Part 1
Kimaya Darpitha Arseno POV
Pagi ini aku keluar dari apartemen mewah orang tuaku di Dubai dan langsung melajukan Lamborghini Pink menuju ke rumah Hamid.
Kali ini Hamid memaksaku untuk ikut menemui rekan bisnisnya yang berasal dari Indonesia. Entah kenapa dia memaksaku untuk menemui partner bisnisnya padahal biasanya ia tidak mau aku bertemu dengan laki-laki lain. Kini pikiranku kembali ke acara pertemuan kami 3 hari lalu.
"Aku nggak mau ikut, kenapa kamu maksain sih? Nggak takut dia kecantol sama aku?"
"Nggak. Aku yakin dia nggak akan bernapsu sama sekali sama kamu."
"Why?"
"Karena dia adalah duda tua yang memutuskan merenungi kegagalan rumah tangganya dulu karena kebodohannya."
"Sok tau banget kamu jadi orang?"
"Dia sendiri yang bilang sama aku. Andai Tuhan kasih dia kesempatan lagi. Yang dia inginkan adalah mencoba kembali ke masa lalu dan akan menjadi suami serta ayah yang baik bagi istri dan anak anaknya."
Seketika ada perasaan kasihan mendengar cerita ini dari Hamid.
"Memang apa yang dia lakukan kepada keluarganya?"
"Berselingkuh dan melakukan kekerasan fisik pada istrinya," jelas Hamid dengan santainya.
"Hah?!" Hanya itu yang mampu keluar dari bibirku.
"Iya Sayang, dia adalah duda tua. Bahkan beberapa bulan lagi usianya sudah 60 tahun. Di masa masa tuanya dia justru membuat kesalahan yang amat fatal."
"Baguslah jika istrinya tidak mau memaafkannya. Hidup terlalu berharga jika kita habiskan dengan orang yang salah."
"Yup. Besok kamu ikut ya?"
"Baiklah, aku akan ikut. Dimana acaranya?"
"Rumah aku. Kita makan siang bersama."
"Okay."
Kini aku sedang mengantri untuk masuk ke rumah sugar Daddyku. Di depanku ada Land Rover Defender 110 CREW CAP DCPU sedang bersiap memasuki gerbang.
Info dari Hamid acara hari ini hanya acara santai tidak ada yang resmi. Kini setelah mobil di depanku masuk, giliranku untuk memasuki rumah yang sebesar istana bergaya modern ini.
Selama 27 tahun, aku belum pernah jatuh cinta apalagi cinta pada pandangan pertama. Aku tidak pernah meyakini dan percaya akan hal itu. Namun apa yang aku lihat untuk pertama kalinya ini dan pertama kali aku rasakan. Aku bisa terpana pada penampilan, wajah dan tentunya aura kharismatik yang terpancar dari pria yang baru saja turun dari mobil di depanku ini.
Aku bersumpah, aku akan rela meninggalkan Hamid dan semuanya asal dia mau menjadi milikku.
Laki laki yang sudah atau mungkin mendekati usia senja, bahkan rambutnya sudah beruban, tapi bagiku dia tetap memesona dengan caranya sendiri.
Oh shitt....
Bagaimana bisa aku terpaku pada laki laki yang kini sudah mulai memasuki rumah Hamid, sedangkan aku masih sendirian di sini memperhatikannya. Aku rela meninggalkan Hamid dan menjadi sugar babynya. Kalo perlu Istrinya juga boleh, aku tidak peduli jika dia tidak lebih kaya raya dari Hamid atau orang tuaku. Dari wajahnya aku tau dia laki-laki baik. Sepertinya juga hot di atas ranjang.
Tok....tok...tok....
Pintu mobilku di ketuk oleh Hamid. Lekas aku menoleh dan segera turun dari mobil.
"Hai Babe," sapa Hamid sambil mencium bibirku dengan napsu.
Aku segera memutus ciumannya karena sepasang mata telah memperhatikan kami berdua. Sepasang mata laki-laki yang aku kagumi sejak beberapa saat lalu.
"Kamu cantik sekali kali ini Kim," kata Hamid padaku.
"Thank you," jawabku singkat sambil tersenyum.
"Ayo aku kenalkan pada Risnawan," kata Hamid sambil menggandengku menuju ke arah laki laki tadi.
Kini aku di ajak oleh Hamid menuju laki laki tadi. Duh, kenapa ini jantungku berdetak lebih cepat daripada biasanya. Bagaimana bisa seorang Kimaya Darpitha Arseno segrogi ini hanya karena akan dikenalkan oleh laki laki tua yang lebih pantas jadi Pakdhenya, karena aku yakin usianya bahkan lebih tua dari Papa atau Mamaku.
"Ris, kenalkan ini Kimaya. Anak tunggalnya Damar Arseno."
"Oh, Risnawan," kata Pria itu sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan denganku
Apakah pria ini mengenal Papaku? Karena dia terlihat tidak berminat menatapku dengan napsu. Bahkan biasa saja tatapannya. Dia bahkan tidak terkesima dengan wajah imutku, gunung kembarku yang ukurannya menggoda bahkan body yang tinggi semampai ini.
"Kimaya. Panggil saja Kim atau Kima," kataku ketika berjabat tangan dengannya.
Duh....
Dari jabat tangannya saja bisa seerat ini. Ah, kenapa tiba tiba aku ingin mencoba bermain dengan dirinya di atas ranjang. Aku penasaran bagaimana cara dia memeluk, memompa, bahkan mengulum bibir.
Kim please..... Buang pikiran ini jauh jauh karena laki laki ini nggak tertarik sama lo
Suara hatiku sudah mengatakan kepadaku untuk tidak berfikir yang tidak tidak tentang Risnawan.
Setelah kami berjabat tangan, Hamid mengajak kami masuk ke rumahnya.
Ketika kami duduk di ruang tamu mewah rumah Hamid dan mereka berdua sibuk mengobrol soal bisnis, aku mengamati Risnawan dari atas sampai bawah. Good, dia terlihat nyaman dengan stylenya yang tidak terlalu anak muda. Entah kenapa aku merasa bahwa badan Risnawan di balik kaos yang dikenakannya ini begitu tegap dan kekar.
"Oh, jika kalian berdua berencana menikah dan membutuhkan jasa wedding organizer, Kaluna bisa membantu. Apalagi sekarang dia mulai mengembangkan WO nya hingga ke luar negri," kata kata Risnawan membuat sadar dari acara menelanjanginya.
"What?" Kataku sedikit kaget
"Ini lho sayang, Risnawan menawarkan membantu kita jika kita berencana untuk menikah dan butuh WO. Kebetulan anaknya Risnawan yang sulung punya WO."
"Menikah?"
"Yes."
"Siapa yang mau menikah?"
"Kita berdua," terang Hamid dengan kepercayaan diri yang besar.
Aku langsung bangkit berdiri dan menuju arah pintu keluar begitu saja tanpa berniat pamit apalagi berbasa-basi dengan Hamid dan Risnawan.
Langkahku terhenti karena ada yang mencekalku.
"Stop it."
"Why?" Tanyaku sambil membalikkan badan dan melihat wajah Hamid yang begitu emosi
"Sampai kapan kita mau kucing-kucingan dari orang tuamu? Apa kamu nggak ada niatan buat nikah sama aku?"
Aku hanya tersenyum sinis kepada Hamid. Kemudian aku turunkan tatapanku kepada tangan Hamid yang mencekal diriku.
"Lepaskan, aku bukan peliharaan kamu."
Ketika aku mengatakan itu, aku tatap Hamid dalam dalam dan ia melepaskan tanganku.
"Sejujurnya aku nggak akan mau nikah sama kamu."
"Aku kurang apa?"
"Yakin kamu mau tau semuanya?"
Hamid hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban iya.
"5 tahun kita bersama, aku tau kamu memiliki tunangan yang di jodohkan oleh keluarga kamu. Lebih baik kamu ikuti keinginan mereka untuk segera menikah."
"Tau dari mana kamu soal itu Kim?"
"Aku tau semuanya Hamid. Tidak ada satupun hal yang bisa kamu sembunyikan dariku. Lagipula kita ini simbiosis mutualisme. Sekarang juga aku sudah merasa cukup untuk bermain main denganmu."
"No. Aku nggak bisa kamu tinggalin begitu saja. Kalo kamu mau sesuatu bilang sama aku. Aku pastikan akan kasih semua yang kamu butuhkan dan kamu mau."
Kalo Hamid berfikir aku bisa dibelinya dengan uang laksana pelacur, dia salah besar bahkan semua uang yang Hamid berikan kepadaku sejak 5 tahun yang lalu sama sekali tidak pernah aku sentuh sepeserpun. Properti yang dirinya berikan kepadaku saja masih utuh, tidak pernah aku tempati. Aku sudah memiliki segalanya. Selama ini aku hanya menikmati kasih sayangnya yang begitu hangat seperti kasih sayang ayah kepada anaknya, namun ketika Hamid mulai meminta menikmati tubuhku 3 tahun lalu, aku sudah benar-benar tidak menikmati hubungan ini. Alasanku masih bertahan dengannya hanya karena aku belum menemukan orang yang bisa membuat hatiku bergetar atau bergairah ingin memilikinya. Sialnya hampir dua jam yang lalu aku bertemu dengan pria itu di sini, dirumah Hamid. Lebih apesnya lagi, pria itu dikenalkan oleh Hamid sebagai rekan bisnisnya yang juga mengenal Papaku.
***