Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Perasaan Khawatir

Betty keluar dari flat-nya sambil memasang mantel. Matanya melirik ke flat Rubby dengan bingung. Tidak biasanya wanita itu tidak mengganggunya di pagi hari. Biasanya Rubby selalu meminta, lebih tepatnya merampok makanan di dapurnya untuk sarapan.

Untuk berangkat bekerja, Betty memilih untuk menggunakan jalan pintas. Setelah 3 hari menghindari gang sempit itu, akhirnya dia kembali memberanikan diri. Betty memang penakut tapi dia sedang dikejar waktu sekarang. Dia tidak ingin terlambat dan mendapatkan teguran.

Mata Betty tertuju pada tempat sampah, tempat di mana Gordon tergeletak dengan mengenaskan. Kepala Betty menggeleng mengingat itu, dia tidak ingin mengingatnya lagi. Memang tidak meninggalkan trauma tapi cukup membuat Betty semakin ketakutan dengan dunia malam.

Betty melihat ada pekerja yang sedang mengumpulkan sampah, mencoba memilahnya sebelum dimasukkan ke mobil sampah yang berada di depan gang. Betty masih menatap tempat sampah itu untuk melihat sisa-sisa jejak Gordon, tapi tidak ada. Tempat itu benar-benar bersih. Aldric benar-benar melakukan apa yang dia mau, tapi di mana dia membawa mayat Gordon?

Betty menggelengkan kepalanya begitu sadar jika itu bukan urusannya. Lupakan Gordon, lupakan Aldric, dan lupakan mereka semua.

Saat akan berbelok ke jalan besar, Betty merasakan seseorang menutup bibirnya erat. Betty berusaha memberontak saat tubuhnya ditarik kembali masuk ke dalam gang. Dia juga tidak bisa berteriak sekarang karena mulutnya yang masih dibungkam.

Betty membuka sedikit mulutnya dan menggigit tangan itu. Pria yang menariknya itu mengerang dan melepaskan tangannya. Betty berbalik begitu merasa tidak asing dengan suara itu. Matanya langsung membulat tidak percaya.

"Kak!" teriak Betty kesal. "Kenapa kau melakukan ini?!"

Lukas mengusap tangannya dan menatap Betty kesal, "Aku hanya merindukanmu, apa salah?"

Betty mendengus dan melipat kedua tangannya di dada, "Cepat katakan apa maumu, aku tidak punya banyak waktu."

Tentu saja uang, Betty bodoh!

"Tidak suka berbasa-basi, eh? Aku suka." Lukas menyeringai dan mulai menarik tas betty.

"Hei, apa yang kau lakukan? Lepaskan!"

"Aku minta uang, berikan semua tabunganmu." Minta Lukas tanpa sungkan.

Betty menatap Lukas tidak percaya, "Aku tidak mau! Lepaskan! Apa kau pikir aku segila itu memberikan semuanya padamu."

Lukas melepaskan tas Betty dan berdecak kesal, "Kau selalu memberikan uangmu dulu."

"Itu dulu, saat aku masih bisa kau bodohi. Aku tidak mau memberimu uang untuk berjudi!"

"Aku tidak berjudi!"

Betty mendengus dan berbalik pergi, "Teruslah mengelak. Aku harus bekerja sekarang."

"Sial, Beth! Aku terlilit hutang. Lusa aku harus membayar semuanya!" ucap Lukas frustrasi.

Betty kembali berbalik dan menatap Lukas kesal, "Jika seperti ini saja kau lari padaku, ke mana saja kau selama ini?!"

Lukas berdecak dan menarik tangan Betty untuk kembali masuk ke dalam gang. Dia tidak ingin interaksi mereka dilihat oleh banyak orang yang berlalu lalang.

"Apa kau lupa siapa yang memberimu makan saat kecil?" tanya Lukas kembali mengingat masa lalu.

Betty berpikir sejenak, "Bibi, dia yang memberiku makan."

Lukas mendengus, "Aku, Beth! Aku yang memberimu makan! Apa kau lupa jika kau sering kelaparan karena Bibi tidak memperhatikan kita?"

"Jadi kau ingin membahas masa lalu?" Betty melepaskan tangan Lukas kesal.

Tanpa dipungkiri semua ucapan Lukas benar adanya. Setelah orang tuanya meninggal, mereka berdua hidup dengan bibinya. Kehidupan mereka jauh dari layak. Hal itu dikarenakan bibinya bukan dari kalangan berada. Bibinya juga terlihat enggan merawatnya dan Lukas. Sering kali Betty merasa kelaparan, tapi bibinya tidak pernah memperhatikannya. Justru Lukas lah yang sering menyisihkan jatah makanannya untuk Betty. Semenyebalkan apapun Lukas, dia juga sangat menyayangi Betty.

"Baiklah, aku tidak meminta uang padamu. Aku meminjamnya."

"Sama saja!" sahut Betty kesal. Kenapa kakaknya begitu konyol, "Kau juga tidak akan membayarnya nanti."

"Kenapa kau mulai perhitungan, Beth? Jika tidak dalam keadaan terdesak tentu aku tidak akan menghubungimu seperti ini. Aku benar-benar buntu."

"Berapa?" tanya Betty pasrah. Dia lelah melihat Lukas memohon seperti ini.

"£2000.000," jawab Lukas pelan.

"Kau gila! Apa yang kau lakukan sampai berhutang sebanyak itu?!" Betty menatap kakaknya marah.

"Kau tidak perlu tahu. Ayo lah berikan saja uangmu sekarang."

Betty memeluk tasnya erat, "Kau pikir aku mempunyai uang sebanyak itu?"

"Kau kan suka menabung," jawab Lukas bodoh.

"Tapi tidak sebanyak itu. Ya Tuhan!” Betty memijat kepalanya yang terasa sakit, "Kapan kau akan menyadarkan Kakakku?"

"Ayo lah, Beth." Lukas merengek dan menarik tas Betty lagi.

"Aku tidak punya uang sebanyak itu, Kak."

"Berikan seadanya, aku bisa mengatasi sisanya."

Betty membuka tasnya dengan mengumpat, "Sial! Sial! Sial! Kenapa aku bisa mempunyai kakak seperti ini?!"

Lukas mau tidak mau tertawa mendengar itu. Dia memang menyayangi adiknya tapi dengan cara lain dan terkesan aneh. Lukas menerima kartu milik Betty dengan mata yang berbinar.

"Aku tidak tahu berapa isinya, yang pasti jauh dari utangmu yang banyak itu." Dengan pasrah Betty memberikan kartu dan buku tabungan yang selalu dia bawa.

"Tidak masalah, aku akan bernegosiasi dengan Ric nanti."

"Ric?" tanya Betty terkejut.

"Ya aku berhutang padanya, kenapa?"

Dengan cepat Betty menggeleng, "Tidak."

Mungkin dia Ric yang berbeda.

"Kalau begitu aku harus segera bekerja," ucap Betty kembali menutup tasnya.

"Ya carilah uang yang banyak.” Lukas dengan cepat meraih wajah Betty dan mencium keningnya cepat.

Hidung betty mengerut dan mendorong bahu Lukas pelan, "Mandi lah sebelum menemuiku, aku tidak suka bau alkohol."

Lukas tersenyum geli, "Ya, sampai jumpa kapan-kapan." Sekali lagi Lukas mencium pipi Betty dan berlalu pergi.

Betty menggelengkan kepalanya dan keluar dari gang sempit. Matanya mulai memanas dan dia harus mengusap air matanya yang hampir menetes. Betty sedang menahan tangis ini sedari tadi. Pertemuan dengan Lukas membuat hatinya sakit. Bukan karena benci, melainkan kesal. Kenapa kakaknya bisa hidup seperti ini? Jauh dari hidupnya yang tenang dan damai. Kenapa Lukas tidak bisa sadar dengan semua tingkahnya? Kapan dia akan berhenti menyusahkan dirinya.

***

Aldric menghembuskan rokoknya dengan dahi yang berkerut saat Roy menyentuh luka di punggungnya. Sedetik kemudian dia merasakan dingin saat Roy mulai mengoleskan salep yang akan membantu lukanya mengering, luka yang dia dapat saat menjalankan misi.

"Sudah cukup kering, kau tidak perlu menggunakan perban," gumam Roy sambil menepuk pelan luka Aldric.

"Sialan!" Aldric mengumpat dan berdiri begitu Roy selesai dengan punggungnya. Dia meraih kaos putih dan memakainya lagi. Kembali masuk ke dalam kolong mobil dan sibuk memperbaikinya.

Sekarang Aldric berada di garasi rumah yang dia sulap menjadi bengkel dadakan. Rasa suka Aldric terhadap otomotif yang membuatnya membuat bengkel ini. Dia memodifikasi semua kendaraannya agar sesuai dengan apa yang dia mau dan Roy yang membantunya mengurus kendaraan-kendaraan itu. Hanya pria itu yang mengetahui siapa dirinya sebenarnya.

"Anak buah Cregwal tidak ada yang mengejarmu?" tanya Roy meraih kaleng beer dan meminumnya.

"Tidak, mungkin mereka juga muak dengan pria itu."

Roy mengangguk dan membuka lemari kayu kecil yang ada di garasi, mengeluarkan amplop cokelat yang dikirim tanpa identitas dua hari yang lalu. Roy sempat membukanya tapi sepertinya surat ini ditujukkan untuk Aldric.

"Aku menemukan ini di depan rumah dua hari yang lalu."

Aldric keluar dari bawah mobil dan mengelap tangannya yang kotor, "Apa itu?"

"Kau lihat saja sendiri." Roy memberikan amplop itu dan menggantikan posisi Aldric untuk memperbaiki mobil.

Aldric membuka amplop itu dan terdiam melihat isinya. Hanya ada satu lembar foto yang cukup mengusiknya.

"Betty?" gumam Aldric bingung.

"Kau mengenalnya, Al?"

"Dia gadis yang menemuiku di Bar."

Roy mendengkus, "Aku tahu, aku yang memanggilmu saat itu. Hanya saja, kau mengetahui namanya?"

"Betty, aku bertemu lagi dengannya saat membeli salad."

"Jadi, apa maksud pengirim itu memberikan foto— siapa namanya? Betty?"

Aldric hanya diam dan membolak-balikkan foto itu. Dia juga melihat ke dalam amplop berharap ada informasi lain selain foto Betty.

"Aku masih tidak mengerti," gumam Roy dan berjalan mendekat. Ikut melihat amplop itu dengan seksama.

Dengan gerakan cepat, Aldric merobek amplop itu dan melihat ada tulisan bertinta hitam di dalamnya.

Apa dia gadismu? Aku melihatnya bersamamu di bawah jembatan. — P.W

"Sial!" Aldric mengumpat.

"Apa? Apa yang kau dapat?" tanya Roy bingung.

"Pedro, pria itu melibatkan Betty."

Roy mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa kau begitu khawatir?"

"Betty itu tidak tahu apa-apa. Dia tidak harus berurusan dengan Pedro."

"Kau bersamanya di bawah jembatan?" tanya Roy lagi dengan konyol. Ekspresi wajahnya menunjukkan rasa geli dan Aldric mendengkus melihat itu.

Tanpa membuang waktu, Aldric masuk ke dalam rumah dan kembali keluar dengan jaket hitamnya. Wajahnya sudah bersih, dia juga mencuci wajahnya tadi.

"Kau akan ke mana?" tanya Roy saat Aldric mulai mengeluarkan mobil.

"Mencari tahu, apa yang sebenarnya Pedro inginkan."

Tanpa diduga Roy tertawa. Dia tidak percaya dengan apa yang diucapkan Aldric. Dia melipat kedua tangannya di dada dan bersandar pada pintu garasi.

"Aku tahu kau akan menemui Betty, benar bukan?"

Aldric melirik dengan tajam, "Jangan konyol," ucapnya dan melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah. Rumah sederhana yang berada di ujung kota. Jauh dari kepadatan penduduk demi kenyamanan dan keamanan.

Mobil itu terus melaju sampai tak sadar jika Aldric menghentikan lajunya tepat di depan sebuah bangunan berlantai 4. Kenapa dia ke tempat ini?

"Sial! Apa benar aku akan menemui Betty?"

***

TBC

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel