Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Kenikmatan Bersama Suni

Gaunku perlahan-lahan dilepas. Ia sudah menemukan kaitan braku. Dilepasnya juga itu. Kini tubuhku bagian atas sudah terekspos. Ia tak perlu menunggu lama untuk bisa menikmatinya. Aku arahkan dadaku ke mulutnya. Ia menghisap putingku, ohh…geli. Inikah rasanya dihisap oleh lelaki? Aku mendesah, melenguh, kuremas rambut Suni. Dia menikmati payudaraku. Bergantian ia menciumi kiri dan kanan. Dijilatinya puting susuku dengan lembut. Dihisapnya dan diremasnya.

Aku makin bergairah. Vaginaku benar-benar sudah becek. Kubisa rasakan gatal di sana. Suni mengetahui aku menggeliatkan pinggangku. Ia lalu membantuku melepaskan seluruh gaunku yang masih menutupi tubuhku bagian bawah. Ia juga melepaskan celana dalamku sehingga kini dia bisa melihat kemaluanku yang berbulu pendek dan rapi. Aku selalu rajin mencukurnya. Biasanya aku habiskan rambut-rambut itu, kini sedikit tumbuh.

Suni pun melepaskan celananya dan celana dalamnya. Sebuah tongkat kecil mengacung di antara kedua pahanya. Aku memang sering melihat penis laki-laki, entah kenapa melihat penisnya serasa lain. Serasa penis itu ingin aku sayangi. Aku segera bangkit dan menangkap benda berurat yang mengeras itu.

“Ohh…Mooon,” katanya.

Aku ciumi kemaluannya. Kepalanya aku jilati. Suni meremas rambutku. Dia kustimulus dengan gerakan erotis lidahku, lalu kumasukkan kepala penisnya ke mulutku. Kuhisap dan kukulum. Suniku…ohh..aku inginkan dirimu. Aku kemudian mengocoknya dengan mulutku. Suni pasti sekarang ini benar-benar tak kuasa menahan diri. Aku ingin memberikan kenikmatan kepadamu. Ayo Suni, ayo! Katakanlah kalau kamu nikmat.

“Ahhh…Moon, nikmat sekali,” katanya.

Aku makin bersemangat menggelitiki kepala penisnya yang makin mengeras itu. Suni lalu mendorongku. Aku melepaskan oralnya.

“Kalau kamu lakukan itu terus, aku bisa lemes,” kata Suni.

Aku tersenyum. Dia lalu menubrukku lagi. Dia kemudian menciumi perutku. Ohh…tidak, geliiii…Kini dia menciumi selakanganku. Ohh…ia pasti sekarang sudah melihat kemaluanku. Kubisa rasakan hembusan nafasnya yang panas di bibir vaginaku. Dia pun mulai menggelitiki klitorisku dengan lidahnya. AAAAHHHKKK….aku tak pernah diperlakukan seperti ini. Lidahnya menari-nari di bibir vaginaku yang merah. Jangan Suni, jangan…aku tak kuat…jangan lakukan itu.

Dia tak peduli. Dia terus mencolok-colok, menghisap seluruh cairan yang keluar dari kemaluanku. Ia menggelitiki bibir vaginaku hingga aku mulai merasa akan ada sesuatu yang meledak di bawah sana. Rasanya menggetarkan seluruh persendianku, pantatku mulai terangkat dengan sendirinya dan Suni makin menggila.

“Aaaahhhhkkkk…Suunnniii!” jeritku.

Gelombang orgasme dahsyat itu pun menyerangku. Tidak..tidak…aku orgasme…baru kali ini aku orgasme sedahsyat ini. Walaupun aku pernah mastrubasi, tapi tidak sedahsyat ini. Aku lelah. Pantatku gemetar. Entah berapa cairan yang keluar di bawah sana. Suni sekarang sudah beranjak menindihku. AKu tahu yang akan ia lakukan.

Ditatapnya wajahku. Aku pasrah. Lakukan Suni, lakukan! Masukkan! Dia tahu aku menginginkannya. Perlahan-lahan dimasukkannya batang itu. Sakiitt…ini pertama kali aku melakukannya. Oowww..aaawww….Daaaan…penuh. Penuh, iya penuh. Kemaluannya masuk semua. Sakit, perih, pedih. Tapi ini tak seberapa daripada aku terkena peluru. Rasa sakit ini berbeda. Rasa sakit yang ingin dinikmati. Makin lama-makin menghilang seiring goyangan pantat Suni.

“Suni…ohh…aku cinta kamu,” kataku. Aku bisa mengatakannya? Benarkah? Benarkah ini? AKu bisa mengatakan cinta kepada seseorang.

“Ohhh…aaahh…terus Suni, terus…berikan kenikmatan kepadaku,” kataku.

Suni makin bersemangat menggenjotku. Bunyi suara becek terus-menerus terdengar tanpa henti. Ruangan apartemenku semakin panas dengan perbuatan erotis kami. Tanganku terbuka ke atas. Ketiaku dihisap oleh Suni. Ohh…geli tapi nikmat. Aku terus menerus digenjotnya. Makin lama makin kencang. Penisnya mengeras, mengobok-obok memekku. Aku rasakan sebentar lagi aku sepertinya keluar juga.

“Sunii….aku …aku…aku keluar…aku keluar!” kataku.

“Aku juga Moon, aku juga. Aku cinta kamu,” katanya.

Aku pun keluar akhirnya. Pantatku mengejang dan mendorong penisnya makin masuk ke dalam. Dan penisnya yang perkasa itu juga menyemprotkan cairan kentalnya di dalam memekku. Hangat rasanya. Suni memelukku dengan erat. Aku juga memeluknya. Aku mengambil selimut yang ada di dekat sofa lalu kuselimuti kami berdua. Aku mencium Suni sekali lagi.

“Terima kasih Moon,” katanya.

Aku menggeleng, “Aku yang harusnya berterima kasih. Aku sadar sekarang, aku mencintaimu Suni.”

Aku peluk Suni erat. Hingga kemudian aku terlelap. Entah kenapa rasanya aku seperti dipeluk oleh ayahku. Mungkin kerinduanku kepada ayahku yang telah meninggal membuatku nyaman bersama Suni. Aku membutuhkan sesosok lelaki yang memang memperhatikanku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel