5
°°°
Kini sopir taksi itu telah sampai di rumah sakit.
Ia dengan cepat membawa baby Enzo dalam bopongannya masuk ke dalam rumah sakit untuk menuju ke lantai paling atas.
Sopir taksi itu terpaksa ke rumah sakit meski waktu belum ada 15 menit.
Ia sangat mencemaskan Lea di mana tadi ia sempat mendengar suara tembakan.
Karena itu ia sengaja pergi meninggalkan Lea untuk meminta bantuan.
Ting
Sopir taksi itu berlari dengan kebingungan sembari mencari kamar nomor 2.
Tepat dengan hal itu ada El dan ketiga temannya beserta juga dengan Ziko, berada di depan ruang tunggu.
"El baby Enzo," teriak Sarvel kala melihat baby Enzo dibawa oleh pria tak dikenal.
El yang melihat hal itu sontak langsung melayangkan tatapan tajamnya pada sopir taksi tersebut.
Dengan cepat ia merebut baby Enzo dari sopir taksi tersebut.
"Kenapa putraku ada padamu?" tanyanya sembari menodongkan pistolnya pada sopir taksi itu.
"Maaf tuan, saya hanya menjalankan pesan dari perempuan yang tadi saya antar. Ia berpesan jika 15 menit dia tidak kunjung keluar, ia meminta saya untuk mengantar putranya kemari. Tapi belum sampai 15 menit, saya mendengar suara tembakan dari dalam rumah besar itu," jelasnya dengan takut karena pistol El yang kini mengarah pada kepalanya.
El yang mendengar hal itu kini tatapannya semakin dingin dan menakutkan.
"Apa kau bilang? Seorang perempuan?" Sopir taksi itu mengangguk membuat El langsung menunjukkan foto Lea dari ponselnya.
"Apa wanita itu ini?" tanyanya yang mana sopir taksi itu mengangguk mantap.
El tampak memicingkan matanya lalu memberikan baby Enzo pada Ziko.
"Ziko tolong kau berjaga di sini. Aku akan menjemput wanitaku," pesannya pada Ziko.
"Cepat tunjukkan di mana rumahnya," ujarnya dengan tegas pada sopir taksi itu.
Sontak mereka bertiga ikut bersama dengan El untuk membantu Lea.
Ziko menghela napas pelan dan menatap baby Enzo yang terlelap begitu pulas.
"Siapa wanita itu? Aku belum pernah melihat tuan secemas ini," gumamnya lirih sembari masuk ke dalam ruangan Cornelio.
El kini melajukan mobil Rubiconnya menuju ke rumah Lea dengan sopir taksi yang duduk di sampingnya.
"Apa ia mengatakan sesuatu kenapa ia pergi ke rumahnya?" tanya El yang penasaran di mana laju mobilnya saat ini begitu cepat sekali.
"Tidak tuan, ia hanya berpesan agar saya membawa putranya ke rumah sakit jika 15 menit ia tak kunjung keluar dari rumah itu," jawabnya sembari berpegangan erat.
Begitu juga dengan Alvino, Glen dan Sarvel.
Mereka bertiga kini saling berpegangan erat dengan mulut yang tak hentinya komat-kamit.
"Yaa bisakah kau mengurangi kecepatannya? Bukankah ini terlalu cepat?" ujar Glen pada El.
El bukannya mengurangi laju kecepatannya ia malah menekan gasnya.
"Aku tahu kau sangat mencintai Tuhan, tapi tolong jangan buru-buru menemuinya, aku masih belum siap," ucap Sarvel yang kini sudah ketakutan sembari menahan kencing kala kecepatan mobilnya membuat ia pusing.
"Yaa, haruskah kita mati karenamu? Aku belum nikah muda. Jangan mentang-mentang kau sudah menemukan wanita yang sesuai dengan kriteriamu dan takut direbut kita, kau kirim kita untuk bertemu Tuhan, kau jangan bersikap konyol saat ini," dumel Glen yang kesal kala El enggan mengurangi kecepatan mobilnya.
Sopir taksi itu yang tampak ketakutan kini juga ikut bersuara.
"Tuan, tolong kurangi kecepatannya, bagaimana jika kita lebih dulu bertemu dengan Tuhan sebelum bertemu dengan istri anda? Pagi tadi saya lagi marahan sama istri saya, jangan kirim saya ke Tuhan sebelum berbaikan dengan istri saya, itu akan membuat arwah saya tidak tenang," ucapnya dengan takut membuat El menghela napas gusar.
"Kenapa kalian begitu takut sekali hanya karena naik mobil secepat ini," gumamnya dengan santai sembari menambah kecepatannya agar cepat sampai di rumah Lea.
Sekitar 10 menit mereka telah sampai di rumah besar Lea.
El segera turun dari mobil diikuti oleh mereka berempat.
"Bisa kau tunjukkan di mana ia?" tanya El pada sopir taksi itu.
"Huekkk huekkk," El menoleh di mana mereka berempat kini tengah muntah-muntah di pinggir jalan.
El menghela napas gusar dan menutup hidungnya.
Karena lama harus menunggu mereka, alhasil El masuk ke dalam sendiri untuk segera menemukan wanitanya.
El membuka gerbang tinggi itu untuk bisa masuk ke dalam.
Ia berjalan menapaki pelataran halaman rumah Lea yang begitu luas sembari melihat kanan kiri.
Hingga langkah El terhenti kala melihat api di taman rumah.
Seakan ada dorongan untuk El menghampiri api tersebut.
Ia kembali berhenti saat melihat sosok yang berdiri di depan api berkobar itu.
Lea, ya itu wanitanya.
Terlihat Lea tampak mengenakan jaket hitam dan celana hitam, bukan pakaian putih seperti tadi pagi.
Tatapan El teralihkan dengan 5 pengawal yang terikat di pohon.
Mereka tampak babak belur dan tak sadarkan diri.
"Wah apa itu perbuatannya? Mereka tampak babak belur dan tak sadarkan diri," tanya Glen yang kini sudah berdiri di samping El.
"Siapa yang tahu jika ia terlihat lebih cantik ketika dilihat secara langsung," gumam Sarvel membuat El berdecak.
"Tapi, kenapa ia membakar bajunya?" gumam Alvino membuat El baru sadar jika yang dibakar itu adalah baju-baju dengan branded kelas atas.
El mencoba menghampiri Lea untuk mengajaknya pulang.
"Kamu baik-baik saja?" Lea mendongak menatap wajah El dengan kobaran api di depannya.
Lea hanya mengangguk pelan.
"Maaf aku menitipkan putramu pada sopir taksi," ujarnya dengan lemah.
El hanya mengangguk pelan dan menatap baju serta barang-barang lainnya yang dibakar.
"Kenapa dibakar?" tanya El to the point.
Lea menyugar rambutnya ke belakang dan menghembuskan nafas panjang.
"Sepupuku yang membakarnya," jawabnya dengan spontan sembari melenggang pergi.
Tatapan mereka bertiga tak terlepas dari wajah cantik Lea.
El yang melihat hal itu ingin sekali membakar hidup-hidup teman-temannya saat ini.
Dengan cepat El langsung menyusul Lea yang berjalan ke arah mobil sedan hitam itu.
BRAK
El menutup pintu mobil itu dengan cepat dan berdiri di depan Lea.
"Minggir!" usirnya pada El.
"Ayo pulang denganku, kau sedang tidak baik-baik saja saat ini," ujarnya pada Lea.
Lea menghela napas pelan dan menatap El.
"Aku sudah pumping tadi, ASI nya kusimpan di kulkas ruangan papa. Besok pagi hangatkan lebih dulu sebelum memberikannya pada putramu," pesannya pada El.
El mengerutkan keningnya tak paham dengan ucapan Lea.
"Pumping? ASI di kulkas? Kau menyusuinya tanpa aku?" tanyanya dengan sedikit kesal.
Lea yang lelah setelah bertengkar dengan Tera tadi, kini hanya menghembuskan napas beberapa kali sebagai jawabannya.
"Tolong menyingkirlah, aku sangat lelah," ucapnya dengan lemas pada El.
El yang melihat wajah sedih Lea tak tega untuk memperpanjang pertanyaannya soal pumping dan ASI.
Dengan cepat ia langsung membopong tubuh Lea layaknya karung dan menuju ke mobil Rubiconnya.
"Lepaskan aku!" teriaknya sembari memukuli punggung kekar El dan terus memberontak agar bisa turun dari panggulan El.
El tak menggubris perkataan Lea dan langsung memasukkan wanitanya ke dalam mobil.
Tanpa memedulikan teman-temannya El pergi begitu saja meninggalkan mereka di sana.
"Apa ia sungguh meninggalkan kita?" gumam Glen yang tak percaya kala mereka ditinggal di sana.
"Itu lebih baik daripada kita semobil dengannya," sahut Alvino sembari melenggang pergi mendekati mobil sedan yang tadi hendak dibawa oleh Lea.
Sarvel mengangguk setuju dan mengikuti Alvino di belakangnya.
"Beberapa menit tadi kita sudah hampir menemui Tuhan. Untungnya tertunda," beo Sarvel sembari masuk ke dalam mobil diikuti oleh Glen.
"Aku kasihan pada sopir taksi itu. Ia pingsan sebelum berbaikan dengan istrinya. Kemungkinan besok ia akan diusir oleh istrinya karena malam ini tidak pulang," ucap Glen yang mana hal itu membuat Sarvel dan Alvino tertawa.
•••
Flashback on
Dor
Lea terdiam di tempatnya di mana napasnya kini terdengar begitu gemuruh kala peluru itu tembus mengenai dinding.
"Apa kau ingin mencuri di rumahmu sendiri?" Lea langsung berbalik dan terlihat Tera tampak melambaikan tangan padanya.
"Hei, kita bertemu lagi," ucap Tera menyapa Lea.
Tak lama para pengawal datang.
"Kenapa kalian bisa kecolongan dengan pencuri kecil sepertinya?" tanyanya pada mereka berlima dengan suara yang penuh penekanan.
"Maaf nona," ucap kelimanya.
"Cepat ikat dia," perintahnya pada mereka.
Mereka langsung mengikat Lea dengan tali di mana Tera langsung mengambil foto untuk hal yang menyenangkan baginya.
Terdengar suara tawa keras dari Tera membuat Lea enggan mengalihkan tatapannya dari sepupunya tersebut.
"Kenapa kamu melakukan ini padaku?" tanya Lea membuat Tera menatapnya lalu menyimpan ponselnya.
"Ah sepertinya papaku belum memberitahumu. Rumah ini sekarang menjadi milik kami, kau tidak tahu itu?" tanyanya pada Lea.
Lea mengerutkan keningnya tak paham.
"Kau pikir perusahaan papamu benar-benar bangkrut?" Tera tertawa keras kala melihat ekspresi Lea.
"Sepertinya kau hanya cantik tapi bodoh. Siapa suruh papamu selalu merebut tender besar yang papaku selama ini inginkan. Papamu terlalu serakah sampai- sampai tak ingin orang lain mendapatkan tender besar yang diberikan oleh tuan Germes. Karena itu papaku menjebak papamu dengan mengirimkan orang yang berpura-pura menjadi karyawan tuan Germes untuk meraup semua uang perusahaan papamu dengan menjanjikan kontrak kerja sama. Setelah itu, papaku juga meminjam uang bank mengatasnamakan perusahaan papamu untuk membayar hutangnya serta untuk memajukan perusahaannya. Di mana saat ini orang-orang tak bisa lagi merendahkan dan membandingkan perusahaan papaku dengan milikmu," tegasnya dengan sedikit keras dan penuh penekanan.
"Sebenarnya bank hanya menyita perusahaan beserta aset-asetnya, tidak dengan rumahmu. Tapi bagaimana lagi, aku sangat menginginkan rumahmu, aku juga ingin merasakan hidup di istana sepertimu pula, tak apa kan kau sementara ini tinggal di jalanan?" tanyanya meledek Lea.
Lea yang baru tahu akan kebenarannya kini tak bisa berkata apapun.
