Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

"Memulai kisah dengan orang baru, itu nggak pernah mudah."

***

"Nicholas Marcosamy, Calvin Atlanta, kalian berdua nggak bosen selalu berkelahi?" tanya Bu Dakna heran.

"Nggak." Sahut keduanya berbarengan.

Marco menatap malas ke arah lain, enggan melihat Calvin yang berdiri di sebelahnya.

"Masalah kalian berdua tuh sebenarnya apa, sih?" tanya Bu Dakna heran. "Sampai sekarang ibu bingung, kenapa kalian itu nggak berhenti berantem.

Keduanya sama-sama diam, tidak ada yang menjawab. Membuat Bu Dakna frustasi. Pecuma bertanya pada dua lelaki ini, ia tidak akan pernah menemukan jawabannya.

"Sekarang, Ibu hukum kalian." Cetus Bu Dakna, ia menatap ke arah Calvin. "Calvin, kamu sapu seluruh koridor di lantai 1, sekarang."

Tanpa bantahan, Calvin mengangguk. Cowok itu malas menambah beban, ia pergi setelah Bu Dakna menyuruhnya. Tatapan Bu Dakna kemudian teralih pada Marco.

"Nicholas Marcosamy." Wanita itu menggelengkan kepalanya, ia mengambil sebuah kaca dan memberikannya pada Marco. "Lihat diri kamu."

Marco menatap pantulan dirinya di kaca dengan ekspresi datar. "Ganteng, Bu."

"Marco!"

"Apa yang salah sih? Saya emang ganteng."

"Bukan itu maksud ibu!"

"Terus apa? Ibu kalau ngomong, langsung aja. Saya nggak paham kode."

Bu Dakna menghela napasnya. Memang, berhadapan dengan Marco membutuhkan banyak kesabaran. "Kamu itu anak dari pemilik yayasan sekolah ini, Marco. Kenapa kamu nggak mencerminkan sikap yang baik untuk ditiru?"

"Bu Dak, saya-"

"Jangan panggil saya Budak!" Protes Bu Dakna.

Marco memutar bola matanya. "Ribet amat."

"Kamu bisa nggak sih berubah?" tanya Bu Dakna heran.

"Bu, Papi saya itu dulunya Ketua Geng. Ibu pernah dengar istilah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya? Itu saya sama Papi saya." Jelas Marco. Ia sudah sering menjelaskan kalau Ayahnya dulu adalah Ketua Geng terkenal, namun tetap gurunya tidak percaya.

"Sudah, lah. Percuma ngomong sama kamu. Sekarang, kamu bersihin semua toilet yang ada di lantai satu!" Titah Bu Dakna.

Marco menghela napas, cowok itu akhirnya keluar dari ruang BK. Dan jangan harap Marco mau melakukan hukumannya.

"Marco!" Cowok itu menoleh, kemudian mengernyit ketika mendapati Syakilla sedang berdiri di depan ruang BK.

"Ngapain lo di sini?" tanya Marco.

"Gue mau ngomong sama lo," ujar Syakilla.

"Ngomong aja."

"Lo ngasih pulsa kemaren kebanyakan."

"Berapa emang?"

"Lo ngasih pulsa dua juta, Co. Banyak, banget."

"Masa?" Marco mengingat kembali, apa ia salah menekan nominal?

Syakilla mengangguk.

"Oh, yaudah." Marco menghendikan bahu, "mau ngomong itu aja?"

"Yaudah?" Syakilla mengernyitkan dahi, "lo nggak minta bayaran ke gue? Itu banyak banget, Co."

"Bagi gue dikit. Duit gue nggak bakal abis." Marco menepuk pundak Syakilla dua kali. "Gue tipe orang yang nggak akan nagih apapun yang gue kasih, tenang aja."

"Dia baik apa bego, sih?" ucap Syakilla dalam hatinya.

"Nicholas Marcosamy!" Sang pemilik nama, beserta gadis di hadapannya menoleh.

Seorang gadis berambut hijau yang memakai baju cheerleaders berjalan ke arah mereka. Dari raut wajahnya, gadis itu nampak akan marah. Dan Marco sudah bisa menebak, penyebab gadis itu menghampirinya.

"Eh, lo. Kenapa sih, berantem terus sama Calvin?" tanya gadis berambut hijau itu saat berada di dapan Marco.

"Bukan urusan lo," ketus Marco.

"Jelas urusan gue, lah! Calvin itu calon pacar gue, dan lo bikin muka dia jadi babak belur sekarang. Malam ini gue mau jalan sama dia, Co. Kan malu-maluin!" Kesal Gadis itu.

Syakilla menatap Marco dan gadis itu bergantian. Ia tidak mengenal gadis berambut hijau itu, namun ia tahu kalau nama gadis di hadapannya ini adalah Barbie Henzie Pradipta.

"Alay lo, boneka santet." Balas Marco.

"Lo!" Barbie menunjuk wajah Marco, "gue aduin ke bokap gue ya kalo lo masih manggil gue boneka santet!"

"Tukang adu," ledek Marco.

Barbie menggeram, gadis itu menoleh dan tidak sengaja menatap Syakilla. Ah, Barbie tahu gadis ini, ia adalah mayoret yang terkenal itu.

"Siapa nih?" tanya Barbie seraya menunjuk Syakilla dengan dagunya.

"Kepo banget lo, kayak dora."

Barbie memutar bola matanya malas, gadis itu menatap Syakilla. "Gue Barbie, sepupunya Marco. Paling anti sama orang miskin dan munafik."

"Ini sekeluarga pada songong apa gimana, ya?" ucap Syakilla dalam hatinya.

"Gue-"

"Lo Syakilla, mayoret Marching Band. Gue tahu," potong Barbie. "Murid beasiswa, kan?"

Astaga ... lagi-lagi membahas beasiswa.

"Jangan ngarep sama sepupu gue, dia gagal move on." Lanjut Barbie. "Lo dapet beasiswa kenapa? Karena lo miskin atau karena lo pinter? Kalau opsi yang pertama, lo harus benar-benar ngejauhin Marco."

"Hah?" Syakilla mengernyitkan dahi. Ini, ia sedang dihina?

"Bacot lo, boneka santet!" Marco menarik tangan Syakilla untuk menjauh dari Barbie. Sepupunya itu memang sangat menyebalkan.

"Heh, gue belom selesai Marco!" Teriak Barbie.

"Gue mau dibawa ke mana, nih?" tanya Syakilla. Marco terus menariknya, hingga sekarang mereka menjadi pusat perhatian.

"Pulang."

"Hah? Gue mau lo bawa pulang?" tanya Syakilla bingung.

"Gue anterin lo pulang, Bego. Ngapain gue bawa lo ke rumah," sahut Marco tanpa menoleh.

Syakilla mengernyitkan dahi. "Eh? Kenapa lo baik sama gue?"

"Jangan geer, bensin gue banyak. Makanya gue mau nganterin lo."

Baiklah, Marco dan segala kesombongannya.

•NEFARIOUS•

HI! JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN

FOLLOW INSTAGRAM @cantikazhr UNTUK INFO UPDATE

BOOM KOMEN YUK GUYS!!!

SHARE CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN, YA!!!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel