4
•••
Sudah hampir 45 menitan El menunggu Lea yang tengah menemani papanya.
Karena kondisi Cornelio sedikit drop, alhasil ia mengalami sedikit penurunan pada kondisi tubuhnya.
Yah meski ia tidak sadarkan diri, tapi El sudah memberikan perawatan yang terbaik untuk Cornelio.
El melihat jam tangannya, sudah waktunya ia pergi ke kantor.
"Sudah jam 7, aku harus pergi ke kantor," ucap El menyadarkan lamunan Lea.
Lea hanya mengangguk pelan dan tatapannya jatuh pada baby Enzo yang tampak sangat anteng.
"Apa kau akan membawanya ke kantor?" El menatap Lea lalu mengangguk pelan.
El sengaja berbohong untuk hal itu, ia ingin melihat respon Lea.
Biasanya ia akan meninggalkan baby Enzo di rumah dengan para pengawalnya.
Lea dengan sedikit canggung buka suara.
"Bagaimana jika kau tinggalkan di sini denganku, aku sedang senggang saat ini," ujarnya dengan tatapan ke arah lain.
El yang mendengar hal itu berusaha keras menahan senyumnya.
"Apa itu tidak merepotkanmu?" Lea menggelengkan kepalanya membuat El memutari brankar dan memberikan baby Enzo pada Lea.
Terlihat baby Enzo begitu tenang dan terlihat nyaman dengan Lea.
El duduk di tepi brankar tepat di depan Lea.
Lea menatap garang El dengan sikap siaganya.
"Jangan menyusuinya lagi, ia sudah kenyang sampai nanti siang. Jika ia menangis, cukup ajak keluar atau menimangnya, jika bisa upayakan saat siang tidur, itupun jika kamu bisa melakukannya karena ia sedikit sulit untuk tidur siang," beritahunya menjelaskan semuanya membuat Lea hanya mengangguk paham.
El sedikit merunduk mendekatkan wajahnya pada Lea.
"Jangan coba-coba menyusuinya saat aku tidak ada, itu hanya akan sia- sia. Kau butuh sentuhan dariku untuk bisa menyusuinya, kamu paham kan sayang?" beritahunya pada Lea dengan smirk yang terlihat begitu tengil sekali.
Lea mendelik kesal membuat El terkekeh pelan.
Cup
"Udah aku pergi dulu," pamitnya sembari melenggang pergi setelah mengecup kening Lea tanpa dosa.
Lea yang mendapatkan hal itu ingin sekali rasanya menampar dan memukul El.
Sayangnya ia sedang membawa baby Enzo.
Setelah El pergi Lea kini melihat baby Enzo yang sibuk dengan mainannya.
Ia tersenyum tipis lalu mencium sekilas puncak kepala baby Enzo.
Hingga Lea teringat akan ucapan El barusan.
Ia meraih ponselnya di atas nakas lalu mencari tahu kebenarannya.
Ya kebenaran tentang tongue tie yang baby Enzo alami.
Lea membaca dengan begitu teliti semua informasi dari internet tentang bayi yang mengalami tongue tie.
Kini Lea merasa sedikit malu dengan dirinya sendiri di mana ia mengira jika El sengaja memanfaatkan dirinya.
Ternyata memang begitu peran suami dalam membantu istrinya untuk mengeluarkan ASI agar sibayi bisa menyusu.
Namun detik kemudian Lea langsung sadar dari rasa malunya.
"Tunggu, kenapa harus dengan bantuannya? Kan ada pumping," ujar Lea yang baru teringat akan hal itu.
Lea menggigit bibir bawahnya dengan gemas kala ia tak terpikirkan dengan benda itu.
"Ya, aku harus membelinya, dengan begitu si mesum itu tak bisa lagi memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan," dumelnya dengan kesal yang mana ia langsung memesan pumping untuk bisa menyusui baby Enzo nantinya.
•••
Sedangkan di kantor kini sudah ada Glen, Sarvel dan Alvino.
Di mana mereka bertiga tengah menunggu El datang.
Mereka sangat penasaran kemana semalam El pergi.
Bukan sikap El meninggalkan club di waktu yang masih sore.
Palingan ia akan pulang pukul 1 atau 2 dini hari.
Tapi kepergiannya kemarin malam yang tanpa jejak dan meninggalkan rasa penasaran yang tinggi terhadap Glen dan Sarvel membuat keduanya kini dengan setia menunggu El datang.
Selain ingin tahu kemana El pergi? Mereka juga sangat penasaran dengan orang spesial yang kemarin malam El sebutkan.
"Aku sangat penasaran dengan siapa orang spesial itu?" gumam Alvino yang juga dibuat penasaran setelah Glen dan Sarvel memberitahu tentang sikap El semalam di club.
"Ia tak pernah datang terlambat untuk sampai di kantor, tapi sekarang sudah pukul 7, ia tak kunjung datang," dumel Sarvel yang lebih kesal dan jengah karena menunggu El.
Brakk
"Bangsat," umpat ketiganya terkejut kala pintu terbuka lebar.
El menatap tajam ketiganya di mana mereka yang sudah berada di ruangannya dengan beberapa kaleng bir di atas meja dan Snack.
Ketiganya yang paham tatapan horor itu sontak hendak mengambil kaleng mereka masing-masing beserta snacknya, namun terhenti.
"Aaaaaaaaaaaaa akhirnya aku menemukannya," teriak El sembari melompat kegirangan membuat mereka bertiga terkejut untuk kedua kalinya.
El langsung menghampiri mereka bertiga dan menarik tangan teman-temannya.
"Akhirnya aku menemukannya," ucapnya dengan begitu girang sembari mengajak ketiganya melompat kegirangan dan berputar-putar.
"Dia menemukan apa?" tanya Glen sembari ikut melompat dan berputar.
"Mungkin harta karun," tebak Sarvel sekenanya.
Alvino yang merasa aneh dengan El kini bergidik ngeri.
"Apa yang kau temukan hingga melompat dan berputar begitu girang seperti ini?" tanya Alvino to the point.
El yang mendengar hal itu dengan otomatis langsung berhenti melompat.
Ia mengatur napasnya lalu menatap satu persatu teman-temannya.
"Ibu susu baby Enzo," jawabnya dengan begitu antusiasnya.
Mereka bertiga yang mendengar hal itu kini melebarkan kedua matanya tak percaya.
"Sungguh? Seperti apa rupanya?" tanya Sarvel dengan cepat di mana ia paling antusias jika menyangkut tentang wanita.
El berdeham sekilas lalu merogoh sakunya.
"Mungkin kalian akan terkejut tapi bersikaplah biasa dan normal saja, oke?" ketiganya dengan patuh mengangguk paham.
El lalu menunjukkan foto Lea yang ia ambil semalam ketika sedang tertidur pulas.
"Wihuhhhh," teriak Glen dengan lucu yang mana ia langsung mendapatkan pukulan dari Alvino.
"Enggak usah teriak-teriak," teriak Alvino kesal.
"Bentar- bentar, coba lihat sekali lagi," ucap Alvino yang kurang puas melihat foto Lea yang terlihat begitu cantik ketika sedang tertidur.
"Ka-kalian sudah melakukannya? Kemarin malam?" El hanya tersenyum untuk mengompori mereka bertiga.
Sedangkan itu Sarvel masih memandang lekat foto tersebut.
"Bentar- bentar, aku akan mencuci mataku," ujarnya yang bergegas ke kamar mandi untuk mencuci kedua matanya.
Entah bagaimana caranya ia mencuci kedua matanya.
Ketiganya lalu duduk selagi Sarvel ke kamar mandi.
"Jadi dia orang yang kau sebut spesial?" El tersenyum dengan malu lalu mengangguk.
Tak lama Sarvel datang dengan wajah yang basah kuyup.
"Coba lihat lagi fotonya," pintanya sembari merebut ponsel El.
"Tidak-tidak, sepertinya aku kurang bersih mencuci mataku, sebentar, akan kucuci lagi," ujarnya yang mana ia kembali lagi ke kamar mandi.
El hanya tersenyum melihat hal itu.
Ia lalu menghubungi Ziko untuk datang ke ruangannya.
"Di mana kalian bertemu?" tanya Glen yang kini mulai mengintrogasi.
"Di club," jawab El sembari melihat-lihat toko online.
Sarvel dan Alvino menatap El dengan serius.
"Bagaimana bisa ia berubah 180° hanya dalam semalam setelah bertemu dengan wanita itu," gumam Glen heran.
"El Zibrano Alemannus yang kita kenal tidak pernah melakukan hal lucu seperti tadi. Ia lebih suka baku hantam dan tembak menembak kala hatinya girang bukan melompat dan berputar seperti Teletubbies," gumam Alvino yang diangguki oleh Glen.
Tak lama Sarvel datang dengan wajah yang kini sudah basah kuyup seperti tadi.
Ia kembali duduk di samping El dan kembali melihat foto Lea.
"Tidak. Kenapa masih terlihat sama, ia cantik dan begitu seksi. Sepertinya mataku sangat kotor sekali. Sebentar aku akan mencucinya lagi," ujarnya yang mana ia kembali lagi ke kamar mandi.
Alvino yang memiliki kesabaran setipis tisu dibagi lima kini langsung beranjak dari sofa dan menghampiri Sarvel di kamar mandi.
Tak lama mereka berdua datang dengan Sarvel yang berjalan di belakang Alvino di mana terlihat rambutnya basah kuyup.
Glen yang melihat hal itu kini tak bisa menahan tawanya.
Ia tertawa terbahak-bahak dan sangat puas dengan sikap Alvino.
"Apa kau memandikannya?" Alvino mengangguk dan kembali duduk di sofa.
Sarvel hanya mengerucutkan bibirnya ke depan sembari mengeringkan rambutnya.
Tak lama Ziko datang dan langsung menghampiri El.
"Apa anda ingin mendiskusikan tentang proyek baru kita tuan? Saya masih membuat outlinenya...," Ziko berhenti berbicara kala El menggelengkan kepalanya.
"Duduklah," pinta El sembari menepuk sisinya yang kosong tepat di sebelah kanannya.
Ziko langsung duduk di samping El dan terlihat begitu serius sekali.
"Yaaa, menurutmu gaya rambut yang mana yang cocok denganku," sontak mata mereka terlihat terkejut dan langsung menatap El dengan tak percaya.
El yang mendapatkan tatapan itu seakan sedang ditelanjangi oleh mereka.
"Kenapa? Apa aku berbicara salah?" keempatnya dengan begitu kompak langsung menggelengkan kepalanya.
El lalu menunjukkan beberapa contoh model potongan rambut pada Ziko.
Ziko yang merasa sedikit aneh dengan sikap El kini hanya bisa mengikuti perintahnya.
Setelah selesai memilih gaya potongan rambut kini beralih ke fashion.
Dan mereka bertiga yang menyaksikan hal itu kini benar-benar tak bisa berkata apapun dan hanya diam menatap El.
"Potongan rambut udah, baju udah. Sekarang apalagi ya?" gumamnya sembari memikirkan apa yang harus ia ubah.
Hingga El teringat akan perutnya.
"Oh ya, mulai sekarang kamu harus membuatkanku jus buah setiap pagi, jauhkan kopi untuk saat ini terlebih saat di pagi hari. Jangan lupa untuk menyetok buah-buahan yang banyak di kulkas, dan satu lagi kamu harus membeli sayuran yang banyak dan daging," pesannya pada Ziko.
Ziko yang mendengar pesan itu terlihat sedikit bingung namun tetap mengangguk.
Tunggu, jus buah? Sejak kapan seorang El Zibrano Alemannus minum jus buah saat pagi hari? Gumam Ziko dalam hati.
"Maaf tuan, sekarang sudah waktunya kita meeting," beritahu Ziko pada El.
"No no, batalkan semua jadwal meeting hari ini. Aku harus pergi nge-gym sekarang," tolaknya sembari beranjak dari sofa di mana ia terlihat begitu fokus dengan ponselnya.
El lalu melenggang pergi begitu saja tanpa memedulikan teman- temannya.
"Bukankah ia terlihat aneh?" tanya Glen pada Ziko.
"Dia seperti bukan El," gumam Alvino.
"Lalu siapa dia?" tanya Sarvel dengan polosnya membuat mereka bertiga langsung menatap datar Sarvel.
"Kenapa? Apa aku salah bertanya seperti itu?" tanyanya pada mereka dengan wajah tanpa dosanya.
Alvino yang memiliki kesabaran setipis tisu yang dibasahi air dibagi 5, sontak langsung membasuh muka Sarvel dengan air minum di atas meja.
"Jangan marah aku hanya berusaha membaptismu," ucap Alvino tanpa dosa lalu melenggang pergi begitu saja keluar dari ruangan.
•••
Sedangkan di tempat lain ada Lea yang kini menaiki taksi menuju rumahnya.
Ya, ia pergi ke sana dengan membawa baby Enzo.
Lea hanya ingin mengambil bajunya dan baju papanya.
Meski mereka tidak punya tempat tinggal setidaknya mereka masih memiliki pakaian untuk tetap bisa ganti.
Karena itu Lea memutuskan untuk mengambil bajunya selagi waktu sudah malam.
Lea berpikir jika pengawal yang menjaga rumahnya mungkin sudah pergi sejak kemarin.
Jadi ia bisa dengan bebas mengambil barang-barangnya di rumah untuk ia bawa ke rumah sakit.
Tak lama mereka telah sampai di depan rumah Lea.
Karena baby Enzo terlelap begitu pulas setelah menyusu tadi, alhasil Lea membaringkannya di kursi kemudi belakang.
Ia tak ingin mengambil resiko dengan membawa baby Enzo ke dalam sana.
Siapa yang tahu jika sesuatu terjadi nantinya.
Karena itu ia meninggalkan baby Enzo di dalam taksi.
"Pak tolong jaga anak saya sebentar ya. Saya ingin mengambil beberapa baju sebentar," pesannya pada sopir taksi itu sembari menyelimuti baby Enzo dengan sweaternya.
"Baik non," jawab sopir taksi itu membuat Lea langsung turun dari taksi.
Lea sedikit terkejut kala melihat dua pengawal yang tampak berjaga di depan pintu rumahnya.
Ia kembali menghampir sopir taksi itu untuk berpesan sesuatu.
Lea mengetuk kaca jendelanya membuat sang sopir membuka jendelanya.
"Ada yang bisa saya bantu non?" tanya sopir taksi itu.
"Oh ya, jika nanti 15 menit saya tidak keluar juga. Tolong bawa pergi bayi saya ke rumah sakit tadi ya, tolong antarkan ke ruangan VVIP lantai paling atas nomor 2 dari lift. Ini ongkosnya," pesannya sembari memberikan tip yang lebih pada sopir taksi itu.
"Tapi non," ujarnya namun terlambat kala Lea sudah pergi begitu saja lewat pintu belakang.
Lea yang tahu jika papanya pernah membuat pintu rahasia dari taman belakang, sontak lewat sana untuk bisa masuk ke dalam.
Senyum manis nan lebar itu tampak tampil di bibir Lea kala ia sudah berada di halaman belakang rumahnya.
Dengan sangat perlahan Lea berjalan mengendap-endap menyusuri taman belakang tersebut.
Lea tersenyum lebar kala ia berhasil dengan lancar kala sampai di depan pintu bagian belakang.
Dengan cepat Lea memegang knop pintu itu untuk segera masuk ke dalam rumah selagi dua pengawal tadi berjaga di depan.
Tapi
DORRR