Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Lanjut atau berakhir

Demian menutup layar ponselnya. Tanpa harus di ingatkan dia sudah sadar bagaimana posisinya. Otaknya masih mengingat dengan jelas bagaimana perlakuan Flora dulu.

"Demian, apa yang kau lakukan? Kau menyetejui kerja sama dengan Wijaya Grup. Apa kau tak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya?" Murka Flora, sambil melempar lembaran berkas ke Demian.

Demian tertunduk, baru semalam istrinya memberi amanah padanya untuk menjalankan perusahaan ini. Dan apa yang terjadi pagi ini? Semua tak sesuai ekspetasi. Flora mencercanya di hadapan anak buahnya.

Wijaya Grup merupakann salah satu perusahaan ternama. Bukankah akan sangat menguntungkan bila dapat bekerja sama dengannya.

Meskipun mereka adalah pesaing bisnis. Bukankah lebih baik bergabung jadi satu dari pada harus perang dingin.

Wijaya Grup sudah rendah hati untuk memulai kerja sama ini.

"Surat perjanjian sudah di tanda tangani Bu. akan sangat sulit bagi kita untuk memutus kerja sama." ucap Pak Direktur, Revan.

"Aku belum memberi wewenang perusahaan pada Demian seutuhnya, perjanjian ini tidak sah." sahut Flora, membeberkan kenyataan yang begitu pahit bagi Demian.

"Aku akan membereskan semuanya, Demian tetap akan jadi Presidir di perusahaan ini. Akan tetapi setiap keputusan harus melewati persetujuanku, selain itu tidak sah!" ucap Flora penuh penekanan.

Flora melangkah pergi di ikuti oleh beberapa petinggi perusahaan tersebut. Hanya Demian yang tinggal di ruangan tersebut.

Reynard mengetuk pintu kamar berulang kali. Entah sudah berapa menit dia berdiri di sana.

"Dady, apakah kau sudah selesai?" tanya Reynard yang membuyarkan semua lamunan Demian.

"Oke Sayang, Dady keluar!" jawab Demian meninggikan suaranya.

Demian segera menaruh ponselnya di saku dan membuka pintu. Rey memasang wajah sebal.

"Apakah Dady tidur? Kami sudah menunggu Dady dari tadi." ucap Rey melipat tangannya dan memasang mulut manyun.

Demian tertawa kecil. Entah mengapa emosinya tidak terpancing sedikitpun. Dia menggendong tubuh gendut Rey dan melangkah ke lantai bawah.

Di sana sudah ada Flora dan Keyla duduk di sofa ruang tamu. Di samping mereka terdapat beberapa koper.

"Memang kamu mau main bola ke mana?" tanya Demian menatap Putranya.

"Pantai Dad, ayolah! Kita sudah lama tidak ke pantai." rengek Reynard.

Flora mendongakkan kepalanya setelah mendengar rengekan Rey. Jarak pantai dan rumah mereka cukup jauh. Saat mereka sampai, pasti langit sudah gelap.

Demian melempar pandangan ke arah Flora. Seolah meminta persetujuan atas permintaan Putranya. Situasinya sedang tidak cukup baik untuk berlibur.

Padahal Demian hanya ingin mengajak mereka main bola di taman kota, atau setidaknya main di mall. Tetapi kedua buah hatinya beranggapan lain.

"Anak-anak, bagaimana kalau kita ke Mall saja dan makan ayam goreng?" usul Flora, dia masih malas untuk bersama Demian terlalu lama.

Jarak antara pantai dan rumah mereka membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Saat sampai di sana, pasti hari sudah senja. Belum lagi saat kembali. Mau tidak mau mereka harus menyewa hotel. Dan itu adalah ide buruk saat ini.

Flora berdoa semoga Anak-anaknya menyetujui saran ini.

"Mom, kita mau pergi ke pantai. Dady sudah janji saat rapat selesai dia akan membawa kami ke sana." Key mulai buka suara. Dia sangat mendambakan liburan kali ini.

Rey turun dari gendongan Demian. Dia berlari kecil menuju Flora yang masih duduk di sofa. Keduanya duduk bersimpuh di depan Momynya dan memasang wajah penuh harap.

Mata mereka sudah seperti kucing yang tidak makan sepekan, kasihan. Dengan berat hati akhirnya Flora luluh dan menyetujui ide mereka.

"Yes, terima kasih Mom," sorak keduanya.

Mereka berdiri dan memeluk Flora bersama. Tidak lupa hujan ciuman mendarat di wajahnya.

"Kami sayang Momy," ucap Kedua buah hatinya dengan tulus.

"Ehem, lalu Dady?" sahut Demian yang mulai cemburu atas perhatian kedua malaikat kecilnya itu.

Keduanya melepas pelukan dan berlari menuju Demian, mereka memeluk tubuh Demian yang berjongkok. Karena tak kuat menahan pelukan keduanya, tubuh mereka bertiga ambruk ke lantai.

Tawa renyah terdengar begitu indah. Tanpa terasa mata Flora mulai memanas. Mengapa harus ada masalah di dalam ruang tangganya? Bisakah kedua buah hatinya menerima kenyataan kalau mereka tidak akan mendapatkan momen ini lagi?

Demian tak sengaja menatap Flora. Dia masih cantik seperti saat pertama bertemu. Hatinya mulai terusik saat melihat buliran bening menetes di ujung matanya.

Berulang kali Flora mengusap telunjuknya di mata. Ini semua memang sangat sulit. Terkadang dia juga tidak tega melepas semua kebahagiaan ini. Kedua anaknya masih kecil untuk menerima takdir sepahit ini.

Demian bangun dan membantu kedua anaknya bangkit. Mereka masih bersorak kegirangan dan berlari kecil menuju koper masing-masing.

"Ayo Mom, kita berangkat sekarang!" ucap Rey bersemangat, dia menyeret kopernya keluar rumah dan di susul Key di belakang.

"Kalian duluan, Momy akan mengambil koper dulu." jawab Flora melempar senyum palsunya.

Melihat tawa riang dari kedua malaikat mungilnya membuat hatinya teriris pedih. Harusnya dia merasa senang karena Flora merasa tertekan dan akan sulit memutuskan pilihannya.

Akan tetapi munafik bila dia tidak merasa sedih. Bahkan lebih dari itu, Demian merasa dia telah melukai hati Key dan Rey tanpa mereka sadari.

Mereka seperti bola yang di lambungkan tinggi yang begitu senang menikmati pemandangan langit biru. Lalu harus terhempas ke tanah dan akan menerima kesakitan yang luar biasa.

Semakin tinggi Demian melambungkan bola itu, maka semakin sakit pula perasaan yang akan di rasa oleh kedua malaikat kecilnya itu.

Sebenarnya Demian ingin mencari cara lain. Sayangnya dia tidak bisa menemukan cara yang paling efektif untuk menaklukkan Flora selain ini, menumbalkan kedua anaknya.

"Kau hutang penjelasan pada mereka, aku tidak menyangka kau lebih busuk dari yang aku bayangkan." ucap Flora yang melewati Demian begitu saja.

Ucapan Flora membuyarkan lamunan Demian. Dia tak mengelak perkataan Istrinya. Dia memang iblis, bahkan lebih kejam dari itu.

Flora melangkah menaiki tangga dan segera menuju kamarnya. Dengan berat hati dia mengemas beberapa setel pakaian.

Sementara Demian bergabung dengan kedua anaknya yang mulai ribut, merebutkan tempat duduk. Demian melerai mereka.

"Kalau kalian tetap tidak bisa menyelesaikan masalah ini. Kalian akan duduk di belakang dan harus berdamai." ucap Demian tegas.

"Momy akan duduk di bangku depan," lanjut Demian tegas.

"Momy duduk di belakang bersama Key dan Rey." sahut Flora.

"Tidak, Momy harus ada di depan!" bantah Demian.

Mereka saling tatap. Flora mengehembuskan napas kasar dan segera naik ke dalam mobil. Dan pilihannya tetap sama, kursi belakang.

Key dan Rey saling pandang. Mereka baru tau kalau Dady dan Momy mereka bisa bertengkar. Mereka kira hanya anak kecil saja yang bertengkar.

Demian memutar bola matanya. Dia segera naik ke mobil dan duduk di belakang kemudi. Sedangkan Rey dan Key duduk di samping Momynya.

Meskipun Momy mereka sedang marah. Akan tetapi yang paling nyaman tetap ada di sampingnya.

Mobil tersebut melaju meninggalkan istana megah mereka, sesuai perjanjian. Ini adalah waktu khusus keluarga, jadi tidak ada sopir.

Di tempat yang berbeda, ada seorang wanita yang sedang duduk di cafe. Jemarinya berselancar di layar ponsel.

Seorang pria dengan jaket kulit lengkap dengan kacamata hitam melangkah mendekatinya.

"Sudah lama Sayang,"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel