Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12

Pandangan Bama seketika kembali normal ketika Prof.Vincent lekas menarik tubuh nya, kemudian di bantu oleh Sakha dan juga Melvin.

"Kapten, ayo!" pendengaran nya tiba-tiba menjadi pulih. Bama kembali tersadar setelah mereka membantu nya berdiri. Ia melihat sekilas ke arah belakang, menatap zombie yang berlari mengejar mereka kemudian menggenggam tangan Rena dan berlari untuk menghindari para zombie.

Ia terus menarik Rena, berlari keluar dari tempat itu. Tetapi Rena mulai lelah, sehingga larian nya semakin memelan.

"Ayo. Cepat" Rena hanya mengangguk, memaksakan kedua kaki nya untuk terus berlari.

Sakha lari memisah, ia menghampiri sebuah truk milik tentara yang terparkir di tengah jalanan. Pintu truk terbuka dengan lebar, sehingga membuat nya langsung masuk dan melihat kunci yang tergantung begitu saja.

"Disini! Naiklah cepat" pekik nya, dari arah jendela. Sontak, mereka langsung berlari kemudian Melvin dan juga Bama lekas membuka pintu box dibelakang. Bama naik lebih dulu, ia membantu Rena dan juga Anna untuk segera naik sementara Sakha sesekali mengaman kan para zombie dengan cara menembaki mereka.

Anna ikut membidik beberapa zombie yang hampir menerkam Prof.Vincent. Bama hendak membantu Prof.Vincent naik, tetapi ditahan oleh Melvin.

"Bukan kah pria tadi menginginkan nya?" ucap Melvin membuat Bama menatap seraya memikirkan nya.

"Kumohon, biarkan dia naik." ucap Anna memohon. Bama menatap ke arah Anna sekilas, kemudian membantu Profesor itu untuk segera naik.

Mobil langsung berjalan dengan laju, meninggalkan tempat dan para zombie berseragam tentara itu. Bama terduduk lemah setelah kembali menutup pintu box, ia hendak menyandar tetapi ditahan oleh Rena. Spontan, Bama langsung menatap Rena yang sedang menggeleng pelan.

"Punggung mu terluka," Bama mengangguk, ia tak jadi menyandarkan punggung nya dan langsung menatap lekat ke arah Profesor Vincent. Membuat Melvin tertunduk lemas sambil mendesah pelan.

***

Sebuah Toserba yang cukup besar, menjadi tempat peristirahatan mereka sambil mengatur strategi baru. Tempat itu sudah di aman kan, dan telah di blok menggunakan rak agar tak ada zombie dari luar yang bisa melihat.

Bama tampak menyerah, lantaran saluran menuju pusat bantuan dan juga ayah nya tak dapat terhubung. Ia meletak kan HT diatas meja dengan kasar lalu berjalan menghampiri Sakha yang sedang menginterogasi profesor itu.

"Apa anda masih sungkan untuk bicara profesor?" tanya Sakha membuat pria itu hanya terdiam. Kali ini, Bama menjadi tak sabar. Ia mengeluarkan pistol nya, mengokang benda itu lalu mengarah kan nya ke arah kepala Prof.Vincent. Sontak membuat Anna dan Rena menjadi tercengang.

"Katakan, apa misi mu profesor" ucap Bama bernada dingin, lengkap dengan tatapan tajam nya. Membuat Profesor itu perlahan-lahan menegak kan kepala, menatap balik mata tajam itu.

"Saya tak memiliki misi apapun."

"Bagaimana kami bisa percaya?"

"Saya hanya kabur dan melarikan diri dari Horseshoe. Mereka mengincar, karena hanya saya yang bisa melanjutkan eksperimen itu." Bama masih mengacung kan senjata nya, tetapi tiba-tiba saja Anna menepis tangan Bama hingga pistol tersebut terjatuh ke atas lantai.

"Jangan menembak nya!, aku yakin profesor tak memiliki niat jahat." tegas Anna, dengan kedua mata yang berbinar.

"Lagi pula, di kondisi seperti ini bukan kah nyawa dan keselamatan seseorang lebih penting? Jangan membunuh nya, aku yakin dia adalah orang yang baik." Melvin mendesah kasar, sementara Bama masih menautkan tatapan tajam nya ke arah Anna. Namun perlahan lahan, Bama mulai menurunkan emsoi nya. Ia memundurkan langkah nya, berjalan menghampiri pistol dan mengambil nya.

"Kita atur strategi nanti. Malam ini, kita menginap disini." ucap nya, kemudian pergi meninggalkan semua orang..

***

Waktu sudah berganti menjadi sore, sampai sekarang belum juga ada jawaban dari bala bantuan sehingga membuat Bama tak bisa memutuskan kemana mereka akan pergi selain bersembunyi ditempat tersebut. Ia terduduk dibalik rak sambil mengingat kembali sosok ibu nya. Tetapi kedatangan seseorang membuat lamunan nya menjadi buyar.

"Aku membawakan makanan" ucap Rena lalu memberikan semangkuk mie instan itu kepada Bama. Dengan sebotol air mineral ditangan nya.

"Terimakasih," Rena mengangguk kemudian tersenyum.

"Kau sudah makan?" tanya nya, lantaran ia baru menyadari jika Rena hanya membawa makanan untuk nya saja.

"Ehm, sudah."

"Lalu kau bawa apa?" tanya Bama

"Berbalik lah,"

"Kenapa?"

"Aku mencari obat-obatan ditempat ini. Syukurlah, semua yang kubutuhkan ada. " jelas nya, membuat Bama melahap makanan nya yang masih panas dengan pelan.

Bama telah membuka seragam khusus nya, menyisakan kaos tipis berwarna hitam yang saat ini ia kenakan. Rena menggulung baju Bama ke atas, kemudian tercengang ketika mendapati luka memar dan koyakan dipunggung Bama akibat serpihan tadi.

"Apa luka nya besar?" tanya Bama santai, sambil menyuapkan makanan nya.

"Aku akan menjahit nya, tetapi aku tak memiliki obat bius. Apa tidak apa-apa?" tanya Rena

"Lakukan saja. Aku bisa menahan nya." Rena menelan saliva nya, sebenar nya ini pertama kali ia lakukan. Baru melihat nya saja sudah membuat nya merasa ngilu. Tetapi berbeda dengan pria yang sedang terluka saat ini.

Bama tampak biasa-biasa saja, ketika Rena menjahit luka di punggung nya. Bahkan ia melahap makanan nya dengan lancar tanpa mengeluarkan reaksi berlebihan, melain kan hanya meringis kecil ketika jarum itu terasa menembus kulit nya.

"Apa tubuh mu sering di jahit seperti ini?"

"Hm" jawab nya, tanpa menghentikan aksi makan nya.

"Saat terluka ditengah misi, luka apa yang paling menyakitkan?" tanya nya lagi. Kali ini, membuat aksi makan nya terhenti. Lantaran ia mengingat sahabat nya yang dulu pernah menusuk nya menggunakan pisau, ketika ia sedang menjalan kan misi khusus nya.

Bama meletak kan makanan nya yang hampir habis, kemudian ia termenung sambil menunggu Rena menyelesaikan jahitan nya. Tak menunggu lama, Rena melakukan nya dengan cepat agar Bama tak menahan sakit nya terlalu lama. Ia memutar tubuh nya, ketika Rena telah selesai. Menunjuk kan perut kotak-kotak nya yang tampak terluka. Bekas jahitan yang begitu besar, membuat Rena menutup mulut nya tak percaya.

"Tusukan berkali-kali yang membuat ku sekarat dan hampir mati." Ucap Bama membuat Rena menyimak.

"Ini lebih menyakitkan dari luka tembak yang sering kudapatkan. Terlebih lagi, seseorang yang melakukan nya adalah sahabat ku. Dia telah berubah menjadi seorang penghianat." jelas nya, membuat Rena mengerti sambil menyentuh luka tersebut.

"Kenapa kau memilih menjadi anggota militer?"

"Aku ingin mencari orang yang telah membunuh ibu ku." jawab Bama membuat Rena mengangguk paham, ia kembali mengeluarkan obat kemudian memoleskan nya ke bagian wajah Bama yang hanya tergores kecil.

"Kurasa serpihan kaca itu telah menggores wajah mu," ucap Rena memancing pembicaraan lantaran ia merasa salah tingkah ketika Bama menatap nya begitu serius.

"Benarkah?" tanya Bama tak melepaskan tatapan nya dari wajah Rena.

"Ehm,"

"Aku tak merasakan apapun pada wajah ku."

"Itu karena tubuh mu sudah begitu kebal" Rena menyisihkan jarak yang begitu dekat. Ia menegak kan tubuh nya, bertumpu dengan kedua lutut nya sehingga membuat Bama menjadi sedikit mendongak kearah nya.

Jantung mereka berdebar secara bersamaan, entah perasaan apa yang bersarang di hati mereka. Sehingga membuat kedua nya saling bertatapan penuh makna.

"Kapten, ada yang harus kita bicarakan" Seka Sakha membuat Rena spontan menjauhkan tubuh nya. Bama berdeham salah tingkah, lalu menatap ke arah Sakha.

"Hm, ayo." Sakha mengerjab-ngerjabkan kedua mata nya berpura-pura tak melihat apapun dan langsung lekas pergi menuntun Bama ketempat yang kosong. Bama pergi begitu saja, meninggalkan Rena yang masih terduduk sambil tersenyum tipis..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel