Cherry Boutique
"Hei kau, bangunlah!" ucap seorang bodyguard kepada Satya sambil menepuk-nepuk pundak pemuda itu.
Perlahan Satya membuka bola matanya, untuk sejenak dia berpikir.
"Kau tidak dibayar untuk seperti itu, seharusnya kau bersyukur Nyonya telah mengangkat derajatmu melebihi kami yang sudah lama setia kepadanya, bertahun-tahun sudah. Cepat bersiap! Waktunya sarapan dan Nyonya sudah menunggumu," ucap pengawal tersebut dengan sangat kasar.
Satya mendengus kesal, dia masih saja berharap jika apa yang terjadi kepadanya ini hanyalah mimpi semata, tapi ternyata semua yang terjadi ini adalah kenyataan yang harus dihadapinya.
Satya beranjak bangun dan menuju kamar mandi, dengan masih tetap diawasi oleh para pengawal Hanna.
"Aku akan membuat kalian jenagh terus mengawasiku seperti itu!" batin Satya sambil melengos masuk ke dalam kamar mandi.
Sebuah bathroom yang sangat luas dan juga terdiri dari material yang sangat mewah sama persis dengan fasilitas terbaik di hotel berbintang tujuh kini berada di depannya. Untuk sejenak saat ia berdecak kagum mensyukuri apa yang terjadi.
"Berkat kebodohanku dan juga situasi ini, aku bisa menikmati semua ini dengan gratis," batinnya sambil menikmati setiap tetes air yang mengalir dari shower.
Suasana mandi yang mewah kini dirasakan oleh Satya dan diam-diam dia berjanji untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Aku tidak percaya dia menyiapkan semua ini untukku," ucap Satya ketika membuka wardrobe dan dia melihat sederet koleksi pribadi yang bertuliskan namanya.
"Wow ini bukan celana biasa, dia benar-benar merencanakan semua ini dengan baik. Pucuk dicinta ulam pun tiba dan aku adalah ulamnya," gumam Satya sambil memilih pakaian branded yang kini berderet rapi di depannya.
Jeda menit kemudian Satya telah berdiri di hadapan cermin besar yang berada di ruangan wardrobe tersebut. Dia mengamati dirinya sendiri dan mulai menyombongkan dirinya. Jauh di dalam lubuk hati saat dia merasa sangat kecewa karena mendadak bayangan Zeesha yang akan menikah beberapa jam lagi justru muncul di pikirannya.
"Aku akan membuatmu menyesal Zee!" ucap Satya berjanji. Luka di dalam hati dan juga rasa malu yang bertubi-tubi yang harus dirasakanya akibat pengkhianatan sang kekasih yang dua tahun ini telah begitu dipujanya membuat Satya kembali menguatkan tekadnya menerima tawaran Hanna.
Terlalu asik dengan pikiran dan juga bayangannya sendiri membuat Satya tidak menyadari jika saat ini Hanna telah berada di belakangnya.
"Aku rasa kau memang terlalu lama di kamar mandi untuk ukuran seorang pria, sangat menjengkelkan aku harus menunggumu selama ini," ucap Hanna sambil terus melangkah menghampiri Satya.
"Nyonya, maafkan aku," jawab Satya sangat terkejut.
"Baiklah, aku maakan. Jangan lupa dengan sandiwaranya. Kau juga jangan lupa dengan semua aturan mainnya. Pagi ini kita akan menuju butik dan bersiap untuk menghadiri sebuah undangan. Jangan pernah membuat kesalahan, karena undangan ini adalah undangan yang sangat penting untukku!" Hanna mengatakan dengan sangat tegas seolah tidak ingin Satya menyalah artikan kalimatnya itu.
Tak banyak bicara Satya kemudian melangkah mengikuti Hanna, kali ini mereka pergi melintasi pusat kota Jakarta menuju ke arah Tangerang di mana sebuah butik langganan dari Hanna berada.
Tidak banyak yang dilakukan Satya di sepanjang perjalanan, dia hanya duduk di sebelah Hanna sementara wanita itu sangat sibuk dengan laptop dan juga ponselnya.
"Akan ada beberapa temanku disana, jadi aku minta padamu untuk sedikit hot saat kita tiba di butik. Kau mengerti?" ucap Hanna ketika mobil mulai menikung ke arah sebuah pelataran gedung dengan arsitektur bergaya minimalis modern yang berada di depannya.
"Jangan lupa, untuk memperlakukan aku seperti istrimu, aku yakin kau tahu bagaimana caranya bukan?" ucap Hanna lagi. Kali ini sambil tetap duduk tenang di kursinya.
"Tentu Nyonya," jawab Satya Sambil membuka pintu dan melangkah keluar dari dalam mobil. Dia segera melangkah menuju pintu di sebelahnya untuk membukakan pintu tersebut bagi sang istri.
Dengan sigap Satya mulai memerankan perannya dengan baik. Satya melihat tiga wanita seumuran dengan Hanna yang sudah memandangi mereka dari arah pintu masuk.
"Aku sungguh tidak menyangka dan aku kira kau sedang membuat prank untuk kami Hanna!" ujar seorang wanita dengan syal panjang menjuntai menutupi lehernya menyambut kedatangan Satya dan Hanna.
"Aku sudah bilang, jika kalian tidak akan percaya ketika aku mengatakan ini. Karena itu hari ini aku sengaja meluangkan waktu dan mengosongkan jadwal di perusahaan untuk mengenalkan suamiku kepada kalian. Sayang, ini adalah ketiga manusia paling terkutuk di dunia ini yang selalu saja menghinaku karena tidak juga menikah," ucap Hanna yang disambut rasa terkejut plus tersipu-sipu dari ketiga temannya itu.
"Hallo, aku Satya," ucap Satya sambil mengulurkan tangannya ke hadapan ketiga wanita itu.
"No ... no ... Kau tidak perlu mengenalkan diri, Sayang. Mereka sudah mengetahui bio profilmu secara lengkap dan utuh! Dan tangan ini, jangan pernah berharap kalian akan bisa menyentuhnya OKAY?" ucap Hanna sambil menempelkan jari telunjuknya pada bibir sang suami dan menarik tangan kanan Satya darihadapan ketiga temannya itu.
Cupp!
Satu kecupan lembut bibir Hanna segera menyentuh bibirnya dan cukuplama wanita itu bermain di sana hingga Satya bisa merasakan tubuhnya mendesir hebat oleh seranagn tiba-tiba Hanna tersebut.
"Hanna, ayolah baby ... jangan membuat kami kepanasan," ucap Tari.
Hanna pun melepaskan pagutan bibirnya dan dia membiarkan tubuhnya tetap berada dalam kukungan tubuh kekar Satya.
Satya cukup menikmati momen ini, bibir Hanna yang ketus dan sangat dingin itu ternyata begitu manis dirasakannya.
"Sialan, kamu bangun," batin Satya saat merasakan benda di bagian inti tubuhnya yang menegang karena hal tersebut.
Gestur tubuh Hanna yang begitu mesra membuatnya cukup menikmatinya dan terlebih reaksi dari ketiga wanita dihadapannya itu yang terlihat sangat terkejut semakin membuat Satya tertantang sendiri.
"Ayolah, kenapa kau menjadi sepossessif ini Hanna? Aku rasa itu salah satu alasannya kenapa David selalu menunda," ucap wanita dengan rambut merah jagung itu. Kalimatnya segera terhenti karena kedua temannya itu langsung membekap mulut wanita tersebut.
"Tidak perlu begitu, tidak masalah jika kalian membicarakan David. Si brengsek itu sedang menggali kuburannya sendiri jadi kenapa aku harus takut? Ayolah, aku datang ke sini jauh-jauh bukan untuk bicara omong kosong tentang sampah brengsek itu, aku ingin mencoba pakaian yang akan kami kenakan malam nanti," ucap Hanna sambil melangkah masuk dengan melalui ketiga temannya itu dengan tangan yang terus melingkar pada lengan kiri Satya.
"Aku tidak percaya dia benar-benar menikahi pria muda, kau tahu ... aku rasa suami Hanna itu seumuran dengan anak suamiku."