Bahkan ia tak kuasa untuk membuka suaranya setelah mendengar sendiri perbuatan pamannya terhadap papanya.
"Kalian semua, keluarkan barang-barangnya dia," perintahnya pada mereka berlima.
Lea tersenyum miring pada Tera.
"Kubiarkan kau menepati rumahku, sekali-kali memberikan kesempatan pada gelandangan untuk hidup di dalam istana," ujarnya dengan sarkas membuat Tera memicingkan matanya tajam.
Plak
Tera menampar Lea dengan emosi yang begitu meletup-letup.
"Jaga ucapanmu, kau bukan Lea yang dulu lagi. Kau seorang gelandangan saat ini, camkan hal itu," marahnya pada Lea.
Lea semakin menyunggingkan senyum tipisnya yang mana hal itu membuat Tera semakin marah.
"Sekalipun kau tinggal di istana, kau akan terlihat seperti gelandangan," ejeknya yang mana hal itu mengundang Tera untuk kembali menampar Lea.
Plak
Bersamaan dengan itu, para pengawal keluar sembari membawa barang-barang Lea yang berada di dalam koper.
"Siapa yang suruh kalian memasukkannya ke dalam koper? Bakar semua!" perintahnya dengan keras membuat Lea menatap baju-bajunya beserta baju papa dan mamanya kini sudah tersiram minyak tanah.
Wugh
Semua baju-baju itu terbakar di depan Lea.
Tak hanya baju tapi juga barang-barang berharga milik Lea.
"Itu akibatnya karena kau mengatakan sesuatu yang buruk padaku. Ini hanya permulaan, akan kubuat hidupmu sehancur mungkin sampai kau bersujud dan meminta maaf padaku," tekannya pada Lea yang hanya menatap kosong bajunya yang dibakar.
"Jaga dia jangan sampai lepas," perintahnya pada mereka berlima.
Setelah Tera pergi mereka berlima kini berkeliling menjaga Lea.
Ada rasa marah dan tak terima dengan balasan Tera padanya.
Dulu Cornelio begitu baik pada mereka tapi siapa yang tahu jika merekalah orang yang membuat Cornelio jatuh.
Lea berusaha melepas ikatannya secara diam-diam.
Bugh
Lea menendang kaki pengawal yang berdiri di sampingnya.
Baku hantam itupun kini mulai terjadi antara Lea dan kelima pengawal.
Terlihat Lea begitu mudah dalam menumbangkan mereka berlima.
Ia lalu mengikat para pengawal itu di pohon di mana mereka sudah tak sadarkan diri karena pukulannya.
Lea lalu melihat bakaran bajunya dan kenangan akan keluarganya kini mulai terlintas di otaknya.
Dengan langkah yang lemas dan lunglai Lea berjalan menghampiri bakaran itu.
Ia merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa melakukan apapun disaat Tera menghancurkan barang-barang berharganya.
Lea menatap lekat pigura yang menampilkan foto dirinya beserta papa dan mamanya yang perlahan mulai terbakar.
Air matanya tanpa ia sadari menetes begitu saja.
Lea menunduk melihat penampilannya yang kotor setelah baku hantam dengan para pengawal tadi.
Ia lalu memutuskan untuk masuk ke dalam rumah selagi Tera sudah pergi dan para pengawal sudah babak belur karenanya.
Lea memiliki ruang rahasia yang orang lain tak tahu.
Dan ruangan itu hanya bisa dibuka oleh Lea.
Ia harus mengambil sesuatu sebelum Tera kembali.
Setelah mengambil sesuatu yang berharga itu, Lea segera keluar dari rumahnya.
Sialnya, El datang diwaktu yang tidak tepat membuat Lea sedikit panik dan bingung.
"Di mana aku harus menyimpannya," gumamnya sembari menelisik tempat di sekitar taman.
Tatapan Lea tertuju pada mobil sedan warna hitam milik para pengawal itu.
Dengan cepat ia memasukkan barang berharga itu ke dalam mobil sedan sebelum El melihatnya.
Lea lalu kembali berdiri di dekat kobaran api agar tidak menimbulkan kecurigaan pada El saat melihatnya nanti.