Bab 4
5 menit kemudian. Aku sudah berada di ruang direktur. Dengan tangan sedikit gemetar, aku menaruh kopi itu diatas meja kerja direktur.
"Kopinya Pak." ucapku sambil menarik tanganku dari meja kerja itu. Sempat bingung harus kembali ke meja kerjaku apa menunggu laki-laki itu bicara sama aku. Dalam kebingungan seperti itu. Tiba-tiba,
"Bisa kamu jelaskam! kenapa kamu bida main peluk-pelukan dengan Dattan di ruang pantri?" suaranya membuat aku susah menelan ludah.
"I-itu, hanya -,
"Jawab yang benar Move!" teriaknya membuatku terkejut bukan main. Sebegitu berpengaruhkah kejadian tadi sampai membuat dia semarah itu? aku memberanikan diri menatap matanya. Ada kemarahan yang luar biasa di sana. Kemarahan yang lebih berkesan cemburu. Apa iya dia cemburu?
"Apa yang kamu lihat? cepat jelaskan!" sekali lagi terkejut. Kutarik mukaku kebelakang.
"Saya sama Dattan,
"Sebegitu dekatnya kamu sama dia, sampai kamu terbiasa memanggilnya tanpa sebutan formal! ingat, dia adalah manager HRD! lagi-lagi aku menelan ludahku dengan susah payah mendengar ucapannya menyambar kata-kataku.
"Saya sama Pak Dattan, tidak terjadi apa-apa Pak. dia hanya bersimpati atas kejadian yang menimpa saya." aku menjelaskan dengan susah payah.
"Mau tebar pesona terus kamu sama laki-laki?" Mataku membulat mendengar kalimat terakhirnya. Harga diriku terusik. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba aku menatap mukanya dengan tajam. Rahangku mengeras. Menandakan kemarahan mrnjemputku. Jiwaku terpanggil buat tersinggung. Ray sedikit bingung melihat perubahanku. Dia maju selangkah mendekatiku.
Hanya itungan jengkal posisi kami berdua. Wajah tampan itu mendekati mukaku.
"Kenapa? kamu nggak terima dengan ucapanku?" matanya bergerak-getak mencari sezuatu dimataku. Hembusan nafasnya terada sangat menyentuh di kulitkj. Aku menahan nafas sesak. Ada debar jantung yang tak biasa. Tanganku mengepal basah oleh keringat.
"Bapak menyinggung harga diri Saya!" ucapku tersengal. Laki-laki itu menarik mundur mukanya. Akhirnya aku bisa bernafas dengan lega.
"Jangan kamu ulang perbuatan kamu di pantri tadi! kalau tidak ingin menjadi bahan gosip oleh semua karyawan!" ucapnya tegas seraya kembali ke meja kerjanya. Aku kembali menarik nafas. Kuhembuskan nafas itu dalam-dalam. Merasa lega karena laki-laki itu sudah tidak berada di dekatnya lagi. Bau eskulin yang mennarik hidungku membuatku nyaman sekali. Ada debar jantung yang luar biasa ketika wajah laki-laki itu hampir menyentuh kulit mukaku.
******
Dengan lunglai aku menaiki tangga tempat kostku. Capek ... banget rasanya. Fikiranku terus berputar-putar tiada henti. Rasa cemas dan takut mengelilingi otakku.
"Kalau sampai tidak bisa membuktikan bahwa aku tidak bersalah, aku pasti dipecat dan mengganti rugi uang perusahaan." gumamku dalam hati. Kepalaku berdenyut-denyut sakit.Belum ketemu solusi dan jalan keluarnya.Sambil melepas sepatu kutaruh tas kerjaku, rasanya pengen cepat tidur saja. Biar penat di kepalaku hilang.
Tanpa beranjak dari sofa aku membaringkan badanku. Aku terlelap beberapa saat. Terhenyak kaget ketika tiba-tiba kudengar pintu kamar kostku diketuk.
"Tok_ tok_ tok." suaranya lembut.Masih belum tersadar juga, sesaat mataku mengerjap.
"Tok ..." terdengar kembali ketukan itu. " aku datang." jawabku tergesa menghampiri pintu dan membukanya.
Aku tertegun melihat sosok di depanku. Seolah tidak percaya dengan penglihatanku. Keterdiamanku membuat sosok itu bereaksi.
"Saya boleh masuk tidak? kok dari tadi tidak dipersilahkan masuk?" ucapnya membuyarkan semua keterdiamanku. Kembali aku menatapnya. Banyak sekali saat ini yang ada difikiranku.
"Oh maaf, silahkan masuk." ucapku sambari memberi jalan masuk pada sosok yang sudah tak asing itu. "Bapak mau minum apa?" tanyaku dengan perasaan tak karuan. Entah setan apa yang bisa membuat manusia arogant ini sampe di tempat kostku. Apa mau membahas kasus yang sedang terjadi di perusahaan tadi? "sial!" hatiku merutuk kesal.
Dia adalah Ray Dinata, direktur perusahaan yang angkuhnya minta ampun. Sampai detik inipun aku juga tidak mengerti angin apa yang membawanya datang ketempat kostku. Aku memperhatikan sosok yang duduk di disofa tempatku berbaring tadi. Dengan perasaan yang masih penasaran aku tuang air putih ke dalam gelas.
"Airnya sudah penuh!" ucapnya dari belakang badanku. Aku kaget sekaligus gugup ketika kusadari sosok itu sudah berdiri begitu dekat di belakangku.
"Eh, i_ iya Pak!" ucapku gugup dan mencoba menetralisir keadaan. Tapi tiba-tiba dia membalikkan badanku dan menekanku kemeja.
"Maaf Pak-k, apa yang Bapak lakukan?" Sumpah aku gemetaran, gugup tidak bisa mengontrol jantungku. Tidak mungkin aku secepat ini punya perasaan sama dia ( orang yang begitu arogant), apalagi dia bosku sendiri yang galaknya minta ampun. Tapi ada hal yang baru aku sadari, ternyata aku begitu nyaman diperlakukan seperti ini, seolah-olah ini sudah sering aku rasakan setiap hari. Aku merasa begitu dekat dan begitu mengenalnya.
"Kenapa ...? kamu gugup?" ucapnya sambil tersenyum puas dan menatapku dalam. Aku membuang muka, menghindari tatapannya yang tajam menghujam. Seolsh-olah ingin menembus ke relung hatiku.
"Ti_tidak Pak!" jawabku berusaha melepaskan diri tapi tiba-tiba dia mencengkram pundakku. Aku meringis menahan sakit. Terlihat jelas dia meradang. Ada amarah yang hebat jelas terlihat dari air mukanya. Hatiku menciut. Menelan ludah perlahan.
"Apa yang mau dia lakukan?" gumamku lirih. Keringat dingin mulai mengembun di keningku. Telapak tanganku mulai basah. Tapi laki-laki itu tetap tenang dengan sikapnya. Semakin mendekatkan mukanya kearah wajahku bahkan meraih mukaku dan menatapku begitu dekat. "
"Sebenarnya, Bapak ada perlu apa datang ke tempat saya?" Dengan mulut gemetar aku bertanya. Kuberanikan menatap matanya. Mata itu tajam tapi berwibawa. Sangat tenang tapi tegas. Wajahnya mempesona dan memikat. Membuat jantungku berdetak bebas n netral.
Aku mati kutu , sudah tidak bisa menghindar lagi ketika tiba-tiba bibir itu mengecup bibirku dan melumatnya lembut dengan mata terpejam. Terkejut tapi tak bisa berbuat apa-apa. Semakin dalam aku rasakan lumatan bibirnya dan akhirnya aku mulai terbawa dengan suasana itu. Aku membalas lumatan bibir itu dengan mata terpejam. Sungguh tak menyangka reaksi manusia arogant ini, menyadari ciumannya terbalas, dia semakin menjadi. Menekan kepalaku agar bibirku tidak bisa lepas dari lumatannya.
Kurasakan lidahnya yang panas semakin dalam mempermainkan lidahku. Nafas kami semakinmemburu. Aku lupa siapa diriku. Kunikmati cumbuan itu. Semakin dalam semakin menjadi, seolah-olah setiap sentuhannya adalah sentuha Farhan, laki-laki yang 6 tahun menjadi kekasih virtualku.
"Ahhh," aku meringis merasakan pedih dibibirku. Dia menyeka bibirku. Disudut bibir kananku, kurasakan pedih. Ada darah yang keluar karena gigitannya. Dia kembali mengecup bibirku dan menghisapnya. Aku melenguh sambil memejamkan mata.
"Lagi ...?" bisiknya lembut.Ku buka mataku dan menatapnya dengan sendu. Kulihat senyum di bibirnya. Wajah lembutnya menatapku seolah-olah dia begitu sangat mencintaiku.
Dengan lembut dia membelai wajahku, menyentuh bibirku. Sebenarnya ini ada apa? Kenapa tiba-tiba ada kejadian seperti ini?
Hubungan kami sudah tidak wajar. Aku merasa ada yang aneh dengan laki- laki ini. Kenapa seolah- olah dia sudah begitu sangat mengenalku? Bahkan tak sejengkalpun merasa bahwa aku adalah bawahannya?
Wajah yang begitu dingin dan arogant itu, sekrang berubah menjadi wajah yang begitu tampan lembut dan teduh. Menatapku dan membelaiku setiap jengkal kulitku. Aku semakin menikmati setiap sentuhannya. Sesekali bibir itu menyentuh bibirku dan menyeka bibirku. Tidak munafik sosok ini begitu mirip dengan sosok Farhan. Setiap kecupannya dan sentuhannya, sama persis dengan Farhan.
"Jangan bahas apa -apa, aku hanya ingin bermesraan dengan kamu malam ini ..." ucapnya lembut di telingaku sambil menjilat belakang telingaku dengan lidahnya yang panas. Aku melenguh. "ahhhhh..." terdengar suara erangan dari bibirku.
Dia semakin menjadi. Aku semakin terbuai. Semskin kutekan kepalanya kedadaku. Aku mengelinjang gelinjang kegelian. Dia semakin garang. Pelan pelan tangannya menyentuh hal terlarang, gunung kembarku. Tapi aku menikmatinya.
Terdengar desahan dari bibirku. Kupejamkn mata, kunikmati setiap sentuhannya. Kuangkat ke dua kakiku dengan nafas memburu. Kuraih kepalanya. Dan kulumat bibirnya dengan garang, ketika kurasakan sentuhan jarinya didaerah terlarangku. Aku mengerang tak karuan. Kurasakan panas menjalar di tubuhku. Keringat mulai membasahi badan kami. Dan kudengar desahannya yang begitu panjang.
" Ahhhhh ...!" erangnnya panjang menuntaskan sesuatu yang dari tadi menggebu. Aku menjerit sambil menggigit bibirnya kuat kuat.
"I love you sayang," bisiknya lembut mengecup bibirku. Ucapan ini tidak asing lagi. Sering aku dengar kalau Farhan mengakhiri teriakannya. Kenapa semua sama? Kenapa aku begitu menikmatinya?
Aku terkulai dalam pelukannya. Jari-jari kokohnya menelusup disetiap helain rambutku. Membelainya dan sesekali mengusap-usap penuh kasih sayang.
Rasanya begitu nyama ada dalam pelukannya. Dadanya yang bidang mampu memberikan perlindungan yang selama ini aku impikan.
"Hari sudah larut, sebaiknya bersiap untuk pulang." bisikku. Tanpa reaksi laki- laki itu semakin mengeratkan pelukannya. Memberikan kecupan lembut dikeningku. Tangannya mengusap punggungku yang telanjang.
Kalau boleh jujur, kejadian yang tiba-tiba ini diluar kendaliku. Aku lupa siapa diriku. Dan anehnya begitu mudahnya aku jatuh kepelukannya. Aku begitu sangat menikmati setiap sentuhan yang dia berikan. Sentuhan yang sama aku rasaksn ketika Farhan masih bersamaku.
"Merasa bingung, kenapa tiba-tiba kita bisa melakukan ini?" suaranya memecah kesunyian. Kutengadahkan mukaku. Terlihat begitu tenang sikap itu.
"Suatu saat kamu akan menemukan jawabannya." lanjutnya tanpa meminta jawaban dariku. Kembali dia memberikan kecupan lembut dikeningku. Diraihnya tubuhku. Dipelulnya erat-erat seakan-akan takut kehilanganku.
Semakin berkecamuk fikiranku. Sampai derik ini tidak faham sama sekali apa yang terjadi. Rasanya mengalir begitu saja. Tapi jauh didalam hatiku aku sudah menempatkan namanya.
Bukan sebagai pelampiasan kesakitanku terhadap Farhan tapi sebagai pahlawan yang mampu mengobati hancur leburnya perasaanku.
BERSAMBUNG