12. Menikah
Peristiwa Omar pingsan di depan pos security setelah memapah Mala masuk ke dalam mobilnya, menjadi trending topik sepekan ini, di sekolah Penerus Bangsa. Seluruh siswa dan para guru mengetahuinya. Ada yang menertawakan Omar ada pula yang iba terhadapnya. Seketika Omar benar-benar menjadi murid kelas X yang paling terkenal. Bahkan mengalahkan Xander temannya yang memiliki wajah tampan khas bule.
"Enak lu jadi artis di sekolah, padahal baru satu semester," puji Arin sambil menepuk-nepuk pundak Omar saat mereka sedang makan di kantin.
"Gue aja yang tampannya kayak artis bule aja ga seterkenal Omar," timpal Xander dengan pedenya.
"Lu mau terkenal, Xan?" tanya Lukman.
Xander mengangguk serius, menanti resep terkenal yang akan keluar dari mulut Lukman.
"Apa, Man? Biar gue terapin juga," tanya Xander semakin penasaran.
"Lu ikutan pingsan depan pos sana," ujar Lukman dengan wajah tak berdosa.
"Ha ha ha ...," tawa mereka pecah.
"Aura keartisan gue emang begitu kental kisanak, anda semua bakal tak mampu menandinginya," ucap Omar sombong sambil asik menyeruput kuah sayur asem buatan Emak Bulan.
"Huuuuu.....serit kutu!" sorak Arin.
"Jiiaahhh... Kerak telor!" Omar meledek Arin.
"Udah-udah, sesama kaleng krupuk ga boleh mencela," sahut Xander diikuti tawa mereka bersama.
"Eh iyaa, udah dapat undangan dari Pak Anton belum?" tanya Arin.
"Emang muridnya diundang?" tanya Xander sambil melirik Omar yang tampangnya berubah jadi bete.
"Diundang sih ada tuh di Ali ketua kelas," sahut Arin.
"Kapan acaranya sih?" tanya Omar.
"Sabtu depan, lu datang Mar, bawa Emak," kata Arin meledek.
"Emak gue bisa kejang-kejang nanti liat Pak Anton ijab qabul," jawab Omar.
"Sabar ya Mar, masih ada gue Xander yang bersedia jadi calon Bapak buat lo," ucap Xander sambil merangkul pundak Omar.
"Najis...guuee punya bapak layak lo," sanggah Omar sambil melotot ke arah Xander. Sedangkan Lukman dan Arin sudah ketawa cekikikan.
"Jangan gitu lo Mar, gini-gini gue bisa lho kasih adik buat lo, serius," sahut Xander dengan tatapan sendu.
"Iihh....apaan sih jijik tau." Arin yang mendengar ikutan jengah.
"Gue lakban beneran mulut lu ya," timpal Omar bertambah kesal.
"Kita barengan ya? Acaranya di aula sekolah lho," kata Arin memberitahu.
Teeettt!
Teett!!
Bel sekolah berbunyi, mereka bergegas menghabiskan makannya dan langsung masuk ke dalam kelas. Hasil UAS semester satu sudah ditangan Omar. Kali ini Pak Anton menatap Omar tulus sambil tersenyum.
"Alhamdulillah," rapal Omar saat mengecek seluruh hasil ulangan yang nilainya cukup bagus rata-rata enam koma lima, naik dikit tapi ga papa," gumamnya dalam hati.
"Naik satu aja bangga, gue nih," ledek Xander yang memperlihatkan hasil ulangan terbaiknya dengan nilai sembilan puluh.
"Alhamdulillah emang ga salah gue temenan sama lo Xan, mata lu juling, ya!" umpat Omar kesel.
"Tuh kertas kebalik buleee, bukan sembilan puluh tapi enam puluhhhhh..." Omar terbahak diikuti oleh Arin dan Xander.
Pak Anton hanya geleng-geleng melihat kelakuan Omar and the genk yang selalu membuat keriuhan di dalam kelas.
"Anak-anak besok Bapak mulai cuti ya, kalian akan di dampingi Bu Yusi selama sepuluh hari ke depan," jelas pak Anton pada seluruh muridnya.
"Ciiee...calon penganten, dipingit nih Pak," celetuk salah seorang murid.
"Ada yang patah hati berat kayaknya, ya kan Mar?" ledek Lukman.
"Iihhh emangnya eikee apaan," sahut Omar manja, membuat Pak Anton tertawa keras begitu juga murid yang lain.
"Emaknya Omar Pak yang patah hati," tambah Arin, sehingga wajah Pak Anton berubah warna.
"Jatah sarapan hilang nih," ledek Xander lagi membuat suasana semakin panas. "Kalau gitu buat saya aja jatah Bapak, ya," goda Xander menatap Pak Anton dan Omar bergantian.
"Sudah, sudah. Kerjakan tugas yang tadi, jangan kebanyakan bercanda."
Mereka melanjutkan tugas yang diberikan Pak Anton.
Tteeett!
Teett!
Bel pulang berbunyi, seluruh siswa berhambur keluar kelas setelah dipimpin doa sebelumnya oleh Ali Sang ketua kelas.
Omar dan Arin berjalan bersisian, hari ini Omar berjanji membonceng Arin dengan sepedanya.
"Rin, gue ambil kotak bekal dulu di ruang guru ya, lo tunggu sini aja, jangan ke parkiran panas."
"Omaarr perhatian banget, aduhh jangan sampe aku jatuh cinta," bisik Arin dalam hati.
"Assalamualaikum, Pak Anton saya mau ambil tempat bekalnya," izin Omar masuk menuju meja pak Anton.
"Ciiee...ciiee...jatah sarapan di stop nih kayaknya," ledek pak Hendro.
Pak Anton mesem-mesem saja. "Ini, Mar," jawab Pak Anton sambil memberikan tempat bekal yang telah dicuci.
"Kok sudah dicuci, Pak?" tanya Omar heran. Soalnya sudah tiga bulan emaknya membawakan bekal belum pernah pak Anton mengembalikan dengan sudah dicuci.
"Ga papa, sebagai ucapan terimakasih saya kepada orang tua kamu yang selama ini selalu membawakan sarapan untuk saya."
"Sampaikan salam saya ya Mar dan bilang terimakasih," kata pak Anton lagi.
"Ga mau ah Bapak aja yang telpon Emak ucapin sendiri." Omar tersenyum tipis.
"Ya baiklah, mana nomor ponsel ibu kamu?" Pak Anton mengeluarkan ponselnya dan mencatat nomor ponsel Emak Omar.
Hhhaaaccchhhiiiimm...
Pak Hendro pura-pura bersin, "Firaaa....calon suami kamu mau selingkuuhh niih," ledek Pak Hendro saat melihat Pak Anton yang akan menelepon emaknya Omar.
Pak Anton melotot ke arah Pak Hendro diurungkannya niatnya. "Nanti sajalah, " gumamnya. Omar pun sudah berpamitan dan berjalan dengan Arin menuju parkiran, mereka tak sadar bahwa Mala dan Kartika memperhatikan sampai ke parkiran.
"Wah, apa Omar pindah ke lain hati ya?" goda Kartika.
"Baguslah," sahut Mala
"Lo ga cemburu, Mal?"
"Ngapain, ogah Banget."
"Tapi gue berani taruhan, dia bakal ga jadi pulang bareng Arin kalau gue minta," tantang Mala.
"Oke, lu coba aja. Kalau lu berhasil pulang bareng Omar, selama sepekan jajan lu di kantin gue bayarin, tapi kalau lu kalah, lu bayarin jajan gue selama dua minggu, gimana?" kata Kartika menyambut tantangan Mala.
"Omaaaarr!" panggil Mala dengan sedikit berteriak. Omar dan Arin menoleh, Omar tersenyum manis, sedangkan Arin cemberut.
"Ada apa kakak sayang?" tanya Omar.
Perut Mala seketika bergolak, eneg mendengar kata sayang dari Omar, tapi ditahannya.
"Gue mau diantar lo hari ini," kata Mala cuek tanpa memperhatikan raut wajah Arin yang berubah masam.
"Ga papa naik sepeda juga," lanjutnya lagi.
"Hah, beneran Kak?" Omar tak percaya, lalu menatap wajah Arin yang sudah kepanasan.
"Iya, gue mau sekarang lu antar." Mala menggeser tubuh Arin menjauh.
Omar ingin sekali mengiyakan tapi Omar tak sampai hati mengabaikan Arin karena Omar sudah janji dengan Arin sebelumnya.
"Begini kakak sayang, hari ini Omar udah janji sama Arin buat nganter dia, gimana kalau kakak besok saja," tawar Omar.
"Gue maunya sekarang!" bentak Mala.
"Kakak Mala masa depan Omar, mohon maaf banget kalau Omar ga bisa mengikuti maunya kakak, karena Omar udah janji duluan dengan Arin, Kakak tahukan, kalau lelaki itu yang dipegang omongannya," jelas Omar penuh wibawa.
"Sialan gue kalah," umpat Mala dalam hati.
"Ya udah terserah lo deh." Mala berlalu meninggalkan Arin dan Omar yang masih keheranan.
"Yyeyyss...gue menang... gue menang," sorak Kartika lalu menyusul Mala yang berwajah kusut dengan setengah berlari.
Omar membonceng Arin, Arin memegang pundak Omar agar tidak jatuh ke belakang. "Pegangan abang neng, biar ga jatoh," goda Omar sambil mengayuh sepedanya.
Pllaakkk!
Kepala Omar dipukul penggaris oleh Arin.
"Gue turun nih, kalau mulut lo lemes!" bentak Arin. Padahal dia tersenyum senyum mendengar perkaataan Omar dan melihat adegan itu entah kenapa Mala tidak suka.
****
"Maaakk...," panggil Omar saat Bulan sedang melipat pakaian yang mau disetrika. Bulan menoleh. "Ya sayang Emak, ada apa?"
"Sabtu besok Pak Anton mau nikah Mak," ucap Omar pelan.
"Iya Mak tahu, tadi sore guru lo itu telpon Mak."
"Trus Mak, Pak Anton bilang apa aja?" Omar penasaran.
"Ga ada cuma bilang terimakasih, udah gitu doang," jawab Mak tak bersemangat.
"Mak bener ga papa?" tanya Omar lagi.
"Janda kayak Emak lo emang bisa apa sih Sep, ngarepin dapat suami direktur ga mungkinlah, guru aja ogah sama Emak lo ini, ada noh si Nurdin tukang cendol, kalau si Jawir kang ikan di pasar paling yang seneng sama Emak."
"Idiihhh, ga maulaahh...," sahut Usep cepat.
"Sep, emak punya lo aja udah bersyukur banget, cinta dan sayang lo udah cukup buat Emak," jawab Bulan tulus sambil mengacak-acak rambut Usep.
"Ya Allah berilah kebahagiaan kepada Emak Usep dengan caraMu, Aamiin," doa Usep dalam hati.
Hari Sabtu pun tiba, Emak Usep datang bersama Usep naik ojek ke sekolah tempat berlangsungnya acara pernikahan Pak Anton. Omar mengenakan setelan batik sewarna dengan rok yang dikenakan ibunya, juga celana jeans bewarna biru gelap, sedangkan Terang Bulan memakai baju kebaya brukat bewarna crem dipadu padankan dengan rok batik dibawah lutut, dengan rambut digelung keatas menggunakan jepit motif bunga anggrek serta sapuan make up minimalis. Bulan sangat cantik dan imut, bahkan Xander dan Lukman tak mengenali emak Usep.
"Ehh..ehh..liat, itu Omar bawa siapa?" tanya Xander kepada Lukman.
"Cakep amat," komentar Xander.
"Kakaknya kali," celetuk Lukman.
"Omar anak tunggal, Man. Kayak adik kakak, ya." Xander dan Lukman masih terpesona.
Omar menghampiri teman-temannya yang masih melongo menatap emaknya. Omar hanya tersenyum bangga.
"Bengong aja lo pada."
"Emak gue nih, cakep'kan?"
"Ehh, Tante. Ampe ga ngenalin, sumpah cakep bener, Tan," puji Xander yang tampaknya tambah tergila-gila dengan emak Omar. (Stres nih bocah tujuh belas tahun, demen mak mak), lalu keduanya mencium tangan Bulan dengan malu-malu.
"Jangan lama-lama pegang tangan emak gue, ntar lu kesetrum," ledek Omar pada Xander. Mak Bulan hanya tersenyum pada kedua teman anaknya.
"Ehh..udah mulai belom ini acaranya?" tanya Bulan.
"Belum Tan, penganten wanita belum datang, padahal penghulu udah sampe setengah jam yang lalu," jawab Lukman.
"Ayo kita ke dalam!" ajak emak.
Mereka masuk dan duduk di bawah beralas karpet tempat akad nikah akan berlangsung. Kasak-kusuk keliatan menggema di aula karena sang pengantin wanita belum hadir, sedangkan wajah tampan Pak Anton terlihat cemas dan beberapa kali mencoba menghubungi seseorang. Wajah Pak Anton berubah merah padam, tangannya yang satu mengepal dan yang satunya memegang ponsel di telinganya.
"Ada apa, Nak?" tanya mama Pak Anton khawatir.
Pak Anton terdiam, matanya berpendar mengelilingi tamu-tamu yang sudah duduk gelisah. Antara rasa malu dan kecewa sangat terlihat dari mata Pak Anton. Tanpa disengaja, matanya menangkap wanita cantik yang duduk di samping Omar muridnya.
Netra bening Bulan bertemu dengan netra tajam milik Pak Anton, emak tersenyum ramah, sambil mengangguk.
Pak Anton berdiri dari duduknya, lalu dengan tiba-tiba berjalan mendekati kerumunan tamu dan mengarah kepada Omar dan Emaknya.
"Maaf Bu, bisa ikut saya ke depan?" tanya Pak Anton.
"Ada apa ya, Pak?" tanya Omar kebingungan melihat tangan emak ditarik Pak Anton.
"Saya izin menikahi ibu kamu ya, Mar?" rahang Pak Anton mengeras.
"T-taapi..." Omar belum sempat menjawab. Emak Bulan sudah duduk di samping Pak Anton. Orangtua pak Anton tak kalah kaget, semua guru yang hadir juga kepala sekolah dan yayasan ikut keheranan.
"Kita mulai sekarang pak penghulu, ini calon saya," ucap Pak Anton tegas.
****