Bagian 3
Pisau yang memiliki beberapa mata sisi yang tajam itu mampu membuat musuh yang melihatnya menjadi gentar. Pisau dengan nama Jagd Komando itu mampu mencabik-cabik tubuh manusia dengan sekali tusukan. Bahkan, dipercaya bahwa pisau yang keberadaanya saja dilarang itu mampu membuat manusia kehabisan darah karena hanya dengan sedikit tusukan, maka darah yang dihasilkan dari tusukan pisau tersebut takkan bisa dihentikan.
Dan hanya satu orang yang dipercaya untuk memilikinya.
Keyond menyembunyikan dengan apik pisau Jagd Komando tersebut dari balik jaket kulitnya. Diikuti dengan Aldric yang berjalan seakan mereka adalah tamu hotel, keduanya berjalan menuju resepsionis untuk memesan dua buah kamar.
"Hallo, Baby," sapa Keyond ramah pada sang resepsionis yang jelas cantik. Aldric berdiri di belakangnya tersenyum miring kala melihat seniornya kembali mengeluarkan rayuan mautnya.
Tak dipungkiri bahwa wanita yang bekerja sebagai resepsionis itupun tertipu akan rayuan palsu Keyond. Tidak ada wanita yang mampu mengalihkan pandangannya dari Keyond, apalagi ditambah senyumnya yang memikat siapapun. Aldric akui bahwa Keyond mampu menaklukkan wanita manapun yang diinginkannya. Namun, ia pun tahu bahwa hanya satu wanita yang mampu meluluhkan hati seniornya ini.
Veila...
Mengingat wanita itu, Aldric juga sudah lama tidak bertemu dengannya. Mungkin karena ia jarang bertamu ke rumah Keyond akhir-akhir ini sehingga tidak ada waktu untuk mereka bertemu. Lagipula, mengingat Veila hanya mengingatkannya pada sosok perempuan lugu yang baru ditemuinya beberapa hari ini.
Mengenyahkan semua pikirannya, ia kembali melihat wanita yang bernama Tania itu dengan rona merah yang menjalar di pipinya. Terlihat jelas, bahwa wanita itu gugup dan kesempatan itu digunakan Keyond untuk kembali menggunakan rayuannya.
"Bisakah kau memberikan kami kamar 1007 dan 1005?" tanya Keyond sambil menatap lekat Tania yang semakin gugup.
"Of course, Sir," jawabnya sopan sedikit grogi. "May I have your Id Cards, Sir?"
"Sure," balas Keyond sambil mengeluarkan identitas palsunya. "And always remember my name in your heart too, Beibh."
Sekali lagi, Tania tersipu sebelum bergumam pelan, "Wait, I'll get the keys for both of you."
Keyond mengangguk tipis dan tak lama, Tania kembali dengan memberikan dua buah card kamar hotel.
"Thank you, Baby. See you at night at mine." Keyond melangkahkan kakinya menuju lift sambil melemparkan dengan acak sebuah card kamar yang ditangkap sigap oleh Aldric.
"Dia berada di kamar 1006 dan akan membawa wanita ke kamar itu setiap pukul 3 dini hari." Mata Keyond seketika menyipit tajam. "Lalu, kita kepung dan habisi dia saat sedang lengah. Setelahnya, kita kirim kepalanya untuk Mr. X sialan itu!"
•••
Keyond mengambil alih kamar 1005 disaat Aldric mendapat kamar 1007. Keyond melirik sekilas kamar 1006 yang diisi oleh orang buruannya sebelum masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Malam ini, dia akan benar-benar membutuhkan pelampiasan untuk membunuh seseorang. Dibukanya jaket kulit yang ia miliki lalu mengeluarkan pisau kecil itu dari sakunya. Ia berbaring di tempat tidur dan memilih untuk mengamati pisau kesayangannya sambil memilah-milah dengan cara apa ia membunuh lelaki itu. Mengeluarkan pisau yang terdapat beberapa mata sisi tajamnya, Keyond tersenyum puas melihat betapa berkilaunya pisau yang ia miliki. Sedikit saja terkena kulit, maka dipastikan akan mengeluarkan banyak darah. Lalu, bagaimana jika ia menusukkan pisau tersebut ke dalam telinga lelaki paruh baya itu?
Bibirnya bergerak untuk tersenyum miring, tampaknya hal itu akan sangat menyenangkan. Lagipula, selama ini ia belum pernah mencobanya. Ya, seharusnya ia mencoba saja dan melihat seberapa merdu nyanyian kesakitan yang dilayangkan pria itu. Melirik pergelangan tangannya yang menunjukkan hampir pukul 3 dini hari, Keyond segera bersiap-siap.
Ia memasukkan kembali pisaunya ke dalam sarung dan kali ini disembunyikan di balik punggung tubuhnya yang ditutup dengan kaos oblong miliknya. Keyond memasang kembali jaketnya dan tak lama pintu hotelnya berbunyi. Matanya menyipit curiga sebelum mengintip melalui celah pintu. Dilihatnya, wanita yang tadi bekerja sebagai resepsionis sedang menunggu dengan gugup di luar sana.
Oh shit! Ia memaki dalam hati. Tidak menyangka bahwa wanita itu akan benar-benar datang disaat yang tidak tepat seperti ini. Tak butuh waktu lama, Keyond membuka pintu dan menarik wanita itu ke dalam. Mengukung tubuh mungil yang terlihat polos namun cukup berani mendatanginya seperti ini.
"Kau datang?" tanyanya bodoh yang jelas-jelas sudah tahu kehadirannya. "Aku tidak tahu kalau kau seberani ini," bisiknya tepat ke telinga wanita itu. "Tapi, aku juga tidak bodoh dan membiarkanmu menikamku lebih dulu." Setelahnya, Keyond berhasil melumpuhkan gerakan Tania dan membawanya ke atas ranjang. Menahan kedua tangan wanita itu lalu meraba tubuhnya.
Ia mendapati sebuah pisau lipat di dalam sana. Keyond menyeringai sinis. "Katakan darimana kau tahu kamar yang aku tempati?" Mengingat Keyond memberikan secara acak kunci kamar Aldric di belakang resepsionis ini.
"M-maafkan saya, Tuan. Sa-saya hanya disuruh," gumamnya pelan.
"Disuruh? Siapa yang menyuruhmu?"
Tania terlihat meringis kesakitan saat tangan dipunggungnya semakin di cengkram kuat oleh Keyond.
"Kamar 1006, dia mengatakan jika ada yang memesan kamar disebelahnya untuk segera membunuhnya dan- dan dia mengancamku untuk membunuhku jika aku tidak melakukannya."
"Mengancamku dengan pisau sekecil ini?" tanya Keyond dan tak lama pisau lipat milik resepsionis itu tertancap tepat di sebuah lukisan yang sangat berharga.
"M-mohon lepaskan saya, Tuan," bisiknya lemah dengan air mata yang membasahi springbed empuk hotel tersebut. Berhubung tubuhnya telungkup sementara kedua tangannya di tahan di belakang punggung, Tania tidak bisa berbuat banyak selain menggerakkan kakinya. "Pria itu mengira bahwa A-anda akan menyukaiku dan se-setelah saya melihatnya sendiri, saya pikir apa yang dikatakan lelaki itu benar. Anda bahkan mengundang saya kemari," ujarnya dengan terbata.
Keyond lagi-lagi menyeringai. Berpikir bahwa sebenarnya yang dibodohi disini adalah lelaki itu. Merayu wanita adalah hal biasa baginya, namun jika Cregwal Lincoln menganggapnya sebagai sebuah kelemahan, maka biarkan begitu.
"Kau memang cantik, Beibh. Tapi sayang kau jauh dari tipeku." Mata Keyond seketika melirik sekitar mencari sesuatu yang bisa digunakan. "Jadi, kau ingin mati dengan cara mengenaskan atau justru ingin kuperkosa hingga mati?" tanyanya sambil menyeringai keji. "Tentu saja aku akan bermain kasar, yang bisa membuatmu mendesah. Bukankah itu yang kau inginkan dengan datang kemari?"
"A-ampuni saya, Tuan... Saya mohon," isaknya yang kian deras namun sama sekali tidak didengar oleh Keyond. "Saya mohon..."
Bibir seksi milik Keyond seketika mendekati pada telinga Tania, ia berbisik seduktif. "Kau tahu, Baby... Siapapun yang terperangkap denganku takkan kulepas dengan mudah." Setelahnya, ia menggigit kecil cuping telinga Tania sebelum mengecup leher jenjang Tania dengan lembut seakan memberikan rasa aman sebelum badai.
"Ahh," Tania menggeliat resah kala sebelah tangan Keyond mulai melepas paksa baju yang dikenakan oleh wanita itu.
Keyond memaksa wanita itu untuk berbaring terlentang dan mengikat kedua tangan wanita itu di setiap sisi ujung ranjang. "Tampaknya kau memilih pilihan kedua. Baik, mari kita mainkan!" Dikeluarkannya pisau yang berada dibalik punggungnya, membuka sarungnya untuk memperlihatkan seberapa ngerinya pisau itu. Membuat wajah Tania seketika pasi.
"A-apa yang ingin kau lakukan?"
"Memperkosamu dengan ini," gumam Keyond sambil tersenyum ramah dan mengecup pisaunya dengan lembut.
"Bukankah ini yang kau inginkan, Baby?"
"Lepaskan aku!" teriaknya sambil menarik kedua lengannya yang diikat dengan erat. "Lepaskan aku... Kumohon," isaknya sekaligus dengan rasa malu karena kini ia tak lagi memakai atasan selain bra. Menyisakan rok selutut kerjanya sebagai bawahan.
Mendengar isakan permohonan itu semakin membuat Keyond bergairah. Bergairah untuk membunuh wanita itu dengan cepat! Ia memotong asal bagian bawah rok Tania membuat gadis itu meringis ketakutan padahal tak ada sedikitpun luka yang dihasilkan Keyond. Kini, wanita itu hanya menyisakan bra dan celana dalam. Keyond memperhatikannya dengan seksama membuat wanita itu seketika malu sekaligus takut. Apalagi, dengan tatapan Keyond yang sangat intens.
"Kau menolakku, tapi bagian bawah tubuhmu basah. Munafik!" ejeknya sebelum berjalan dan mengambil remote air conditioner menurunkan suhu hingga yang paling dingin. Ia memang sengaja mendinginkan suhu ruangan membiarkan wanita itu tersiksa. Lalu, Keyond membuka lebar-lebar dinding balkon hotel yang membuat angin musim dingin masuk ke dalam.
"T-tuan, kumohon..."
"Mohon apa, Baby?" tanyanya sambil mengancingkan jaket hitamnya agar tidak merubah suhu badannya mengingat jaket itu ia beli dengan harga yang diluar jangkauan sehingga mampu menahannya dari cuaca sedingin apapun. "Memohon untuk kuperkosa? Tidak semudah itu," gumamnya sebelum kembali memainkan pisaunya. "Jadi, darimana dulu dia harus menciummu?"
Dan diruangan itu hanya terdengar jeritan Tania yang meraung kesakitan karena sentuhan lembut dari pisau kesayangannya.