Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Kuperhatikan dengan seksama orang-orang yang sangat ku kenal itu. itu.

"Oh ternyata ini jawaban dari semua.Meski belum semua terkuak." Aku menghela nafas kecewa.

"Feronika!" Aku baru faham kalau ternyata dia mengenal dengan baik siapa Dattan sergio sesha. Bahkan begitu dekat dengan sosok yang baru semalam negitu fekat fenganku. Aku tak menyangka kalau mereka bertiga saling mengenal.

Ternyata kehadiran Feronika di perusahaan ini memang sudah diskenario. Motifnya apa? Kenapa harus aku hang mereka jadikan korban konspirasi mereka?  Alangkah jahatnya! Benar-benar aku tidak menyangka Ray bisa melakukan ini sama aku.

Hatiku bergemuruh menahan rasa marah dan kecewa tapi tatapanku masih lurus ke depan dimana orang-orang itu masih terlibat pembicaraan serius.

Aku benar- benar tidak percaya dengan semua ini. Bahkan Dattan, orang yang kukenal bertahun-tahun baik dan ramah juga perduli, kenapa setega itu dibelakang aku?

Dengan berbagai pertanyaan diotakku aku melangkahkan kaki meninggalkan mereka yang tak menyadari kehadiranku. Tapi aku sungguh kecewa sama Dattan lebih-lebih Raya, orang yang akhir-akhir ini sangat kupercaya. Bahkan aku tempatkan di posisi teratas dihatiku sekarang.

 Kuhitung langkah demi langkah  kakiku. Weekend menyedihkan. Semangatku buyar. Apa yang harus aku lakukan besok di tempat kerja? Berpura-pura tidak tahu kenyataan yang sesungguhnya atau langsung aku tanyakan semua kepada mereka.

Aku sama sekali tidak punya bukti apapun. Kenyataannya mereka sendirilah yang membuat skenario tentang kasus penggelapan uang itu. Kenapa mereka tega melakukan ini sama aku? hatiku bertanya-tanya tanpa jawaban.

Kubiarkan saja suara dering telpon diponselku. Aku berjalan dengan gontai. Berkali-kali aku dengar suara poselku bunyi tapi masa bodohlah, aku lagi males banget angkat telpon.

Kuhempaskan pintu rumah  dengan keras. Tak lama kemudian aku masuk ke kamar mandi. Menenggelamkan diri di bath-up kamar mandi berharap semua yang terjadi hari ini hilang dari otakku. Selang beberapa menit aku terpejam. Berulan-ulang menarik dan menghembuskan nafas. Agar sesak didadaku segera hilang. Hingga akhirnya air mata itu mewakili semua perasaanku. Dengan suka rela mengalir begitu saja di pipiku.

Beberapa saat kemudian suara pintu diketuk. Dengan tergesa aku membukanya. Aku terdiam di depan pintu. Tertegun melihat siapa yang datang. Menatapnya dengan mata yang masih sembab.

"Boleh masuk?" Suaranya membuyarkan lamunanku. Aku terhenyak. Masih dengan sikap diam, sisihkan badanku memberikan jalan. Dengan sikap tenangnya dia melangkah dan duduk di sofa.

"Kenapa diam saja?" aku sedikit terkejut. Tanpa bicara sepatah katapun aku lewati dia dari tempat duduknya. Kutinggalkan dia sendiri. Aku berdiri di depan cermin. Menyisir  rambut dengan kasar. Ada yang menyeruak di dadaku. Rasa marah yang begitu hebat tapi tidak ada tempat untuk melampiaskannya.

Ketika suasana hening itu tercipta, kurasakan sentuhan hangat di pinggangku. Kembali aku terhenyak. Kusadari seseorang itu sudah memelukku. Mencium rambutku yang basah. Dan sesekali mengurainya dengan lembut. Sesaat kunikmati suasana itu dan aku kembali ke alam sadarku. Dengan cepat ku tepis tangan itu. 

Dengan reaksi terkejut dia melepasksn pelukannya di pinggangku. Memandangku penuh keheranan. Melihat perubahan sikapku yang tiba-tiba acuh.

  "Move, ada apa? Dari tadi sikap kamu aneh? Apa kamu marah sama aku?" Pertanyaan itu tak ada satu pun yang ku jawab. Wajahku memerah kesal. Berubah jadi wajah judes dan jutek. Aku berjalan meninggalkan dia di kamar. Tapi baru beberapa langkah.

"Jawab dulu pertanyaanku! Kamu ini kenapa? Dari tadi mengabaikan aku?" suaranya meninggi membuatku terpaksa menghentikan langkahku.

Aku hanya menggeleng. Rasanya malas banget menjelaskan padanya. Karena aku yakin akan banyak pembelaan diri darinya.

"Kamu tahu nggak kenapa aku kesini? aku khawatir sama kamu! berkali-kali ditelpon nggak diangkat!"

Aku menatapnya tajam. Ingin rasanya membahas tentang apa yang kulihat tadi siang. Ingin mendengar pengakuan tentang kebenaran yang ia bicarakan dengan orang-orang itu. Belum lagi madalah kemarin. Dengan tiba-tiba dia berubah sikapnya. Dan mungkin sebagian pertanyaanku itu sudah ada jawabannya.

"Move ...!" Suaranya kembali meninggi. Mendekatiku dan mencengkram pundakku dengan tangan kekarnya.

"Bilang kamu ini  kenapa hah ...!" sekali lagi suaranya melengking dan menatapku begitu tajam. Aku tak bisa mengelak. Aku pasrah. Percuma melawanpun, dia lebih kuat. Bahkan dia tidak menyadari, kalau semua sikap dan perbuatannya itulah yang membuat aku begini.

 Wajahnya begitu dekat dengan wajahku. Hembusan nafasnya menerpa mukaku, lembut dan memberikan aroma sensual. Pelan dan sangat lembut bibirnya menyentuh bibirku. Lidahnya menerobos masuk menggapai lidahku dan melumatnya. Menghisapnya sepenuh hati. Aku mulai menikmatinya. Kupejamkan mata dan kubalas ciumannya yang menggairahkan.

Dengan nafas terengah dia terus melumat bibirku. Tangannya menarik tanganku keatas dan terus menciumku dengan rakus. Aku tersengal dengan gemuruh nafsu luar biasa. Dengan secepat kilat bibirnya menjalar dileherku,menjilatinya dengan nafsu.

Aku semakin terbuai dengan permainannya. Melupakan segala amarah yang hampir meledak tadi.

"Uhhhhhh ...," aku kembali tersengal tapi dengan cepat bibirku disambar oleh bibirnya. Dilumatnya dengan rakus. Kuakui laki-laki ini luar biasa. Dia mampu memberikan apa yang perempuan inginkan.

"Uhhhhh, sayangg-gg," desisnya  tak karuan.

Aku semakin menggila mengikuti permainannya. Tanganku yang tadinya pasif sekarang menjalar mencari sesuatu.

"Ahhhh ...!" desahnya panjang ketika tanganku menemukan sesuatu. Dan tanpa jeda lagi dia semakin menggila. Menuntaskan apa yang seharusnya dituntaskan.

 Malam ini kembali terjadi. Begitu lemahnya hatiku. Sedikitpun aku tak bisa menolak pria ini. Begitu sangat aku mencintainya.

Keringat belum kering dari badan kami. Masih terasa hangat pelukkannya. Sesekali dia mencium punggungku yang telanjang. Dengan mata terpejam aku menikmati setiap sentuhannya.

"Sayang ...," panggilnya lembut sambil mencium leherku dari belakang. Aku membalikkan badan menghadapnya. Menatap lebih yegas setiap rahang mukanya. Begitu tampan. Begitu mempesona. Mampu menghipnoyis petempuan manapun. Aku tersenyum dalam hati. Mungkin saat ini akulah wanita paling beruntung. Bisa dekat dan cintai oleh seorang Ray Dinata. Direktur muda yang tampan dan mempesona.

"Tadi kemana? kenapa telfonku nggak diangkat?" Tangannya meraba dadaku dan mngelusnya lembut.

"Aku keluar tadi, nggak dengar kalau ponselnya bunyi." Jawabku sambil memejamkan mata menikmati kadih sayang yang ia berikan. Menyembunyikan kejadian yang sebenarnya. Menyembunyikan kesakitan dan kepedihan yang luar biasa. Yang kurasakan hari ini.

"Kenapa selalu nggak kasih kabar kalau mau pergi?" Aku menelusupkan wajahku ke lehernya. Hal yang paling aku sukai ketika bersama orang yang aku sayangi.

"Tidak mau mengganggu waktumu." bisikku ditelinganya dengan lembut. Memberikan keyakinan padanya kalau semua baik-baik saja. Bahkan memberi ketegasan pada diriku sendiri tentang laki-laki ini.

 "Tak sedikitpun kamu mengganggu waktuku sayang," Kedua tangannya meraih wajahku dan mengecup lembut bibirku.

"Jangan ulangi yang tadi ya," ucapnya membuatku mengerutkan kening. "Jangan abaikan aku seperti tadi." tandasnya memelukku hangat. Ternyata dia peka kalau tiba-tiba berubah.

Aku mengangguk dalam pelukkannya. Meneludupkan wajahku kelehernya. Dan mdngeratkan hangat pelukannya. Rasanya nyaman, damai dan bahagia.

******

Sepagi ini, semua orang sudah sangat sibuk. Awal bulan yang sangat melelahkan. Aku yang sekarang duduk seruang dengan direktur  pimpinan juga tampak sibuk. Dari tadi sosok yang mampu membuatku bertekuk lutut itu menghilang entah kemana. 

Sudah kupastikan jadwal hari ini tidak ada meeting keluar. Tapi sosoknya nggak keliatan dari tadi. " Setelah menyelesaikan pekerjaan ini, nanti akan aku cari." Ujarku dalam hati sambil terus merapikan file-file yang berantakan

Disisi lain  terjadi pembicaraan antara 2 orang yang sudah tak asing lagi. Tampak serius dan monoton. Sesekali terjadi debat pendapat yang memicu pertengkaran.

"Mau sampai kapan kamu seperti ini? sudah cukup semua ini! Apa kamu tidak perduli dengan hubungan kita?" suaranya bergetar. Ada air mata yang dipendam. Rasa tertekan itu begitu tampak dimukanya.

"Aku bingunggg ...!" suara itu tak kalah bergetar. Ada kesedihan yang sulit sekali untuk diungkapkan. 

" mau sampai kapan kamu seperti ini,harusnya kamu tidak memberi harapan lagi sama dia! harusnya kalian sudah benar-benar mengambil keputusan itu untuk berpisah! kenapa kamu kembali lagi sama dia?  hari pernikahan kita tinggal  beberapa bulan!" Pecah sudah air mata itu. Wanita itu terisak. Tersengal. Menahan sesuatu yang sangat menyesak didadanya.

 "Cukup-cukup! jangan diteruskan lagi aku pusing!" Memekik suara itu. Ada amarah dan juga kepanikan di dalam teriakannya.

"Aku tahu kamu tidak mencintaiku sebesar kamu mencintainya! tapi ini yang terbaik buat kamu. Orang tua kamu sudah benar bertindak seperti ini. Ingat dia itu siapa? dia akan lebih menderita kalau kamu memaksakan bersama kamu. Mengertilah," wanita itu semakin terisak dan menghiba. Semakin pecah dan tumpah air mata itu.

"Jangan desak aku lagi. Aku mohon," suara laki-laki itu memohon dengan mata sendunya seraya beranjak meninggalkan perempuan cantik itu. Dengan langkah gontai, wanita itu juga meninggalkan ruang pertemuan mereka. Masih ada sisa air  mata yang mengalir di pipinya.

Beberapa saat kemudian diruang kantor keuangan  terjadi kepanikan. CCTV yang kemarin gambarnya terhapus tiba tiba muncul kembali.

"Aneh," gumam Fito manager keuangan. Kenapa bisa ada kembali rekaman cctv ini? bukannya kemarin sudah terhapus? bahkan berkali kali dicek sudah tidak ada." sambil menggeleng gelengkan kepala dia melihat rekaman cctv itu. Didalam rekaman cctv itu terlihat sosok perempuan mengenakan masker berbaju hitam gelap sedang mengotak atik leptop dan membuka akun seseorang. Beberapa menit kemudian sosok bermasker itu sudah berjalan meninggalkan meja ruangan salah satu staf kantor.

 Tak disangka d iujung seberang pintu keluar kantor sudah menunggu seseorang. Yang mungkin saja itu rekannya. Mereka bekerja sama melakukan penyusupan dikantor.

 "Ternyata dia tidak bekerja sendiri. Rupanya ada yang membantunya." berkali-kali Fito memperbesar gambar di cctv itu. Menegaska siapa sesungguhnya yang jadi penyusup di perusahaan tempat dia bekerja. "Nggak mungkin orang luarkan ...?" gumam Fito sambil kembali nmenggeleg-gelengkan kepalanya penasaran. demi Move, dia akan terus menyelidiki kasus ini . Siapa sebenarnya dalang dibalik semua ini. dia nggak akan membiarkan Move jadi korban fitnah oleh orang-orang yang akan mengeruk keberuntungan dari orang lemah seperti Move.

 "Maaf Pak Fito,bisa bantu saya mencari kan karyawan untuk mem- back- up pekerjaan dilapangan?  hari ini ada jadwal hitung stok." suara itu tiba- tiba terdengar dari belakang. Fito yang kaget mendengar suara itu dengan gugup segera menutup leptopnya.

 "Eh,Feronika! kamu butuh bantuan ...? suaranya menetralisir keadaan. Siapapun tidak boleh tahu tentang penyelidikannya ini kecuali Move.

"Iya Pak. Saya kekurangan anak buah di lapangan. Bisa kirim saya anak buah untuk terjun kelapangan?" ucap Feronika lagi. Entah dia sadar atau tidak dengan apa yang dilakukan Fito tadi.

"Ok  Fe, segera ya, " jawabnya seraya memegang gagang telpon. Feronika beranjak dari kantor manager keuangan dengan diikuti ekor mata Fito. Dia menatap sosok Feronika dengan tajam. Bahkan sampai menyipitkan mata.Ada yang mengganjal dihatinya. Yang ia ingin sampaikan. Tapi entah apa? mulutnya tidak tahu apa yang harus ia katakan.

"Kenapa ya? seperti ada yang janggal dengan Feronika? ucapnya sendiri. " Move harus tahu soal rekaman cctv ini. Ini akan menjadi salah satu bukti dalam peyelidikan nanti." Dengan bergegas Fito menuju ruangan Move. Diurungkannya niatnya ketika teringat kalau Move satu ruangan dengan direktur perusahaan.

 Sementara itu aku masih terus mencari Ray keseluruh penjuru gedung. Ada yang mencurigakan dari sikap Ray. Sepertinya ada yang disembunyikan lebih banyak. Mungkinkah berhubungan dengan kasus penggelapan uang kemarin? aku terus saja bertanya dalam hati sambil terus mencari sosok it

"Tut ...

Terdengar nada dering suara telfon di seberang. Tapi tak diangkat. dan ini sudah kesekian kalinya. "sebenarnya apa yang terjadi sich? bikin khawatir saja!" Aku coba lagi menelponnya sambil mondar mandir di dalam gedung pertemuan. Sudah capek rasanya aku mengelilingi kantor ini tapi tak kunjung aku temukan juga dia.

" huftttttt ...!"  aku menghembuskan nafas panjang. Ada rasa khawatir yang begitu hebat dihatiku. Entah khawatir  apa? yang pasti aku panik mencari dia.

 Masih dengan kepanikan, aku mencoba menelponya lag. Masih berdering tapi nggak diangkat. Dering panjang itu segera berakhir. Aku putus asa. Tapi ...,

 " hallo ..."  Aku meloncat girang karena orang di seberang sana mengangkat telpon dan suara itu miliknya.

" hallo Pak! Bapak ada  di mana? sebentar lagi makan siang. Habis itu Bapak ada pertemuan di hotel!" suaraku berapi api. 

 " iya saya tahu. Mari kita makan siang bersama." Agak gugup aku menyadari suara itu terasa begitu dekat. Sebelum membalikkan badan, aku sudah merasakan hembusan nafas itu masuk ke telingaku. Seketika itu juga aku membalikkan badan. Dan kulihat laki-laki tampan itu sudah tepat berada di depanku dengan senyum mautnya.

 " Baaa-paa-kkkk!  Anda sudah di sini? suaraku gagap antara kaget deg-degan. duh ... jantungku tak karuan rasanya. Selalu begini. Laki-laki itu hanya tersenyum kalem. Dan berjalan melewati. Aku melongo.  Huft." aku mengelus dada melihat sikapnya. "nyebelin banget sich! dari tad aku nyari bukannya dihargai malah nditinggal begitu saja ...! aku ngedumel dalam hati sambil mengikuti langkahnya dari belakang. Mukaku terasa panas ketika tadi menyadari tiba tiba dia sudah berada dekat sekali dengan wajahku. Entah sebenarnya  hubungan kami ini apa. Tak sekalipun dia menyatakan suka padaku tapi kami sudah melakukan hubungan itu 2 kali.

"Ah sial! kenapa aku sangat lemah? tidak bisa menolak keinginannya. Bahkan aku yang lebih agresif kalau sudah terpancing. Aku begitu menikmatinya dan  begitu tulus dengan perasaanku." Hanya saja ketika aku bersamanya, aku merasakan seperti bersama dengan Farhan. Mereka banyak kesamaannya. Aku menggelengk-gelengkan kepala berkali-kali. Tidak mungkinlah Ray itu sama dengan Farhan. Jelas-jelas mereka berbeda. Aku menepis jauh-jauh fikiran itu. Kupercepat langkahku mengejarnya.

          

 

BERSAMBUNG

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel