Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12. Rencana Masa Depan

Sepanjang hari Mario hanya bersantai di rumah Tante Inez. Dia berkeliling rumah untuk menghilangkan kebosanan. Ternyata rumah itu sangat besar, kolam renangnya pun ada 2 di sebelah barat dan timur bangunan utama. Di belakang bangunan utama rumah, terdapat paviliun-paviliun kecil tempat tinggal karyawan dan karyawati yang melayani keluarga Tante Inez.

Mario tidak menemukan penghuni lain selain Tante Inez, Clara, dan dirinya. Sisanya penghuni rumah itu hanya berstatus karyawan. Dia masih belum begitu mengenal siapa Tante Inez. Sebenarnya Mario juga penasaran, apakah harta benda yang dimiliki Tante Inez itu didapat dari peninggalan almarhum suaminya atau dari keringatnya sendiri?

Dalam hati Mario, dia merasa agak galau karena rasanya sungguh tidak enak menumpang hidup pada wanita. Memang di dalam surat perjanjian suami kontrak yang dia tandatangani sebelum menikah di kantor catatan sipil itu, ada pasal yang menyatakan bahwa dia akan mendapatkan tunjangan sebesar 50 juta per bulan tanpa harus bekerja. Hanya saja kalau setiap hari dia menganggur tanpa bekerja rasanya stres juga.

Hidupnya memang sungguh nelangsa saat ini, bahkan baju pun hanya ada beberapa potong saja. Semua harta bendanya ada di dalam rumahnya yang disita oleh lintah darat. Namun, Mario merasa hatinya terganggu bila harus menggantungkan hidupnya pada seorang wanita.

Tante Inez memang tidak pernah memandang rendah dirinya, tapi orang lain pasti akan memandang rendah dirinya. Para karyawan Tante Inez saja misalnya, mereka berbisik-bisik setiap kali melihat Mario lewat di hadapan mereka. Mungkin sebaiknya nanti dia berbicara dengan istrinya itu untuk memberinya pekerjaan.

Pukul 17.15, istrinya pulang dari kantor. Mario sudah mandi sejak jam 4 sore tadi karena tidak ada kegiatan lain, sejak siang dia berlatih dengan alat fitness milik Tante Inez.

"Hai, Sayang," sapa Mario pada Tante Inez seraya memeluk wanita itu, aroma tubuhnya masih sesegar ketika dia berangkat ke kantor tadi pagi.

Mereka pun berpagutan mesra di dalam kamar tidur Tante Inez. Dengan jemari yang lincah, Mario melepaskan pakaian Tante Inez. Dia membawa istrinya itu mundur ke arah ranjang dengan baju mereka berdua berserakan di lantai.

Wanita itu memiliki kecantikan alami sehingga tidak memakai banyak make up berlebihan sudah sangat mempesona. Mario semakin menyukai saat-saat kebersamaan mereka berdua. Kemolekan tubuh istrinya serta kelembutan sifatnya yang menurut apa pun yang dia mau, membuat Mario mudah mengekspresikan perasaannya.

Dugaan Mario, selama menjanda, Tante Inez tidak banyak berhubungan intim dengan laki-laki atau mungkin malah tidak sama sekali. Milik istrinya masih sangat 'peret', itu membuatnya sedikit banyak merasa ketagihan.

"Aahhh ... Masss ...," desah Tante Inez sembari memanggil Mario.

"Apa, Sayang?" tanya Mario dengan geli sambil masih memacu tubuhnya di atas istrinya.

"Banjir, Massss ...!" ucap Tante Inez dengan lemas setelah mencapai puncak kenikmatannya.

"Hmmphh ... giliranku ya, Sayang," ujar Mario seraya mempercepat ritme gerakannya hingga dia akhirnya 'selesai'. "AAAARRGGGHHH," geram Mario ketika dirinya menumpahkan cairan cintanya di dalam rahim istrinya.

Dia pun memberi kecupan di kening istrinya seraya berbisik, "Terima kasih, Sayang, tadi enak banget ...."

Tante Inez pun tersipu malu, mendengar bisikan Mario. Dia tak menyangka aktivitas ranjangnya akan seaktif ini setelah menikah lagi. Suaminya itu sungguh membuatnya terheran-heran.

Kemudian, Mario menarik Tante Inez untuk bangun dari ranjang lalu menemaninya mandi lagi di bawah shower karena tubuhnya bersimbah peluh setelah aktivitas ranjangnya yang panas.

"Mas, ada yang mau aku omongin deh sama kamu, habis makan malam ya?" ujar Tante Inez ketika mengeringkan tubuh sintalnya dengan handuk.

Mata Mario seperti tak dapat melepaskan pandangannya dari tubuh polos Tante Inez. "Ehh ... ohh, iya, Sayang," jawab Mario gelagapan.