"Sudahlah, apa yang kalian bicarakan Tari, Cherry? Bukankah ini yang kita mau? Hanna memiliki seorang pendamping jadi dengan begitu kita tidak cemas suami kita akan terus-menerus melirik Hanna di sepanjang pertemuan kita," ucap Naily
Dengan ditemani oleh ketiga sahabatnya, Hanna dan Satya kemudian mencoba dua stel pakaian yang akan mereka kenakan dalam dua undangan berbeda hari ini. Ya ... dress code yang tertera pada undangan itu membuat keduanya harus memikirkan kostum dengan sangat hati-hati.
"Kita akan bertemu nanti malam di tempat David ya, pastikan kalian datang bersama suami kalian. Maafkan aku karena belum sempat mengadakan pesta pribadi untuk kita, tapi aku janji ... setidaknya setelah kami berbulan madu nanti kita bisa mengadakan party yang lebih private di rumah, oke?" ucap Hanna sambil berpamitan kepada ketiga sahabatnya itu.
Sementara Hanna berpamitan, Satya sudah siap meringkasi empat tote bag besar berisi pakaian dan serba-serbinya yang diborong Hanna dari butik tersebut.
Satya memegangi kepalanya, dia sungguh tidak menyangka jika hanya berbelanja empat kantong ini saja Hanna mengeluarkan uang hingga hampir 200 juta.
"Gila!" batin Satya sambil meraih cangkir kopi yang dihidangkan oleh salah seorang penjaga butik kepadanya.
"No, sayang kau tidak bisa meminum kopi itu. Aku tidak mau kau meminum minuman yang disajikan oleh sembarangan orang," ucap Hanna sambil segera melangkah menghampiri Satya dan segera menurunkan cangkir kopi yang sudah menempel pada bibirnya Satya tersebut.
""Kalian lihat? Aku tidak percaya karena Hanna menjadi semakin posesif kepada suaminya. Ini sungguh sebuah keajaiban, aku kira wanita cuek itu tidak akan tahu bagaimana melayani sang suami." Tari berbicara sambil menggelengkan kepalanya.
Tiga temannya terdengar terus mengocehkan setiap detail yang dilakukan oleh Hanna dan Satya. Kemesraan pasangan baru ini jelas saja membuat kaget para sahabat Hanna yang bukan hanya masih terkejut dengan pernikahan wanita itu tapi dia juga sangat terkejut ketika mengetahui suami yang dipilih oleh Hanna ternyata berusia sangat jauh lebih muda dari wanita itu.
"Kita akan pulang, aku akan memasak makan siang untukmu dengan sangat istimewa. Aku juga punya apartemen yang dekat dari sini jadi kita bisa beristirahat sebentar di sana," ucap Hanna dengan setengah berbisik kepada Satya. Jelas saja Satya pun mengangguk dan dia pun menarik bahu kanan Hanna kepelukannya dan mendaratkan kecupan manis di puncak kepala wanita itu yang semakin membuat iri ketiga sahabat Hanna.
Setelah meninggalkan The Cherry Boutique, Hanna memerintahkan sopirnya untuk membawa mereka ke apartemen di Taman Anggrek di mana salah satu apartemen pribadi Hanna berada.
"Saat aku suntuk, aku selalu datang ke tempat ini. Jadi kau harus tahu, Sayang." Hanna mengatakannya sambil mengajak Satya melangkah menuju eskalator.
Satya mengangguk. Tentu saja dia sangat senang, bagaimanapun juga sesuai dengan perjanjian yang ditandatanganinya maka semua fasilitas yang dimiliki Hanna bisa juga dinikmati olehnya dengan percuma dan itu sudah melebihi apapun karena ternyata fasilitas milik Hanna ini adalah fasilitas impian semua orang.
"Sayang, aku tidak ingin kita terlambat pada pernikahan mantan kekasihmua itu. Jadi kita akan datang sesuai dengan jadwal," ucap Hanna sambil menunjukkan sebuah Undangan VVIP khusus untuk Hanna.
"Undangan itu?" ucap Satya tergagap dengan tubuh yang bergetar sambil memandangi undangan di tangan Hanna.