Bab 6 "Kita Kecolongan"
Hubunganku dengan Suni makin dekat. Dan juga makin panas. Tiap kali kami ada kesempatan bertemu, pasti bercinta. Entah di tempatku entah di tempatnya. Dan kami pun makin mesra dari misi ke misi. Hubunganku dengan Suni sudah bukan rahasia lagi.
Seluruh kesatuan mengetahuinya. Mereka sedikit cemburu pastinya, si Rambut Merah pacaran dengan teman satu agensi.
Seperti misi kita kali ini. Kami harus menangkap hidup atau mati buronan negara.
Memburunya persoalan mudah, tapi membunuhnya itu persoalan lain. Aku dan Suni sudah terperangkap kami sudah terkepung dan di tengah kami berdua ada sang target. Target bernama Baron Waard. Aku dan Suni menodongkan senjata kami ke leher si Baron. Di sekeliling kami puluhan pucuk senjata telah mengarah dan siap membidik kami berdua.
“Suruh mereka untuk pergi!” kataku.
“Coba saja!” kata Baron. “Toh kalian ke sini untuk membunuhku bukan? Setidaknya aku bukan orang yang takut mati.”
Aku pun meletuskan senjataku. Peluruku langsung menembus kepalanya. Baron pun terkapar tak bernyawa lagi.
“Bagus, sekarang kesempatan kita untuk keluar dari tempat ini kosong,” ujar Suni.
Aku langsung menembak ke arah lain, ke semua orang yang menodong kami.
Terjadilah perang. Aku dan Suni berkelit dan berlari menghindari hujan peluru yang mengarah ke arah kami berdua.
“Mau kencan lagi setelah ini?” tanya Suni.
“Lagi?” tanyaku sambil menunduk di antara meja dan kursi.
“Aku sudah lama sekali tidak kencan denganmu,” kata Suni.
“Nope!” kataku.
“Kenapa?” tanyanya.
Aku membalas tembakan mereka. Beberapa mengenai orang-orang itu.
“Setiap kali kencan, selalu berakhir di atas ranjang. Aku capek juga tahu!” kataku.
“Oh, kamu tidak suka?” tanya Suni sambil membantuku membalas tembakan anak buah Baron.
“Bukannya aku tak suka. Kau hebat diranjang, paling tidak sesekali jangan melakukan itu,” kataku.
“Bukankah yang selalu ingin adalah dirimu?” tanyanya. Benar juga sih. Hampir pasti aku yang menginginkannya. Tapi itu karena berjalan dengan Suni sangat nyaman. Dan karena nyaman itulah….
“Folks, bantuan datang. Berlindung!” kata An Li di codec.
Aku dan Suni segera tiarap ke lantai. Sebuah roket melesat masuk ke dalam ruangan lalu BLAAAARRRR! kaca-kaca berhamburan debu mengepul dan para anak buah Baron bagi kapas tertiup angin. Yup, misi selesai. Aku dan Suni pun segera keluar. Kami tadi berada di sebuah restoran itali. Sayangnya tak sempat mencicipi masakannya.
Setelah ledakan berakhir. Aku ternyata ditutupi oleh tubuh Suni. Dia melindungiku dari serpihan ledakan. Ia yang pertama kali bangkit. Ia betulkan kemejanya. Diperiksanya magazine di pistolnya. Aku ikut bangkit, ia membantuku untuk berdiri. Kulihat tempat itu berantakan sekali.
“Misi selesai, target eliminated,” kataku.
Suni berjalan menuju ke sebuah meja yang masih berdiri. Lucunya meja itu selamat dari ledakan. Dan Suni menaruh sebuah kursi yang tergeletak di lantai. Kemudian ia mengambil kursi satu lagi di taruh berhadap-hadapan di meja. Di atas meja itu ada sebuah penutup makanan. Kemudian ia membukanya.
Ternyata ada kalkun panggang! What the???
“Kuharap kali ini makan malam kita sedikit berbeda, dan kamu menyukainya,” kata Suni.
Aku tertawa terbahak-bahak melihat polah tingkahnya itu. Kemudian berjalan mendekat ke arahnya. Ia mempersilakanku duduk. Dan kami menikmati makan malam di atas tumpukan mayat sambil menunggu tim penjemput datang.
****
“Teknologi ini bernama Weave Geometric Survilance. Dengan alat sekecil ini, kita bisa menghasilkan gambar tiga dimensi di layar monitor pada radius 10 meter benda ini dipasang. Seperti sebuah sonar kapal selam. Kemudian interprestasi gambarnya dikirim ke satelit,” kata An Li sambil menunjukkan sebuah benda kecil. “Benda ini menempel di kopor file dari Roger. Awalnya aku sangat curiga ketika ke tempat barang bukti. Di sana ada suara seperti detak-detik. Ketika aku selidiki ternyata berasal dari kopor ini. Dan ketika kubuka dan bongkar isi kopor ini tadaaaaa…aku menemukannya.”
“Artinya?” tanyaku.
“Artinya entah siapa orang yang bernama Lucifer itu telah sukses merekam seluruh isi dari kantor NIS ketika kopor ini sampai kepada kita. Dan itu bencana,” kata An Li. “Setiap saat para teroris dari seluruh penjuru dunia akan siap menyerang kita, kapan saja.”
“Shit!” umpat Suni.
“Kita harus bersiap terhadap semua kemungkinan. Musuh kita sekarang ini terlalu kuat. Terlalu cerdik malah. Kita tidak akan sanggup untuk melawan mereka kalau terjadi serangan mendadak,” kata An Li. “Sekarang seluruh agen sudah bersiap siaga kalau terjadi apa-apa.”
“Gila apa? Gedung NIS mau diserang? Gedung teraman se-Korea Selatan mau diserang?” kata Suni.
“Itulah kenyataannya,” kata An Li.
Ini tak bisa dibiarkan, kataku dalam hati. Kehancuran gedung ini artinya kehancuran bagi negeri ini.
“Ada satu lagi. Aku baru-baru ini mendapatkan sesuatu. Hanya saja biar komandan yang menjelaskannya,” kata An Li.
“Sesuatu apa?” tanyaku.
“Sesuatu itu adalah Genesis,” tiba-tiba komandan masuk ke ruangan. Dia menggebrak meja. “Kita kecolongan.”
“Kecolongan?” tanyaku.
“Kita kecolongan karena ternyata mereka lebih cerdik daripada kita. Seluruh hal tentang isu terorisme ini, semuanya adalah karena dia, karena mereka,” kata Komandan. “Semuanya ulah dari Genesis. Mereka yang merancang semua kehancuran ini, mereka yang merancang seluruh kekacauan ini. Mereka organisasi teroris yang suka memeras negara-negara besar. Pertama mereka mencuri dokumen penting negara, kemudian dijual lagi ke negara tersebut dengan harga tinggi. Kedua, merekalah organisasi yang merancang kekacauan-kekacauan di hampir tiap negara-negara di dunia. Ketika terjadi chaos mereka menawarkan bantuan, dan setelah negara tenang mereka menebarkan kekacauan. Dana mereka tak tertabas. Dan target utama mereka sekarang adalah kita.”
“Ini gila,” kataku.
“Kita telah kehilangan seorang agen. Namanya Park Jun So. Salah satu agen terbaik kita tewas ketika menangkap salah satu anggota genesis. Kita bekerja sama dengan CIA sehingga bisa menangkap salah satu anggota genesis itu. Namanya Rob Clark, termasuk anggota dari Genesis, lebih tepatnya mantan. Karena setelah itu dia mengatakan tidak akan kembali ke Genesis,” jelas komandan. “Dari mulutnya kami pun mendapatkan ceria mengenai rencana gila untuk menghancurkan dunia. Ini tak bisa dibiarkan.”
“Menghancurkan dunia?”
“Tepat sekali, mereka mengklaim punya sesuatu bernama S-Formula. Apa itu tidak ada yang tahu. S-Formula ditengarai merupakan sebuah senjata. Dan mereka tidak main-main. Mereka mengumpulkan dan menculik para ilmuwan untuk membuat senjata ini. Dan untuk membuat kita sibuk, mereka berusaha menyerang gedung-gedung intelejen. Memanfaatkan para teroris untuk membuat kita sibuk, selagi mereka membuat senjata itu,” kata komandan.
“Oh My God,” kataku. “Pasti ada tujuan lain, kenapa mereka sampai membuat senjata itu. Selain uang, pasti mereka punya keinginan lain selain uang. Mereka begitu banyak mengeluarkan dana, mereka sudah pasti tak butuh uang. Kecuali….”
“Kecuali, mereka ingin menguasainya,” sambung Suni.
“Tepat sekali,” kataku.
“Kalau begitu, kita berhadapan dengan organisasi tergila di dunia sekarang ini. Kalau Al-Qaida mereka berjuang berdasarkan agama Islam untuk mendirikan khilafah, pemberontak di Angola ingin mendirikan negara Kristen, Israel ingin mendirikan negara Yahudi, maka organisasi ini tidak berdasarkan agama. Mereka inginkan kekuatan yang absolut,” kata Suni.
BLAARRR!
Tiba-tiba terdengar ledakan yang sangat keras. Alarm langsung berbunyi.
“Ada apa?” tanyaku.
An Li memperlihatkan layar CCTV. Sebuah jet tempur baru saja melintas dan memuntahkan rudalnya ke gedung ini. Apa??
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya komandan.
“Pak, kita diserang,” kata An Li.
“Mana pasukan udara? Kenapa mereka tak melindungi gedung ini?” kata komandan.
An Li sedang sibuk mengutak-atik keyboard dan memeriksa pesan-pesan yang masuk. Ia terkejut sambil memijat-mijat kepalanya, “Pak, pangkalan udara kita diledakkan, pesawat kita dicuri. Yang tersisa ada empat F-24. Radio mereka dihack dan posisinya sekarang jamming.”
“Lapor!” salah seorang agen datang tergopoh-gopoh. “Pak, mereka menyerang gedung ini dari darat juga.”
Komandan tampak gusar, “Semua agen, lindungi sektor B. Lindungi tempat arsip. Mereka akan ke tempat itu! An Li, aku tak mau tahu, lakukan apapun agar jet tempur itu bisa dilumpuhkan!”
“Yes Sir!” kata An Li.
Aku dan Suni segera pergi dari tempat itu. Kami menuju Sektor B, Basement. Total ada 12 lantai Basement. Basement 4 adalah tempat arsip. Kemungkinan besar para teroris itu akan menuju tempat itu. Kalau biasanya kita yang mencap target, sekarang kita yang jadi target mereka.