Tante Inez pun tertawa kecil melihat Mario yang gelagapan. Dia pun segera memakai lingerie dengan kimono di bagian luar. Dia tidak ingin sembarangan orang melihat tubuhnya yang terekspos. Hanya suaminya yang boleh melihatnya dalam keadaan polos.

"Ayo kita makan malam, Mas," ajak Tante Inez sembari melingkarkan tangannya dengan manja di lengan Mario yang kekar.

Perlakuan Tante Inez yang hangat kepadanya itu membuat Mario merasa dihargai sebagai seorang lelaki. Dia pun mulai merasa sayang pada Tante Inez bukan hanya di bibir saja.

Mereka makan malam bertiga bersama Clara di ruang makan yang besar itu.

"Clara, sekolahnya lancar?" tanya Mario berusaha mengakrabkan diri dengan Clara, anak sambungnya.

Clara menyendok sayur sop ke piringnya seraya menjawab, "Lancar, Om. Clara kan rajin belajar. hehehe," jawab Clara terkekeh.

"Bagus dong. Kan sudah mau masuk kuliah sebentar lagi," balas Mario lagi.

"Mam, ntar kalau Clara pengambilan raport apa boleh Om Mario yang ambil di sekolah?" tanya Clara.

Tante Inez pun tertawa lalu menjawab, "Kenapa mesti Om Mario yang ambil?"

"Mau Clara pamerin ke teman-teman Clara dong. Suami Mama yang baru ganteng banget." ujar Clara iseng.

"Mas Mario mau?" tanya Tante Inez.

"Boleh. Nggak papa kok, nanti kabarin saja kapan waktu terima raportnya, Clara," jawab Mario sambil mengunyah makanannya.

Tante Inez pun merasa senang karena puteri tunggal kesayangannya bisa akrab dengan suami barunya.

Seusai makan malam, Tante Inez pun mengajak Mario berjalan-jalan di taman dekat kolam renang yang diterangi dengan lampu hias. Mereka duduk di ayunan besi bersebelahan. Mario melingkarkan lengannya ke bahu Tante Inez, sementara wanita itu merebahkan kepalanya di dada Mario yang bidang.

"Mas, sebenarnya aku mau nanya, Mas ada rencana apa buat ke depan? Mas Mario itu kan masih muda, masa depannya masih jauh. Aku tuh eman-eman kalau hidup Mas Mario disia-siakan tanpa pekerjaan yang jelas," ujar Tante Inez

Mario menghela napas lalu berkata, "Terima kasih, Sayang sudah begitu perhatian padaku. Aku sebenarnya juga seharian ini memikirkan hal yang sama denganmu."

Tante Inez mengangkat wajahnya menatap Mario. "Lalu Mas Mario inginnya seperti apa?"

"Aku hanya lulusan fakultas pendidikan olahraga, Sayang. Bisanya hanya mengajar fitness. Sebelum menikah denganmu, aku sudah coba melamar kerja sebagai trainer gym kemana-mana. Sayangnya tidak ada lowongan untukku."

Mereka berdua pun terdiam.

"Aku juga sempat ikut pertandingan MMA, tapi malah babak belur karena nggak bisa tarung," timpal Mario seraya terkekeh menertawakan dirinya sendiri.

"Tsskk ... itu cari mati namanya Mas. Kalau mau tarung harus bisa bela diri. Mas, jalurnya beda, adonis memahat tubuh," omel Tante Inez dengan gemas pada suaminya.

Dia pun berkata lagi, "Kalau Mas, aku bukakan sebuah tempat fitness dan gym apa mau? Nggak perlu mikir bagi hasil dan lain-lain, dijalani dulu saja. Gimana?"

Mario berpikir sejenak sebelum menjawab, "Idenya boleh juga, Sayang. Mungkin aku bisa mulai dari awal lagi."

"Lantas tentang Mas Mario yang tidak bisa bertarung itu. Bagaimana kalau aku carikan trainer buat mengajari bela diri seperti atlet MMA? Apa Mas Mario berminat?" tanya Tante Inez lagi.

"Mau dong, Sayang. Biar bisa jadi bodyguard istriku yang cantik kalau ada yang godain kamu, nanti aku yang akan hadapi," jawab Mario seraya menggoda istrinya.

Tante Inez pun tertawa kecil mendengar godaan suaminya. "Udah ketuaan buat digodain cowok kali, Mas. Yang masih seger-seger lebih banyak."

"Baguslah kalau begitu. Kamu buat aku saja ya?" tukas Mario lalu melumat bibir Tante Inez yang ranum.

"Hmmphh ... Mas ganas iihh sekarang!" protes Tante Inez setelah bibirnya dilepaskan oleh Mario.

Mario pun terkekeh mendengar protes istrinya. "Tapi kamu suka, kan?"

"Lanjut Masss ...," balas Tante Inez seraya tertawa berderai.

Mario pun menggelitiki tubuh istrinya itu hingga menjerit-jerit dan membuat heboh seisi rumah mengintip pasangan pengantin baru itu di taman.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel