Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 7

"Tapi aku tidak mungkin memaksamu untuk melakukan semua syarat itu, karena aku tahu itu hanya akan menyakitimu. Aku akan membatalkan kontrak ini, masalah Showtime, nanti saja aku cari sendiri jalannya," lanjut Isabel dengan mata berkaca-kaca. Isabel berdiri perlahan dan berjalan ke arah pintu dengan lambat dan tubuh lunglai.

"Baik!" seru Francine, Isabel tersenyum puas. Rencananya berhasil, dia berhasil memanipulasi emosi Francine.

"Aku akan mengikuti syarat dari Dantex, tandatangani saja kontraknya," ucap Francine masih dengan nada kesal.

"Thank you dear," seru Isabel dengan wajah bahagia dan langsung pergi menemui Jonathan.

Francine tahu semua rencana Isabel untuk membuatnya luluh. Dia bisa membaca isi pikiran Isabel, jadi dia tahu trik-trik yang Isabel buat. Tapi dia juga tahu bahwa Isabel akan benar-benar kehilangan Showtime tanpa suntikan dana dari Dantex.

Francine tidak sanggup melihat Isabel kehilangan semua yang sudah dia bangun dari nol. Showtime adalah hidup Isabel dan tidak mau merenggut itu hanya karena beberapa acara membosankan yang harus dia hadiri.

"Hanya sembilan belas kali," guman Francine meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia bisa melewati semuanya.

***

"Selamat siang Bu Francine, saya mau mengingatkan kami akan ke rumah ibu jam 4 sore," ucap make up artis yang dipesan oleh Dantex untuk merias Francine sebelum menghadiri acara ulang tahun salah satu komisaris Dantex yang diadakan di salah satu hotel mewah.

"Baik, saya tunggu." Francine menutup teleponnya dengan malas.

Biasanya Francine akan menghabiskan waktu liburnya dengan bermalas-malasan sepanjang hari. Menonton berita, membaca buku, membersihkan rumah yang juga menjadi hobinya atau sekedar duduk di depan jendela memperhatikan orang yang berlalu lalang di jalanan, sambil menikmati secangkir kopi susu dan sepotong roti.

Tapi kali ini, dia harus menghabiskan waktu liburnya melakukan hal yang paling dia benci.

Francine mulai membersihkan kamar mandi yang sebelumnya sudah bersih. Lalu melap dapur yang hampir tidak pernah dia gunakan, karena dia memang tidak bisa memasak. Tak terasa jam sudah menunjukkan angka 3 ketika dia selesai membersihkan seluruh rumah yang juga tidak kotor sebenarnya.

Francine mandi lalu menunggu kedatangan tim make up yang dipesan Dantex.

"Ini adalah kebijakan perusahaan. Kamu harus menggunakan make up artis kami, karena kami bekerja sama dengan mereka. Jadi sayang sekali kalau kami tidak menggunakan jasa mereka," jelas Jonathan ketika Francine protes dan memaksa akan hadir apa adanya. Francine yang tidak memiliki alasan kuat untuk menolak terpaksa menyetujuinya.

"Wah, kulitnya bagus sekali bu. Lembut, halus, warnanya merata dan elastis. Andai semua klien saya seperti ibu, enak sekali kerjaan saya," komentar sang make up artis sambil mengaplikasikan berbagai cream di wajah Francine.

Francine hanya diam sambil menutup mata dan bibirnya. Dia belum pernah dirias dan merasa tersiksa karena harus menahan diri. Sehari-hari dia hanya membersihkan wajah dengan sabun dan menggunakan losion yang sudah dia digunakan sejak kecil di seluruh tubuhnya. Siang hari dia hanya menggunakan krim siang dan tabir surya. Malamnya dia hanya menggunakan krim malam. Dia tidak menggunakan bedak apapun apalagi make up.

"Biasanya pakai skincare apa bu?"

"Krim dan tabir surya," jawab Francine singkat sambil menunggu rambutnya di tata.

"Sudah selesai, wah cantiknya!" seru tim make up yang datang. Mereka tidak menyangka Francine yang pada dasarnya sudah cantik, semakin keluar kecantikannya setelah dirias.

Francine hanya tersenyum canggung. Dia tidak terbiasa menerima pujian atas fisiknya.

Setelah semua pulang, Francine membuka kotak berisi gaun dan sepatu yang dikirimkan Jonathan, lagi-lagi dia memaksa Francine memakai gaun dan sepatu itu dengan alasan yang sama, bahwa gaun dan sepatu itu adalah produksi salah satu anak perusahaan Dantex.

Francine menggunakan gaun itu sambil menggerutu, karena dia tidak suka memakai gaun formil. Tentu saja dia memiliki gaun meski sangat jarang memakainya. Gaun dengan potongan A line sederhana berwarna putih dengan corak bunga. Menurut Francine, gaun miliknya seharusnya sudah cukup untuk di pakai di acara malam nanti.

Setelah memakai gaun dan sepatu, Francine memandang bayangan dirinya di cermin.

"Waw," gumannya pelan. Francine sendiri tidak bisa memungkiri betapa memukau penampilannya. Dia tampak seperti para selebriti yang tampil di karpet merah. Untuk pertama kalinya Francine mengakui bahwa dia memang cantik. Dia tidak bisa berhenti menatap dirinya di cermin, sesekali dia berputar sambil tertawa. Dia berhenti karena telepon genggamnya berbunyi.

"Halo," sapa Francine.

"Aku sudah di depan apartemenmu, turunlah!" perintah Jonathan. Francine kembali ke kenyataan setelah mendengar suara Jonathan. Dia mengambil tas kecil yang juga pemberian Jonathan, mengisinya dengan dompet dan telepon genggamnya, lalu segera turun.

Francine berdiri di depan pintu kaca lobi apartemennya ketika dia memandang Jonathan yang sedang berdiri di trotoar dengan pakaian jas resmi dan sepatu mengkilap. Rambutnya juga ditata sangat rapi. Semua wanita yang sedang berjalan kaki mengagumi Jonathan. Francine bisa mendengar beberapa dari mereka bahkan memikirkan hal-hal vulgar tentang Jonathan. Francine tidak mengerti apa yang membuat mereka mengagumi Jonathan, baginya pria itu lebih tampak menyebalkan daripada mengagumkan.

Francine keluar dari lobi dan berjalan ke arah Jonathan. Dia melihat Jonathan yang sedang memandangnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Ayo berangkat," ajak Francine.

"Eh, ayo," jawab Jonathan kaget. Dia tidak menyangka penampilan Francine akan seluar biasa itu. Jonathan selalu bergaul dengan wanita-wanita cantik tapi Francine tampak berbeda dari mereka.

Jonathan dan Francine masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang. Francine risih karena sesekali mendapati Jonathan meliriknya, tapi tidak bisa mendengar isi kepala pria itu. Francine sadar kemampuannya tidak berlaku bagi Jonathan dan dia tidak tahu mengapa hal itu bisa terjadi.

"Ada apa sih?" tanya Francine dengan ketus setelah untuk kesekian kali mendapati Jonathan yang sedang mencuri pandang.

"Apa?" tanya Jonathan kaget.

"Kenapa kamu terus-terusan melirikku?" Francine terlihat kesal.

"Aku? Melirikmu? Besar kepala sekali. Aku memperhatikan hasil riasanmu. Sepertinya mereka melakukan pekerjaan yang bagus, karena wajah pemarahmu tersamarkan oleh riasan itu," jawab Jonathan dengan kesal.

Francine mendengar sopir Jonathan tertawa dalam hati.

Francine membuang muka dan memandang keluar jendela.

'Dasar laki-laki gila!' maki Francine dalam hati.

Mereka tiba tepat waktu di balroom hotel mewah yang dihiasi dengan bunga-bunga segar. Acara baru saja dimulai, Francine dan Dantex duduk berdampingan di meja bundar tepat ditengah ruangan. Francine mengikuti acara ulang tahun itu dengan enggan. Bagi Francine ini bukan acara ulang tahun, tapi ajang pamer dan ajang bisnis. Semua diumbar dari masa pertumbuhan sang komisaris, hingga keberhasilannya saat ini. Belum lagi kata-kata pujian dalam sambutan yang tujuannya untuk menjilat rekan bisnisnya yang hadir.

Francine merasa sangat lega ketika acara formil akhirnya berakhir dan mereka memulai makan malam diiringi penampilan para artis terkenal. Makanan mulai disajikan, Francine dan Jonathan sedang menikmati makan malam mereka, sambil menyaksikan penampilan seorang penyanyi muda yang sedang naik daun. Ketika seorang wanita mendatangi meja mereka dan langsung memeluk Jonathan dari belakang.

"Halo sayang, katanya kamu enggak bisa hadir. Aku sempat kecewa loh," sapanya manja sambil tersenyum menggoda.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel