Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Ku bunyikan klakson mobil bertubi-tubi di depan rumah bu boss yang gelap gulita. Kemana si pembantu, kok nggak dihidupin lampu-lampu mahal dalam rumah megah ini, batinku bertanya-tanya.

Tit...tit... Sekali lagi ku tekan klakson bertubi

Tuh nongol yang ku tunggu. Lihat deh tampang sangarnya, mata setajam silet siap melukai wajahku yang kini ditatapnya dengan intens.

Aku yang merasa pria itu bakalan protes dengan aksiku membunyikan klakson dengan brutal, memasang senyum lebar. Istilahnya nyengir kuda.

"Emang kemana sih pak supir?" tanyaku tanpa menoleh karena konsentrasiku memundurkan mobil bersiap menuju rumah sakit tujuan kami, setelah pria ini masuk mobil dengan membanting pintu.

"....." tak ada jawaban.

"Mas... Mas Zach!" panggilku. Masih sulit melihat kearahnya karena tiba-tiba ada ibu-ibu yang nyebrang jalan kayak jalan di catwalk, lenggak-lenggok macem macan kelaparan.

"Eh, buset! tante-tante menor nyebrang nggak liat-liat tempat." gerutuku.

Ouch, aku memang tidak pandai mengendalikan kendaraan jenis ini. Motor lebih baik untukku.

"Maz Zach, denger pertanyaanku kan?" aku bawa kepalaku kearah pria yang duduk disampingku ini. Pria itu tersenyum mirip setan, matanya menelisik pahaku yang tertupi sebagian karena rok mini denim yang tengah ku pakai ini. Sialan!

"Apa liat-liat!" aku melengos. Mukanya mesum banget nih orang.

"Kamu yakin, pakaian minimmu bisa bikin saya tertarik, tergoda begitu?" katanya penuh arogansi yang kental.

Aku tak menjawabnya tapi ku hempaskan saja mobilku, kebetulan kami melewati belokan yang lumayan tajam. Ini merupakan aksi sebalku pada anak bossku ini.

"Stop it, Bella!!" teriaknya. Otomatis aku mengerem mendadak mobil yang ku kendarai ini. Beruntung di belakang lagi sepi.

"Pindah." nada datarnya penuh perintah, bersamaan dengan suara pintu yang di buka. Zach berlari kecil kearah sisiku. Membuka pintu disebelahku lalu dengan gerakan mata, menyuruhku sekali lagi agar pindah posisi.

"Yakin?" tanyaku ragu. Bukannya...

"Bella." geramannya memutus apa yang ku pikirkan soal dia dan posisi setir mobil yang beda dengan yang biasa ia kendarai.

"Jangan liat!" Aku mendadak paranoid dengan arah pandangnya. Nggak lucu kalau aku lagi ngangkang saat pindah tempat diintipin sama dia. Lawong dia saja malah makin miring senyumnya.

"Pink baby." katanya menyebut warna underwearku. Malunya aku, jangan lupa tampangnya yang semakin menyebalkan dengan senyum yang semakin meremehkan. Apa maksudnya coba. Hhh...orang ini.

Ku lirik tajam bakal bossku ini, tampan sih. Rahang tegas, hidung mancung, alis tebal, dagu sedikit berjambang sekseh, dan jangan lupakan mata elangnya yang selalu menatap tajam ke manapun bergerak. Potongan rambutnya boleh juga.

"Sudah jatuh cinta kepadaku?" Tanyanya kepedean. Dia pikir siapa dia, sok kecakepan deh.

Pria itu kupikir sedang berkonsentrasi dengan kemudi sejak beberapa saat lalu, eh! nyadar juga aku lirikin dari tempatku duduk.

"Denger ya Mamas Zach yang sok kecakepan, anaknya bu boss. Mas Zach yang kepedean buah hati semata wayang nyonya besar, please deh ya! Ini semua karena bu boss, dia bilang,

"Bella, kalau kamu pengen jadi asisten saya kamu harus tampil selalu cantik dan seksi, dimulai dari bangun tidur sampai akan tidur lagi. Saya nggak mau ya, kamu jadi bunga bangkai yang kemana-mana nempel saya yang kece badai begini." Dulu aku tak menahan untuk memutar bola mata ketika Bu bos bilang begini.

"Gimana dong mas, ini juga fashion kan, hadiah dari nyonya besar dari Milan bulan kemarin." Aku membela diri.

"Jadi kaum pria harus jaga mata jaga pandangan. Secara apa gunanya emansipasi kalo para pria masih saja memandang kami, kaum wanita sebelah mata hanya karena penampilan." lanjutku panjang kali lebar.

Si Zach cuma berkedip acuh. Wajahnya selalu flat luar biasa. Bikin aku makin geram aja. Sudah menjelaskan menggebu-nggebu, eh dia no respon sama omonganku.

"Senyum dikit napa, mahal amat senyumnya." Gerutuku menahan emosi, membuang pandanganku ke depan ku rasa lebih baik.

"Kalau aku senyum, entar kamu makin jatuh cinta kepadaku." jawabnya sarkas.

Aku berdecih. Enggan menimpali guyonannya yang enggak banget. Tak sedikitpun aku meliriknya lagi. Keheningan menelan kami hingga sampai di Rumah Sakit.

Kami berjalan dari basment rumah sakit melewati lorong-lorong sepi. Hari sudah beranjak malam. Lingkar jam di tanganku menunjuk pukul 7 sore hari.

Terdengar obrolan dan tawa renyah dari balik pintu saat ruang rawat bu boss tepat berada di depan kami. Zach mengetuk beberapa kali sebelum melenggang ke dalam ruangan. Aku ngeloyor saja melewati si Zach, ku sampaikan thanks ketika aku berada di depan muka cakepnya. Tapi sebenarnya aku terkikik geli melihat tampang Zach yang nggak ikhlas. Siapa peduli, aku kesal padanya.

"Hey darling, uh makin cantik aja. Udah pantes jadi asisten designer. Kerja sama aku ya? Aku yakin performamu sangat baik sampai mbakku ini tahan lama mempekerjakan kamu." Sapanya panjang banget sambil reflek cipika-cipiki denganku mengabaikan si Zach keponakannya.

Beliu ini adiknya bu boss yang jadi desaigner di Singapura. Perempuan yang 5 tahun lebih muda dari bu boss nampak ayu nan elegan itu memeiliki karakter berkebalikan dari Bu bos yang judesnya minta ampun.

"Oh Zachy sayang...!" Katanya setelah selesai denganku. Dan Zach baru saja  berkangen ria dengan ibunya.

"Gimana Amrik sayang? Papamu apa kabar?!" cerocos Bu Anne lagi. Sementara aku menyalami pria tua kaya raya suaminya Bu Anne yang tiap kali ketemu selalu curi-curi pandang kearahku. Kalau begini mending aku jauh-jauh dari pria ini.

"Sayangku Steven, jangan memandang daun muda seperti itu ya, nggak baik buat jantungmu." Kata bu Anne memelototi suaminya. Berbanding terbalik dengan manis bibirnya yang terdengar manja.

Sementara si Zach yang belum sempat menjawab pertanyaannya menampilkan wajah lempeng saja menyaksikan interaksi kami.

Haduh dasar muka tembok.

"Sepertinya, mama bakalan pensiun dech Zach " Bu boss mulai mengeluarkan uneg-unegnya.

"Mama akan tinggal di Singapura dan berobat jalan disana. Lagian disana ada tantemu dan suaminya yang bisa bantu juga mama." Lanjutnya memprihatinkan.

"Jenita sebentar lagi juga udah punya baby, mama nggak bakal kesepian disana "

Jenita itu keponakan bu boss alias anaknya bu Anne yang udah nikah tahun lalu.

"Kalau memang begitu, Zach nggak masalah Ma. Bagaimana yang disini, Ma?" Tanya Zach, yang mana jawabannya bakal ku simak baik-baik.

"Ada kamu kan?!" bu boss menjawab singkat tanpa beban anaknya ini punya perusahaan lain di Amrik sono.

"Ma..." suaranya si Zach jelas tampak keberatan, semua mata diruang ini melihat ke arahnya.

"Mbak, Zachy kan punya perusahaan yang sama-sama harus diurus mbak." Sela bu Anne.

"Apa nggak sebaiknya dijual aja mbak?" imbuhnya. Oh no, aku terancam jadi pengangguran dong.

"Mama tahu kan, aku punya tanggung jawab disana, Ma." suara Zach kembali terdengar tak berdaya, mengahadapi si Mama yang emang banyak maunya.

Aku menghela nafas, menonton drama ibu anak ini. Yang satu bingung antara papa atau mama, yang satu nggak rela jauh-jauh sama anak semata wayangnya.

Zach Abraham melirikku tajam. Apalagi ini orang kenapa begitu ngelihat akunya.

"Oke Ma, kalau mama bersikeras," suara Zach terdengar lagi.

"Aku bakalan pulang pergi Jakarta-Newyork tapi,"

Kok aku berdebar ngeliat tampang si Zach yang matanya nggak pindah sama sekali dari mukaku.

"Ada Bella yang cantik itu kan?"

Dia menunjukku dengan ekor matanya. Kenapa juga harus diselipin kata cantik di belakangnya. Penuh sindiran halus tapi bermakna sadis. Soal arogansi memang Zach Abraham jagonya.

"Benar kan Om?" tanya kemudian pada paman, suami dari bibinya itu.

"Yes, you alright, son." Pria tua bertampang ramah itu menjawab ringan.

"Oh maaf sayang, dia memang cantik kan. Cocok sama Zachy, kurasa pekerjaannya juga bagus seperti yang kau bilang." Suami Bu Anne segera menjelaskan ketika mata Bu Anne meliriknya dengan Hujaman sinar laser.

"Please, jangan katakan apa yang aku pikirkan." Ucapku rendah tapi aku yakin semua orang mendengar pekikanku.

"Kamu yang akan menghandle semua disini langsung dibawah saya."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel