadis muda itu hanya mampu menggerutu sepanjang jalan dengan mulut dipenuhi sumpah serapah untuk Mayang agar gadis itu mati dan mayatnya segera ditemukan.

"Ba-bagiaimana kalau kita cari ke dekat sungai?" tanya Elisa pada para anggota yang kebetulan berjumpa dengan Awang dan Ema. Ema sempat melirik tajam ke arah Elisa yang ia nilai begitu ceroboh hingga tanpa sadar hampir membuka rahasia di antara keduanya.

"Maksudku, maksudku siapa tahu Mayang ke sungai?" jelas Elisa sesaat kemudian setelah ia mendapatkan kecaman berupa lirikan tajam dari Ema.

'Untung saja gue tak salah mengucapkan sesuatu, bisa diamuk Ema, gue!' batin Elisa sembari mengelus dada atas perilaku sang teman baiknya.

Dari awal memang Elisa keberatan atas permintaan Ema yang mengajak dirinya mencelakai Mayang. Bagaimanapun juga Mayang adalah saudara Ema juga. Terlebih lagi, keduanya juga tergabung dalam kelompok Mapala yang sama. Sehingga Elisa sempat menolak ajakan Ema untuk melenyapkan nyawa Mayang.

Atas anjuran tak terduga dari Elisa, kelompok pencari memutuskan untuk pergi ke arah sungai guna mencari keberadaan Mayang yang hilang. Dengan wajah tak suka, Ema mendekati Elisa dan memarahinya karena memberikan ide yang tak seharusnya ia lakukan.

"Lu itu begonya gak ketulungan ya, El? Kalau sampai mayat Mayang ditemukan gimana? Lu mau tanggung jawab dan masuk penjara?" Ema mengancam Elisa yang dinilai sungguh bodoh tanpa memikirkan perkataannya barusan.

Meski begitu, Ema tak serta merta terus memarahi Elisa. Ema tak ingin orang-orang curiga padanya. Bila harus curiga, seharusnya mereka mencurigai Elisa yang menawarkan usul ke sungai, bukan padanya.

"Maafkan aku, Ema! aku yang salah!" Elisa menyesal telah tanpa sadar mengatakan hal yang paling disembunyikan dan menjadi rahasia besar di antara dirinya dan Ema.

"Semoga saja, jal*ng itu tak ditemukan!" Ema masih berapi-api memikirkan apa yang harus ia jelaskan nantinya bila tubuh Mayang ditemukan.

Karena Ema yakin jika Mayang pasti telah tewas dan hanyut ke ujung sungai. Selain berarus deras, sungai itu juga dipenuhi bebatuan dan pastinya menyebabkan tubuh lemah Mayang terantuk batu yang jumlahnya banyak sekali.

Rombongan tersebut tiba di sungai dan mulai berteriak-teriak memanggil Mayang. Mulai dari hulu hingga hilir sungai demi mencari keberadaan Mayang.

Namun, semua usaha itu sia-sia. Karena hingga mendekati malam, tak ada satupun anggota yang berhasil menemukan Mayang dan jejaknya. Pencarian hari ini tepaksa dihentikan karena malam telah menjelang dan penerangan serta kelengkapan mereka tak sebanding dengan tim SAR ataupun regu penyelamat lainnya.

**

Seorang lelaki dewasa yang berprofesi sebagai dokter Bedah di salah satu rumah sakit paling bergengsi di kota yang bernama Rafael tengah melakukan pendakian di sekitar gunung tempat kelompok Mapala Mayang.

Pria yang mengenakan jaket kulit dengan dipadupadankan sepatu vans keluaran terbaru tengah duduk bersantai menikmati waktu istirahatnya di dekat aliran sungai.

Guna melepas dahaga, Rafael Subiantoro meneguk segenggam air sungai yang sangat jernih itu. Selain meminum langsung, Rafael juga membasuh mukanya agar lebih segar lagi. Setidaknya hal kecil seperti ini mampu menghalau rasa lelahnya setelah mendaki cukup lama.

Tak jauh dari tempat Rafael duduk bersantai, samar-samar dokter bedah itu melihat sebujur tubuh yang hanyut oleh aliran sungai tersebut. Seperti melihat keanehan, dr Rafael mendekati sosok yang ia yakini seorang wanita itu hingga ke tengah sungai.

Melawan arus yang deras, merupakan kesulitan Rafael. Namun, hobinya dalam mengikuti kegiatan survival membuatnya mampu menyelamatkan diri dan tubuh yang hanyut tersebut.

Rafael lalu membawa tubuh hanyut itu menepi dengan susah payah. Napasnya tak beraturan setelah Rafael dengan sekuat tenaga menerjang arus sungai. Dan usaha itu kian membuahkan hasil saat Rafael menyentuh sesosok tubuh lemas tersebut.

"Masih cukup hangat! dan masih bernapas."

Rafael memeriksa luka fatal dari sosok yang ia temukan. Dari hasil penyelidikan Rafael, dapat dipastikan bahwa wanita yang ia temukan jatuh ke sungai dan hanyut sampai ke tempatnya.

"Syukurlah, dari bentuk tubuhnya kurasa dia berusia tak lebih dari 20 tahun!" Rafael memperkirakan rentang usia Mayang dengan postur tubuhnya.

Segera saja Rafael melakukan pertolongan pertama pada Mayang. Dari profesinya yang merupakan tenaga ahli kesehatan, dengan mudah Rafael bersiap melakukan CPR sesuai prosedur yang selalu ia tetapkan dalam pekerjaannya.

CPR dilakukan terhadap orang yang tidak mampu bernapas atau mengalami henti jantung akibat suatu hal, misalnya tenggelam atau serangan jantung. Dengan mengembalikan fungsi napas dan jantung, CPR dapat menyelamatkan nyawa seseorang.

CPR (cardiopulmonary resuscitation) atau dikenal juga dengan sebutan RJP (resusitasi jantung paru) adalah upaya pertolongan medis untuk mengembalikan kemampuan bernapas dan sirkulasi darah dalam tubuh.

Setelah memeriksa nadi tubuh itu, Rafael memastikan Mayang masih bernapas secara normal dengan melihat apakah dadanya bergerak naik-turun. Selanjutnya, Rafael mendekatkan telinganya ke mulut dan hidung Mayang untuk mendengar suara napas dan merasakan embusan napasnya di pipi dr Rafael.

Kemudian, dokter senior dari rumah sakit tersebut meletakkan telapak tangannya di bagian tengah dada Mayang, tepatnya di antara payudara.

Lalu Rafael memposisikan telapak tangannya yang lain di atas tangan pertama. Dan memastikan posisi siku tenaga ahli itu lurus dan bahu berada tepat di atas tangannya.

Lalu dengan cekatan Rafael menekan dada Mayang setidaknya 100–120 kali per menit, dengan kecepatan 1–2 tekanan per detik.

Saat menekan, dokter lelaki itu mengunakan kekuatan tubuh bagian atas. Tidak hanya itu saja, ia juga mengandalkan kekuatan lengan agar tekanan yang dihasilkan lebih kuat.

Alhasil, dengan kepiawaiannya Mayang mampu menunjukkan tanda-tanda kehidupan dengan merespon tindakan CPR dari Rafael. Karena jalannya napas Mayang masih minim, Rafael lalu mencoba cara selanjutnya yakni membuka jalur napas Mayang melalui tindakan napas buatan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel