Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

8

Sebuah biografi telah berada di tangan Jessy. Wanita itu kini tengah membaca keseluruhan tentang keluarga Caldwell. Di depannya ada Clara yang saat ini menjadi menunggu ia menyelesaikan buku bacaannya.

Urutan pertama yang Jessy baca adalah mengenai Max Caldwell, pria itu berumur 73 tahun. Pendiri dari Caldwell Group yang saat ini sudah berusia 50 tahun. Ya, Max telah memulai usaha ketika pria itu berusia 23 tahun.

Jessy membaca segala sesuatu tentang Max yang terdapat di biografi itu. Kemudian ia beralih ke istri Max yang sudah tiada sejak sepuluh tahun lalu, Sarah Alynne. Disebutkan bahwa Sarah merupakan seorang mantan ratu kecantikan. Berbagai prestasi telah Sarah dapat. Ia juga putri dari seorang sastrawan terkenal.

Max dan Sarah memiliki tiga orang anak. Anak pertama adalah Abraham Caldwell, ayah Earth Caldwell. Putra kedua adalah Benjamin Caldwell. Dan terakhir mereka memiliki seorang putri yang bernama Auristella Caldwell.

Mata Jessy terus menyusuri isi buku di tangannya. Dari ayah Earth hingga ke bibi Earth telah ia telusuri. Serta menantu, cucu-cucu keluarga Max Caldwell, serta cucu menantu Max Caldwell.

Setelah membaca habis tentang garis keturunan Max Caldwell, di buku itu juga terdapat tentang adik laki-laki Max, Eddison Caldwell, serta anak menantu, cucu dan cucu menantu adik Max.

Dari sana Jessy bisa mengetahui bahwa tak ada orang sembarangan di keluarga itu. Mereka semua berasal dari keluarga terpandang. Entah itu pengusaha, atau petinggi negara. Wajar saja Max tidak menyukainya, ia satu-satunya cucu menantu dengan pendidikan rendah.

Jessy menutup buku biografi itu. Ia meletakannya di meja dan menatap Clara. "Aku sudah menyelesaikan buku ini, Clara."

"Baiklah, sekarang aku akan bertanya padamu." Clara akan menguji Jessy.

"Ya."

Clara menanyakan beberapa pertanyaan, yang dijawab benar oleh Jessy. Setelah merasa puas, Clara memberikan jadwal yang biasa dilakukan oleh keluarga besar Max Caldwell. Setiap satu bulan sekali keluarga itu akan berkumpul untuk makan malam di kediaman Max Caldwell. Kemudian ada acara lainnya, seperti ulang tahun perusahaan, ulang tahun yayasan dan masih banyak lainnya.

Seluruh jadwal itu harus Jessy hapal. Sebentar lagi ia akan menjadi anggota keluarga itu, dan ia wajib hadir dalam setiap pertemuan. Max tidak akan senang jika Jessy absen dalam pertemuan keluarga.

Setelah beberapa jam, Jessy menyelesaikan kegiatan belajarnya hari itu. Ia kembali ke kamar untuk beristirahat. Jessy membuka ponselnya, ia menghubungi Anneth untuk menanyakan bagaimana kabar ibunya. Untuk sementara waktu ini Anneth yang akan menjaga ibunya, sampai masa cuti sahabatnya itu habis. Jessy tahu Anneth akan menggunakan kesempatan cuti untuk mencari pekerjaan tambahan, jadi ia meminta tolong pada Anneth untuk menjaga ibunya.

"Halo, Anneth." Jessy menyapa sahabatnya yang baru saja menjawab panggilan darinya.

"Halo, Jess. Kau sudah selesai belajar?"

"Ya. Bagaimana keadaan Ibu?"

"Ibu baik-baik saja. Kau ingin bicara dengannya?"

"Ya, Anneth."

"Putriku." Suara hangat Kayonna terdengar dari seberang sana.

"Ibu, maaf aku tidak bisa menjenguk ibu hari ini."

"Tidak apa-apa, Sayang. Ibu tahu kau memiliki pekerjaan penting."

"Bagaimana keadaan Ibu?"

"Ibu merasa lebih baik sekarang. Ibu akan sembuh dalam waktu dekat. Ibu benar-benar merindukan rumah."

Jessy tersenyum bahagia. "Bersabarlah, Bu. Setelah semua pengobatan Ibu selesai, dan dokter memperbolehkan Ibu pulang, Ibu akan kembali ke rumah."

"Ibu sangat tidak sabar, Sayang."

"Ah, Bu. Apakah Ibu masih ingin kembali ke desa?"

"Ya, Jess. Ibu ingin tinggal di desa, apakah boleh?"

"Tentu saja boleh, Bu. Setelah keluar dari rumah sakit, Jessy akan mengantar Ibu ke desa."

Mendengar ucapan Jessy, mata Kayonna memerah. Ia sudah sangat merindukan desa tempat kelahirannya. Ia terpaksa meninggalkan tempat itu demi kehidupan yang lebih baik, tapi sebaik apapun di luar desa, masih lebih nyaman berada di tempat sendiri.

"Terima kasih, Sayang."

"Apapun untukmu, Bu," balas Jessy, "baiklah, sekarang Ibu istirahatlah lagi."

"Baik, Sayang."

"Anneth, terima kasih sudah menjaga Ibu. Besok aku akan membesuk Ibu." Jessy tak tahu harus mengatakan apa selain terima kasih. Anneth selalu membantunya.

"Kau tidak perlu berterima kasih, Jess. Akulah yang harusnya berterima kasih karena kau sudah memberiku pekerjaan tambahan. Kau sangat tahu aku membutuhkan banyak uang, bukan?"

Jessy tahu, benar-benar tahu. Ia ingin sekali membantu Anneth, tapi Anneth tidak mau menerima bantuannya. Jessy mengerti betul watak Anneth, sahabatnya itu tidak ingin merepotkan orang lain. Selagi ia bisa memeras keringatnya sendiri maka ia tidak akan meminta bantuan.

"Ah, Jess, kau sudah membaca grup sekolah kita? Akan ada reuni untuk angkatan kita dan angakatan di atas kita pada minggu ini. Kau akan datang?" tanya Anneth.

Jessy mengerutkan keningnya. Reuni sekolah? Ia belum membuka ponsel dari tadi, jadi ia tidak mengetahui tentang hal itu.

"Aku akan datang." Jessy tak memiliki alasan untuk tidak datang dalam reuni itu. Terlebih ia juga ingin melihat teman-teman sekolahnya dahulu.

"Kau yakin, Jess?" Anneth bertanya ragu. "Revano dan Alyce pasti akan datang ke acara itu."

"Aku tidak memiliki masalah dengan kehadiran mereka, Anneth." Jessy memberikan jawaban yang jujur.

Di seberang sana Anneth merasa akan lebih baik jika Jessy tidak hadir di acara itu. Waktu memang sudah berlalu sejak kejadian di mana Jessy menemukan kekasihnya tidur dengan seorang wanita yang tidak lain adalah rival Jessy selama sekolah.

Anneth tahu seberapa besar Jessy terluka oleh Revano, dan ia tidak ingin Jessy bertemu dengan Revano dan Alyce yang saat ini sudah bertunangan. Jessy menjalin hubungan dengan Revano selama tiga tahun, tapi yang terjadi ia dicampakan karena Alyce yang menikamnya dari belakang.

Jessy memang menerima bahwa ia dan Revano tidak berjodoh, tapi Anneth tahu bahwa besar harapan Jessy untuk bersatu dengan Revano. Jessy menganggap Revano pria yang berbeda dari kebanyakan pria lainnya, tapi pada kenyataannya Revano sama saja. Pria brengsek yang menyakiti Jessy.

Dan Alyce, wanita itu tentu saja akan menggunakan kesempatan dengan baik untuk menghina Jessy lagi. Ketika mereka berada di bangku sekolah menengah, Alyce sealu merasa iri pada Jessy. Wanita itu juga sering menghina Jessy yang bukan berasal dari keluarga kaya. Jessy yang tidak ingin mencari masalah tidak pernah membalas perlakuan Alyce. Jessy hanya memiliki satu keinginan, ia ingin tamat dari sekolah tanpa membuat masalah. Ia bersekolah karena beasiswa, dan jika ia bermasalah, maka beasiswanya akan dicabut.

"Jess, pikirkan lagi. Aku tidak ingin kau terlihat konyol di sana."

"Ayolah, Anneth. Waktu sudah berlalu. Aku tidak sekolah lagi. Siapa yang berani menindasku akan kubalas." Jessy menjawab dengan diakhiri senyuman.

Anneth menghela napas. "Kau memang keras kepala."

Jessy terkekeh pelan. "Baiklah, sudah dulu ya. Sampai jumpa besok."

"Sampai jumpa besok, Jess."

Jessy menutup panggilan teleponnya. Ia meletakan ponselnya di nakas kemudian kembali duduk di ranjang.

Revano? Jessy tersenyum miris mengingat nama itu. Pria itu memutuskan dirinya dengan alasan karena dirinya terlalu sok suci, tidak ingin berhubungan badan sebelum menikah. Ya, Jessy memang memegang prinsip itu. Ia belajar dari ibunya, ia tidak akan menjadi wanita bodoh yang diperbudak oleh cinta.

Jessy lebih baik kehilangan Revano daripada harus memberikan apa yang Revano inginkan. Dari pengkhianatan itu saja, Jessy bisa menilai bahwa Revano tidak akan pernah bisa setia seumur hidupnya. Pria yang hanya memikirkan kenikmatan duniawi itu tak akan berhenti sebelum nyawa terpisah dari raga.

Dan Alyce. Rival abadinya di sekolah itu terlihat bangga bisa merebut Revano dari dirinya. Ia bahkan tidak malu terlihat dalam keadaan telanjang. Jessy sedikitpun tidak membenci Alyce karena menggoda Revano, ia malah berterima kasih karena Alyce menunjukan keburukan Revano.

Tidak bisa Jessy pungkiri memang, bahwa Revano telah membuatnya terluka. Ia tidak menyangka pria yang ia cintai setulus hati ternyata hanya memikirkan tentang tidur dengannya di atas ranjang. Jessy berharap banyak pada Revano, tapi harapannya dipatahkan begitu saja. Ia pikir ia bisa hidup bahagia dan menua bersama Revano, tapi kenyatannya tak seindah yang ia bayangkan.

Harapan yang hancur, dan kenangan indah yang berakhir buruk lah yang membuat Jessy begitu terluka.

Sudah dua tahun berlalu, hatinya yang terluka sudah sembuh, tapi untuk percaya lagi pada cinta, Jessy tidak bisa. Banyak pria datang padanya, tapi sebanyak itu juga Jessy menolaknya. Jessy tidak ingin terluka untuk kedua kalinya lagi. Lebih baik ia menghindar daripada harus merasakan hal yang sama lagi.

Acara reuni itu seperti simalakama untuk Jessy, jika ia tidak hadir ia akan jadi perbincangan. Ia pasti akan disebut menghindari cara itu karena Revano dan Alyce. Dan jika ia hadir, ia masih akan jadi perbincangan karena pergi sendirian tanpa pasangan. Namun, Jessy memilih untuk hadir.

Mungkin Revano akan besar kepala karena ia tidak menjalin hubungan dengan pria lain selepas mereka putus, mungkin juga Alyce akan merasa sangat bahagia melihat ia masih sendiri. Namun, Jessy tidak peduli. Ia baik-baik saja. Ia tidak iri pada hubungan Revano dan Alyce. Dan akan ia tunjukan itu pada semua orang.

tbc

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel