Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 . Apakah kita sama?

Aranjo melewati hari-harinya di Paviliun kecil itu, dirinya akan bermain sendiri di saat pengasuhnya harus membantu di kediaman utama.

Aranjo yang sebagian wajahnya tertutup cadar hitam, duduk di lantai Paviliun dan bermain dengan boneka kain usang kesukaannya. Boneka kain ini dijahit sendiri oleh Ara, pengasuhnya.

'Kriittt'

Pintu Paviliun di buka perlahan, Aranjo menatap ke arah pintu melihat siapa yang datang. Aranjo tersenyum senang saat melihat siapa yang membuka pintu.

Dua saudarinya mengunjungi Paviliun untuk melihatnya. Ini pertama kali mereka berkunjung ke Paviliun. Sebelumnya mereka selalu menghindar saat tidak sengaja bertemu dengannya di kediaman utama.

Aranjo melihat terpukau ke arah dua saudarinya. Dua saudarinya sangat cantik dengan balutan gaun yang indah, kebalikan darinya. Pakaian Aranjo hanya beberapa helai dan itu semua dijahit oleh Ara dari kain sisa yang didapatkan dari kediaman utama.

"Mari kita bermain..." ujar salah satu saudarinya.

Kedua saudarinya masing-masing memegang boneka cantik dan mewah. Aranjo sangat senang kedua saudarinya datang mengajaknya bermain.

"Tentu!" ujar Aranjo bahagia.

Halley dan Helene saling memandang dan tersenyum penuh makna. Lalu Halley melempar bonekanya ke hadapan Aranjo, kepala boneka itu terlepas. Helene berlari keluar Paviliun meninggalkan mereka berdua dan Halley mulai menangis.

Aranjo tidak mengerti apa yang sedang dilakukan kedua saudarinya. Dirinya hanya duduk diam di tempatnya tadi sambil memeluk boneka usang miliknya.

Tidak lama, Dewi Angin bergegas masuk ke dalam Paviliun. Ara mengikuti Dewi Angin kembali ke Paviliun, hatinya sangat tidak tenang dan merasa akan ada hal buruk yang menimpa Aranjo.

Halley berlari memeluk ibundanya, dan menangis sesenggukan sambil berkata "Ibu.... Aranjo merebut dan merusak boneka milikku!"

"Iya bu, tadi aku melihatnya merebut boneka itu dari Halley!" ujar Helene sambil memegang rok ibundanya.

Ara menghampiri Aranjo dan memeluknya erat, dirinya tahu jelas niat jahat kedua saudarinya itu. Aranjo tidak pernah menyentuh barang yang bukan miliknya, sebagus apapun itu.

"Kau.. anak iblis! Beraninya menyentuh barang milik putriku! Kamu harus diberi pelajaran agar kelak tidak berani mengulanginya lagi!" ujar Dewi Angin dengan suara menggelegar. Dirinya bahkan tidak ingin repot mendengar penjelasan dari anak itu, kebenciannya sangat mendalam dan ini kesempatan yang tepat untuk menghukum anak iblis itu.

"Nyonya.. tolong.." belum selesai Ara memohon, dirinya sudah dibuat bungkam dengan kekuatan sihir Dewi Angin.

Lalu Dewi Angin meletakkan sihirnya pada Aranjo, seraya berkata "Renungkan kesalahanmu di hutan kabut malam ini!"

Lalu ibu dan anak itu berjalan keluar dari Paviliun. Aranjo merasa kedua tangannya tidak dapat digerakkan dan kakinya yang tanpa alas kaki berjalan sendiri keluar Paviliun.

Sihir yang membungkam Ara terlepas saat Dewi Angin keluar dari Paviliun namun tidak ada yang dapat dilakukan Ara terhadap sihir yang mengikat Aranjo. Ara hendak mengejar Aranjo dan menemani anak itu ke hutan kabut.

Namun Ara tidak dapat keluar dari Paviliun, Dewi Angin tahu jelas Ara pasti akan menemani anak iblis itu jadi Dewi Angin memasang pembatas yang tidak dapat dilewati oleh Ara.

Aranjo berjalan meninggalkan Paviliun, entah sudah berapa lama dirinya berjalan. Kakinya sakit karena berjalan tanpa alas kaki, namun dirinya tidak dapat menghentikan langkahnya. Tentu Aranjo tidak dapat melepas sihir Dewi Angin yang telah menguasai tubuhnya.

Aranjo berjalan cukup jauh, hutan kabut adalah hutan di alam langit. Hutan itu dihuni oleh mahluk-mahluk yang tidak pantas hidup di alam langit dan mereka terjebak disana tidak dapat masuk maupun keluar dari hutan itu. Hutan itu selalu di hindari oleh Dewa dan Dewi penghuni alam langit, hutan itu merupakan tempat pembuangan. Karena alasan itulah, Dewi Angin mengirim Aranjo kesana berharap anak iblis itu tetap tinggal di sana dan tidak pernah kembali ke kediamannya lagi.

Aranjo merasa lelah dan haus, tingkatan sihirnya masih sangat rendah dan dirinya masih dapat dengan cepat merasa lapar dan haus. Tidak seperti kedua saudarinya yang selalu menerima kekuatan sihir dari kedua orangtuanya. Aranjo hanya mengandalkan diri sendiri untuk menambah kekuatan sihirnya dengan berlatih dari Ara, meskipun kemampuan sihir Ara tidak seberapa namun setidaknya Aranjo bahagia ada yang mengajarkan ilmu sihir kepadanya.

Aranjo berjalan masuk ke dalam hutan kabut. Sesuai dengan sebutannya, hutan ini diselimuti kabut tebal walaupun namanya hutan namun hanya sedikit tanaman yang tumbuh di dalamnya. Jalan masuk ke hutan penuh dengan bebatuan dan itu melukai kaki kecil Aranjo.

Aranjo berjalan sangat lama dan akhirnya kakinya berhenti melangkah saat dirinya berada di tengah-tengah hutan itu. Aranjo terduduk di tanah bebatuan dan mengatur nafasnya. Setelah berhasil mengatur nafasnya, Aranjo melihat sekeliling hutan mencari apakah ada buah yang dapat dimakannya. Namun tanaman yang tumbuh di hutan ini belum pernah dilihatnya dan tidak memilki buah hanya batang besar dan daun yang lebat. Hutan ini cukup gelap karena kabut yang tebal menghadang sinar matahari, dan di hutan ini sangat dingin. Satu hal yang pasti, Aranjo sama sekali tidak merasa takut dan dirinya dapat melihat dengan jelas di hutan yang cukup gelap ini.

Akhirnya Aranjo berhenti melihat sekeliling, dirinya masih duduk di atas tanah. Aranjo menekuk kedua lutut kaki dan memeluknya.

Aranjo memikirkan kembali apa yang baru saja terjadi. Selama ini, dirinya selalu mencoba berpikir bahwa dirinya sama dengan kedua saudarinya, mungkin orang tuanya terlalu sibuk untuk mengurusnya. Walaupun diperlukan dengan berbeda tetapi Aranjo tetap berusaha tersenyum dan tidak menangis. Aranjo tidak ingin membuat Ara mengkhawatirkan dirinya.

Namun apa yang terjadi tadi seakan membuka lebar mata Aranjo. Kedua saudarinya jelas menjebaknya dan ibu bahkan tidak meminta penjelasan darinya. Itu artinya memang dirinya tidak disukai. Aranjo sering mendengar para pelayan yang berbisik tentang dirinya, mereka mengatakan dirinya anak iblis seperti yang dikatakan ibundanya tadi. Jika dirinya anak iblis mengapa dirinya tinggal di alam langit dan diperlakukan seperti ini? batin Aranjo.

Perhatian Aranjo teralihkan ke arah depan, Aranjo melihat ada sesuatu yang bergerak disana. Aranjo yang masih kelelahan merangkak ke arah itu dan melihat seekor burung kecil yang penuh warna tergelak disana. Dengan kedua tangan mungilnya Aranjo perlahan mengangkat burung kecil itu dan melihat apa yang terjadi.

Sayap burung kecil itu sepertinya terluka dan bulu burung itu terlihat basah. Pakaian Aranjo sangat tipis tidak memiliki kain lebih, jadi Aranjo melepas cadarnya dan menggunakan cadar hitam itu membungkus burung kecil itu berharap burung itu hangat. Tidak ada siapa-siapa di hutan ini, jadi tidak masalah jika dirinya tidak menggunakan cadar.

"Dimana orang tuamu?" tanya Aranjo sambil mengelus lembut kepala burung kecil itu.

"Apakah kita sama? Apakah orang tuamu juga tidak menginginkan dirimu?"

"Apakah karena itu kamu juga dibuang ke hutan ini?" ujar Aranjo.

Dan inilah pertama kali Aranjo menangis, dirinya merasa sangat sedih. Mengapa dirinya diperlakukan seperti ini? Aranjo selalu berusaha menjadi anak yang baik dan tidak merepotkan. Namun hanya karena dirinya anak iblis, semua kelakuan baiknya tidak dianggap.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel