4. Ahh! Godaan Tiara dan Tubuh Seksinya
“Ahh! Ohh! Terus mainkan punya om, Tiara. Ohh!” Rama terpaksa colay dengan menjadikan Tiara sebagai objek fantasinya.
Tangannya terus meng*c*k miliknya yang besar berurat itu dengan semakin cepat. Ia membayangkan jika Tiara yang memainkannya, sambil ia asyik memainkan kedua melon milik gadis cantik itu.
“Ahh! Ahh! Om mau keluar, Tiara. Cepatlah!"
“Ahhh!" Rama mengerang panjang.
Lenguhannya panjang, bersamaan dengan semburan mayonaise yang kini memenuhi celana dan telapak tangannya. Rama mendesah panjang dan buru-buru mengambil tisu untuk mengelap juniornya yang tampak belepotan.
“Ya ampun! Apa yang sudah aku lakukan barusan?" Sesal itu terbersit dalam hati Rama.
Meskipun ia merasa puas karena sudah berhasil mencapai klimaksnya, tapi ia juga menyesal karena sudah colay dengan membayangkan tubuh Tiara.
“Ferdi, Tiara, maaf," lirihnya.
Namun, rasa kantuk dan lelah sudah menyerangnya. Hingga tanpa sadar, akhirnya Rama pun tertidur lelap tanpa merapikan celananya yang terbuka. Membuat miliknya mencuat begitu saja tanpa mau tertidur lagi.
*
Pagi itu, Tiara bangun sambil menguap lebar seperti biasa. Ia selalu bangun lewat dari waktu normal manusia bangun. Begitu membuka mata, ia langsung memicing. Hari sudah sangat terang, tetapi hal itu seolah tak ada artinya untuk Tiara.
“Kok sepi banget sih?”
Ia turun dari kasur dan cepat-cepat mengecek ponselnya. Matanya seketika melotot, karena ia baru sadar jika ada pesan masuk dari papanya.
[Tiara, papa berangkat duluan ya. Papa mau nungguin kamu, tapi kamunya masih tidur. Jadi kamu berangkat sendiri, soalnya papa ada rapat pagi. Jangan molor.”
“Astaga, papa!" Tiara mendengus panjang.
“Enak banget nulis jangan molor. Udah tahu kalau anaknya ini spesialis bangun siang, bukannya ditungguin malah ditinggal gitu aja.”
Meskipun matanya masih terasa berat, dan langkahnya juga masih malas, Tiara buru ke kamar mandi. Dengan malas tapi cepat, ia segera siap-siap mengenakan kemeja dan celana jeans. Gadis itu buru-buru turun ke ruang makan.
Di sana, dilihatnya ART mereka, Bi Atin sudah menyiapkan sarapan lengkap. Telur rebus, roti, dan segelas susu yang selalu ia protes tapi selalu dipaksa untuk ia minum.
“Bi Atin, kenapa dari tadi senyum-senyum?” tanya Tiara sambil duduk.
Bi Atin semakin nyengir dan berbisik pelan. “Non Tiara sudah ditunggu tuh di depan.”
“Hah? Nunggu siapa? Aku nggak janjian sama siapa pun!” Tiara langsung bangkit setengah loncat.
Dengan separuh roti masih di tangan, ia pun segera lari ke depan rumah. Begitu membuka pintu, tiba-tiba saja matanya dibuat membulat.
Ia melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan rumahnya. Pintu pengemudi pun terbuka. Dan saat itulah sosok Rama turun dengan wajah jutek premium seperti biasa.
Melihat teman papanya itu, wajah Tiara langsung sumringah seperti bunga yang baru saja kena sinar matahari pertama.
“Om Ramaaa!” serunya dengan heboh, dan hendak berlari menghampiri Rama.
“Jangan seneng dulu!” potong Rama cepat. Tangannya terangkat ke depan, menahan langkah Tiara mendekat.
“Tadi pagi Ferdi nelpon aku. Katanya kamu pasti bangun siang dan dia nggak sempat nunggu. Jadi aku disuruh jemput kamu, daripada kamu berangkat sendiri.”
“Ooh jadi Om tuh rindu aku. Sampe bela-belain jemput pagi-pagi.” Tiara malah semakin senang mendengarnya. Ia justru semakin menggoda Rama.
“Enggak. Ini tuh perintah papa kamu. Makanya kamu itu bisanya jangan cuma menyusahkan orang tua terus!”
“Ah yakin?”
“Yakin lah!”
“Yakin banget?”
“Tiara, masuk cepat!”
Tawa Tiara pecah, sambil melangkah masuk ke dalam mobil. Rama sampai mengusap wajahnya karena pusing menghadapi bocah itu.
“Huh! Untung dia anaknya Ferdi. Kalau bukan, sudah aku lempar dia ke got depan sana," geramnya kesal.
Meskipun begitu, tetapi Rama tetap mengantarkan Tiara ke kampus. Meskipun sejak tadi, wajah pria itu terus saja cemberut dan tak senang.
Bukan karena tak senang pada Tiara, tapi ia teringat akan perbuatannya semalam, saat ia terpaksa harus colay gara-gara gadis tengil itu.
Beberapa menit berkendara, mobil pun tiba di lokasi tujuan. Begitu mobil berhenti di depan kampus, reaksi teman-teman perempuan Tiara langsung meledak seperti konser K-pop.
“Gila! Siapa tuh yang nganterin Tiara?”
“Kayak aktor drakor versi ahjusi! Astaga awannya langsung cerah!”
“Raut mukanya ihh, ganteng banget! Kembarannya Abang Ichang ini mah.”
Pujian demi pujian terlontar dari bibir teman-temannya, membuat Tiara mendesah panjang.
“Itu Om aku. Jangan centil ya.”
Namun, teman-temannya malah cekikikan.
“Ciee ciee! Hati-hati, Tiara. Jangan-jangan nanti malah kamu yang naksir duluan.”
Tiara langsung mencibir keras.
“Ew! No! Itu om aku, halo?”
Tapi wajahnya memerah sedikit. Temannya berhasil melihat itu.
“Hooo! Cieee.”
“Diam!” Tiara cepat-cepat masuk ke kelas, menyembunyikan rona merah di pipinya.
*
Sore ini, tugas kampus membuat Tiara pulang lebih malam dari biasanya. Teman-temannya sudah pulang duluan, dan kampus sudah mulai sepi. Saat ia hendak memesan taksi online, ia baru menyadari jika hp nya mati.
“Mampus aku!” gumam Tiara. “Kenapa sih hidup aku penuh ujian begini? Gimana cara pulangnya ini?”
Ia berdiri gelisah di depan kampus. Angin malam semakin dingin. Di saat Tiara sedang gelisah, tiba-tiba lampu sebuah mobil menyorot lembut ke arahnya. Mobil itu berhenti tepat di hadapannya, dan kaca jendela turun perlahan.
“Naik!” kata suara berat itu.
Mata Tiara langsung berbinar.
“Om Superhero! Om selalu muncul di saat yang tepat!” katanya sambil masuk ke dalam mobil.
Rama mendengus.
“Aku udah nunggu dari tadi sore. Tapi temenmu bilang kalau kamu masih ada project.”
Tiara mencubit lengannya.
“Kenapa nggak bilang kalau Om nunggu? Nanti aku lari kayak atlet, biar cepet kelar.”
“Jangan lebay. Aku cuma nggak mau dimarahin Ferdi kalau kamu pulang kemalaman.”
“Cih,” Tiara nyengir. “Ngaku aja kalo kangen.”
“Tiara!”
Tiara terus tertawa lepas sepanjang jalan. Rasanya ia belum puas kalau belum menggoda teman papanya itu.
Sesampainya di rumah, seperti biasa Tiara selalu mencegah Rama pulang sebelum papanya pulang.
“Pokoknya Om nggak boleh pulang. Om harus nunggu papa. Jangan pulang dulu.”
“Tiara, Om capek,” keluh Rama kesal.
“Aku juga capek, tapi aku tetap bisa ngomel kok. Sama kan?”
“Ya Tuhan! Mimpi apa aku, sampai harus selalu jadi babysitter buat drama queen ini?"
Rama hanya bisa mendesah panjang dan akhirnya duduk di sofa seperti tahanan rumah. Tiara bersiul-siul ruang dan naik ke kamarnya.
Setelah beberapa hari mandi di kamar mandi bawah karena shower rusak, akhirnya shower kamar mandinya kini sudah normal. Tiara mandi sambil bersenandung ceria.
Tak lama, ia keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai sehelai daster minji super tipis yang hampir transparan jika terkena cahaya. Rambutnya masih basah, dan air menetes menuruni lehernya.
Gadis itu keluar kamar sambil bersiul santai menuruni tangga. Rama yang kebetulan baru berdiri dari sofa untuk minum, pun tertegun begitu melihat Tiara.
Dia langsung nge-freeze. Benar-benar nge-freeze.
Matanya sampai dibuat melotot. Daster itu menempel sempurna di tubuh Tiara, memperlihatkan lekuk yang seharusnya tidak dilihat pria normal dalam keadaan sadar. Napas Rama seolah tertahan.
Kain tipis dengan belahan dada rendah itu menempel sempurna, mencetak jelas kedua lato-lato milik Tiara yang ukurannya di atas rata-rata, meskipun usianya baru 20 tahun. Kerutan di pinggang, mengekspose jelas pinggang ramping dan perut ratanya. Panjang daster yang dua jengkal di atas lutut, serta model punggung backless yang hanya ditopang oleh tali tipis, membuat pertahanan Rama benar-benar ketar ketir.
Rama berpaling dan menutup wajahnya dengan cepat. Dadanya terasa panas dan pikirannya kacau.
“Sial!”
Ini hari baru baginya, tapi godaannya justru semakin parah. Dan melihat Tiara dalam balutan daster seksi itu, benar-benar membuat Rama gerah!
