Bab 3. Dia Noah Danzel
“Sial … kenapa sakit sekali.” Odelia meringis perih merasakan inti tubuh bagian bawahnya. Odelia melangkahkan kakinya memasuki perusahaan di mana wanita itu bekerja.
Sepulang dari hotel, Odelia segera menuju ke perusahaan. Beruntung, Odelia memiliki pakaian cadangan di dalam mobil. Andai saja dia tak memiliki pakaian cadangan di dalam mobil, sudah pasti Odelia terpaksa harus pulang ke apartemennya.
Tak mungkin Odelia berangkat ke kantor dalam keadaan dress-nya yang sudah kacau. Meski masih bisa dipakai tapi tetap saja dress yang dia pakai tadi malam sedikit robek. Pria asing itu benar-benar menyebalkan!
“Odelia?” Suara Darla—rekan kerja Odelia—memanggil Odelia dengan sedikit keras. Wanita berambut pirang itu berlari menyusul Odelia yang baru saja tiba di lobby perusahaan.
“Darla?” Odelia berusaha menahan rasa perihnya di titik sensitive-nya. Terutama dia bertemu dengan rekan kerjanya. Dia tidak mau sampai Darla curiga padanya yang sedari tadi meringis perih.
“Odelia … apa kau tahu kabar perusahaan saat ini?” seru Darla dengan nada yang begitu cemas, dan dilanda ketakutan hebat.
Odelia menghela napas dalam. Tentu dia tahu keadaan Gaston Group—perusahaannya di mana dia bekerja. Odelia bekerja sudah lima tahun di perusahaan ini. Dan tepatnya tiga tahun yang lalu, Odelia naik jabatan sebagai Operations Manager.
Awalnya Odelia sangat bahagia karena dia telah naik jabatan. Paling tidak kerja kerasnya membuahkan hasil. Namun, di tahun ini Odelia harus mengalami titik terendah dalam hidupnya. Perusahaan di mana dia bekerja berada di ambang keberangkutan.
Bayang-bayang pemecatan selalu berputar di kepala Odelia. Ditambah dia ditinggalkan begitu saja oleh calon suaminya yang lebih memilih wanita kaya, semua masalah yang terjadi membuat Odelia benar-benar terpuruk. Entah bagaimana cara dia untuk bertahan. Karena memang Odelia sendiri sudah merasa seperti mayat hidup. Dibuang, dicampakan, dan karir yang berantakan. Semua masalah datang bertubi-tubi di hidupnya.
“Ada apa, Darla? Apa perusahaan tidak bisa terselamatkan lagi?” tanya Odelia dengan raut wajah yang frustrasi. Sebelumnya Odelia telah berjuang agar perusahaannya bisa bertahan. Akan tetapi, semua usahanya sia-sia dan tak membuahkan hasil sedikit pun. Putus asa dan pasrah. Hanya itu yang bisa Odelia lakukan.
Darla terdiam beberapa saat. Wanita itu tampak begitu sama frustasinya seperti Odelia. Pun tatapan Darla terus menatap lekat Odelia. “Gaston Group akan diambil alih oleh Danzel Group. Aku tidak tahu apa pihak Danzel Group akan tetap memakai karyawan lama dari Gaston Group atau malah mengganti semua karyawan dengan sistem baru mereka. Tapi aku dengar CEO dari Danzel Group sangat kejam dalam memimpin perusahaan. Bahkan terakhir CEO dari Danzel Group memecat karyawannya yang melakukan sedikit kesalahan. Bagaimana ini, Odelia? Aku takut sekali dengan nasib kita.”
Odelia menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Raut wajanya semakin terlihat muram, dan dilanda ketakutan hebat. Kini Odelia memijat pelipisnya kala merasakan kepalanya benar pusing luar biasa.
Rupanya perusahaan di mana dia bekerja saat ini telah diambil alih oleh salah satu perusahaan besar. Dan entah apa mungkin perusahaan besar itu masih mau mempertahankan karyawan lama atau tidak.
Pasalnya banyak perusahaan yang mengambil alih sebuah perusahaan yang nyaris bangkrut dengan mengganti ulang sistem perusahaan lama. Dan salah satunya mengganti sumber daya manusia yang ada di perusahaan lama. Jika itu sampai terjadi, habislah hidup Odelia. Hubungan percintaan hancur. Karir pun hancur. Rasanya penderitaan yang dia alami begitu berat, dan bahkan dia tak mampu lagi bertahan.
“Aku tidak tahu, Darla. Lebih baik kita berdoa saja agar CEO dari Danzel Group mau mempertahankan kita.” Odelia berujar dengan suara pelan, dan lemah. “Yasudah, kita masuk ke dalam saja. Aku ingin segera ke ruang kerjaku.”
“Tunggu, Odelia. Kita tidak usah masuk ke dalam. Sebentar lagi CEO dari Danzel Group akan datang. Semua karyawan juga nantinya akan ke lobby,” ujar Darla memberitahu.
“CEO dari Danzel Group akan ke sini?” ulang Odelia dengan tatapan terkejut kala mendengar apa yang diucapkan oleh Darla.
Darla menganggukan kepalanya. “Iya, CEO dari Danzel Group akan ke sini. Aku juga baru diberitahu mendadak. Beruntung kau datang tepat waktu, Odelia. Tadi aku pikir kau datang terlambat.”
Odelia mendesah lega. Kalau saja dia sampai terlambat maka masalah baru akan muncul. Sesaat Odelia mengatur napasnya. Berusaha untuk tenang. Pun wanita itu segera merapikan dress berwarna mustard-nya.
Detik selanjutnya tatapan Odelia dan Darla mulai teralih pada banyaknya karyawan yang keluar dari lift, dan mulai memenuhi lobby. Tampak wajah Odelia, dan Darla pun ikut cemas. Mereka pun melihat wajah semua karyawan lainnya begitu cemas.
“Odelia … Darla … segera kalian berkumpul dengan divisi kalian masing-masing. Pimpin para team kalian.” Suara Elvina Dwyne—Direktur Utama Gaston Group.
Odelia dan Darla menganggukan kepala mereka. Lalu mereka melangkah mendekat pada team mereka masing-masing. Ya, Odelia menuju ke team departemen operasional. Sedangkan Darla menuju team departemen keuangan. Darla menjabat sebagai Finance Manager. Sama seperti Odelia, Darla pun merintih karir dari bawah. Itu kenapa Odelia dan Darla sangatlah dekat.
“Semuanya perhatian. Sebentar lagi CEO dari Danzel Group akan datang. Aku mau kalian semua menunjukan keramahan. Singkirkan wajah kecemasan kalian. Kita semua memiliki harapan yang sama yaitu bisa bertahan di perusahaan ini.” Suara Elvina—sang Direkur Utama—dengan nada yang lantang, dan tegas pada semua divisi.
“Baik, Nyonya.” Para karyawan pun menjawab serempak termasuk Odelia.
Hingga tak berselang lama, tatapan semua orang teralih pada sosok pria yang baru saja turun dari mobil sport berwarna hitam. Tampak seorang pria dengan jas berwarna navy sukses membuat semua wanita yang di area lobby menatap pria itu dengan tatapan kagum. Tubuh tinggi tegap dan wajah yang begitu tampan telah menyihir semua wanita yang ada di area lobby.
Jika semua wanita menatap sosok pria itu dengan tatapan lapar, lain halnya dengan Odelia yang menatap pria itu dengan mata yang terbelalak terkejut. Bahkan tubuh Odelia nyaris ambruk. Beruntung salah satu staff-nya menangkap tubuhnya. Andai saja tidak, maka Odelia akan sangat malu kalau sampai jatuh.
“Odelia? Kau kenapa?” Darla sedikit mendekat pada Odelia kala menatap temannya itu terlihat berbeda.
“D-Darla … pria itu—” Lidah Odelia begitu kelu. Dia tak mampu merangkai kata-kata. Terlebih sosok pria yang datang itu berada di tengah-tengah. Wajah tampan pria itu begitu terlihat jelas.
“Odelia … kau mengenal CEO Danzel Group?” tanya Darla seraya mengerutkan keningnya, menatap bingung Odelia.
‘CEO Danzel Group?’ Odelia membatin dengan wajah yang memucat.
“Odelia?” tegur Darla kala temannya itu masih juga bungkam. Tapi terlihat jelas raut wajah Odelia berubah ketika sosok pria yang merupakan CEO dari Danzel Group datang.
“Ah … tidak-tidak. Aku tidak mengenalnya.” Odelia menjawab gelagapan. Dia langsung menundukan kepalanya, tak mau melihat sosok pria itu.
“Aneh sekali.” Darla mengerutkan keningnya bingung. Melihat perubahan Odelia. Detik selanjutnya, Darla mengalihkan pandangannya pada CEO dari Danzel Group.
“Selamat pagi, Tuan Danzel.” Elvina menyapa CEO dari Danzel Group dengan sopan.
Pria itu hanya mengangguk singkat merespon sapaan Elvina. Sepasang iris mata cokelat pria itu begitu dingin dibalik wajahnya yang tegas.
Kini Elvina mengalihkan pandangannya pada seluruh karyawan yang berkumpul di lobby. “Perkenalkan di sampingku adalah Tuan Noah Danzel, CEO dari Danzel Group, dan mulai dari ini Gaston Group telah resmi diambil alih oleh Danzel Group.” Elvina berujar dengan suara tegas, dan lantangnya.
Suara tepuk tangan riuh memenuhi lobby perusahaan. Deretan para karyawan di sana membungkukan kepala mereka menyapa Noah Danzel dengan sopan, dan penuh hormat.
Namun tiba-tiba tatapan Noah teralih pada seorang wanita berambut cokelat dengan dress berwarna mustard telah sukses menarik perhatiannya. Kening Noah mengerut melihat wanita itu.
Sorot mata Noah menangkap dengan jelas tubuh sang wanita memakai dress berwarna mustard itu bergetar ketakutan. Bahkan kepala wanita itu tertunduk agar wajahnya tak terlihat. Tapi dari postur tubuh dan rambutnya, Noah seperti mengenali wanita itu.
“Siapa wanita yang memakai dress berwarna mustard itu?” tanya Noah dengan suara pelan tapi tegas pada Elvina.
Mendengar pertanyaan Noah; Elvina segera mengalihkan pandangannya melihat ke arah yang di maksud oleh Noah. “Oh, itu adalah Nona Odelia Jackson. Operations Manager di Gaston Group, Tuan,” ucapnya memberitahu.
Seringai di wajah Noah terlukis mendengar nama ‘Odelia’ seperti takdir yang sengaja mempermainkan mereka, dan sekarang mereka kembali bertemu.
“Minta dia untuk ke sini,” tukas Noah tegas.
“Anda ingin berbicara dengan Nona Odelia, Tuan?” tanya Elvina sopan.
Noah menganggukan kepalanya. “Ya, aku ingin berbicara dengannya.”
Elvina segera mengarahkan pandangannya pada Odelia yang berdiri tak jauh darinya. “Odelia kemarilah,” panggilnya tegas.
Odelia masih bergeming kala Elvina memanggilnya. Dalam hati wanita itu terus mengumpat. Terlihat kegugupan dan kepanikan melanda wanita itu.
“Hey, Odelia. Kau dipanggil. Jangan mencari masalah.” Darla menyenggol bahu Odelia untuk segera maju.
‘Sial! Sial! Sial! Kenapa bisa pria itu ada di sini?’ batin Odelia dengan wajah yang tampak cemas.
Odelia mengatur napasnya. Detik selanjutnya, Odelia memberanikan diri melangkah mendekat pada Elvina. Terlihat berkali-kali Odelia berusaha untuk tenang. Walau tak dipungkiri ketakutan begitu terlihat jelas di wajahnya.
Hingga saat Odelia tiba di depan Noah dan Elvina; Odelia masih tetap tidak mau mengangkat wajahnya. Wanita itu masih menunduk, dan tidak berani menatap Noah.
“Angkat wajahmu, Nona Jackson. Bagaimana bisa aku berbicara dengan seseorang jika wajahnya terus menunduk,” ucap Noah dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Sorot matanya terus terhunus pada Odelia yang berdiri di hadapannya.
Perlahan Odelia mulai mengangkat wajahnya. Wanita itu menelan salivanya susah payah. Jantungnya nyaris berhenti. Manik mata cokelat gelap milik pria itu sangat dia kenali. Ya, kini Noah dan Odelia saling menatap satu sama lain. Tatapan Odelia terlihat begitu panik. Sedangkan Noah sejak tadi menatapnya seperti tatapan penuh kemenangan.
“Sepertinya wajahmu tidak asing, Nona Odelia Jackson. Aku seperti pernah melihatmu sebelumnya,” ucap Noah dengan seringai di wajahnya.
Wajah Odelia memucat. Ditambah perhatian seluruh orang tertuju padanya. Terutama Elvina—sang Direktur Utama itu tak henti menatap dirinya dan Noah. Sungguh, Odelia seperti merasa tengah diadili. Jantung Odelia berpacu semakin keras. Seperti ingin melompat dari tempatnya.
Odelia segera memaksakan senyuman di wajahnya. “Tidak mungkin, Tuan. Anda pasti salah orang. Saya bahkan belum pernah melihat Anda.”
Noah mengangguk-anggukan kepalanya seolah memercayai perkataan Odelia. Kemudian, pria itu melangkah mendekat pada Odelia, dan berbisik dengan nada rendah di telinga wanita itu, “Kau yakin melupakan tentang kejadian tadi malam, Nona Odelia Jakson?”