Bab 1 | Damien D'Arcy
Damien D’Arcy, seorang pria tampan berusia 28 tahun, terlahir dari keluarga kaya raya di Kanada. Ayahnya, Julian D’Arcy, merupakan pengusaha sukses di dunia perminyakan, sedangkan ibunya, Carol D’Arcy, dikenal sebagai pengusaha property terkemuka di Kanada. Pilihan besar menghadang Damien ketika ia lulus kuliah pada usia 21 tahun. Ayahnya menawarkan dua jalur kepadanya: bergabung dalam kerajaan bisnis keluarga atau membangun jalannya sendiri. Tertarik dengan dunia perhotelan, Damien memutuskan untuk membangun bisnisnya sendiri.
Dengan modal besar dan koneksi dari sang ayah, Damien merintis perjalanannya di dunia perhotelan. Diamond Rose Hotel, adalah nama hotel bintang lima pertamanya di Kanada, lahir berkat visi dan dedikasi tinggi Damien. Bakat bisnisnya, yang diwarisi dari ayah dan ibunya, membawa keberhasilan pesat. Dalam waktu tujuh tahun, Diamond Rose Hotel telah berkembang dan membuka cabang di beberapa negara.
Saat ini, Damien berada di puncak karirnya. Tampan dan berdedikasi tinggi, ia dikenal sebagai Presdir Jenius yang ramah. Namanya harum di kalangan karyawan, bukan hanya karena keberhasilan bisnisnya, tetapi juga sikap baik dan ramahnya.
Hari ini, Damien berada di Amerika, meninjau persiapan peresmian cabang terbarunya yang akan di langsungkan besok. Mobil sedan mewah merek Bentley berwarna hitam mengantarnya melewati jalan-jalan perkotaan Amerika.
Dengan setelan jas mewah merk Armani, Damien duduk di dalamnya, menatap keluar jendela dengan tatapan serius. Pemandangan gedung-gedung tinggi dan cakrawala yang luas menyambut kedatangan Damien.
Begitu tiba di Diamond Rose Hotel Amerika, Damien tersenyum lebar. Mobilnya memasuki halaman hotel yang megah dengan logo berbentuk mawar berlian yang menjadi ikonnya.
Saat mobil berhenti, Damien turun dengan langkah mantap. Dengan senyum hangat, ia menyapa General Manager, Henry, yang sudah menunggu di depan pintu lobby dan beberapa departemen manager yang akan memimpin hotel ini.
"Selamat Pagi, Tuan Damien, bagaimana kabar anda hari ini?" ucap Henry sambil berjabat tangan dengan dengan Damien.
Damien tersenyum, "Pagi yang cerah, Henry. Aku benar-benar bersemangat untuk acara besok. Bagaimana persiapan semuanya?"
"Semuanya berjalan dengan lancar, Tuan Damien, tim kami sudah bekerja keras untuk memastikan acara besok berjalan sesuai rencana. Semua tamu penting sudah diundang, termasuk beberapa tamu yang merupakan kenalan ayah anda.” Damien mengangguk puas.
"Itu kabar baik. Aku ingin memastikan semuanya sempurna. Apakah ada hal spesifik yang perlu saya perhatikan?" Tanya Damien yang lalu berjalan bersama Henry memasuki lobbi hotel bersama semua Departemen Manager yang menyambutnya tadi.
"Saat ini, semuanya dalam kendali. Semua Departemen manager bekerja keras untuk memastikan acara berlangsung tanpa kendala, begitupun juga dengan para staff kita yang terlihat sangat antusias," jelas Henry sambil tertawa pelan.
Damien ikut tertawa pelan, menyapa beberapa karyawan wanita yang sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu. Wajah tampannya berhasil mencuri perhatian, dan senyum hangatnya memberikan semangat tambahan untuk mereka.
"Para karyawan benar-benar memberikan yang terbaik," ujar Damien kepada Henry. "Mereka menjadikan acara ini lebih istimewa."
Henry dan para departemen manager yang berjalan bersama Damien terlihat menganggukkan kepala mereka, setuju dengan ucapan Damien. Begitu tiba di lokasi utama yang akan menjadi tempat acara peresmian besok, beberapa Departemen Manager mendekati Damien untuk memberikan laporan.
Mereka memberikan detail tentang persiapan masing-masing bidang yang mereka pimpin, termasuk dekorasi, keamanan, dan ketersediaan semua fasilitas.
Damien tersenyum puas, "Terima kasih, semua. Kalian luar biasa. Aku yakin peresmian ini akan menjadi sukses besar, bisa dipastikan besok akan menjadi hari yang luar biasa."
Setelah meninjau persiapan peresmian besok, Henry mengajak Damien menuju ruangannya untuk berbincang santai sambil menikmati segelas teh hijau dan snack ringan. Dia juga sedikit membahas rencana strategis untuk mendukung pertumbuhan Hotel Diamond Rose Amerika di masa mendatang.
Setengah jam berlalu dengan cepat, Henry terlihat mengantar Damien menuju kamar presidential suite yang akan Damien tempati selama berada di negara ini.
Henry langsung mengucap pamit begitu tiba di depan kamar Damien, ia memberi waktu Damien untuk beristirahat.
Damien melepaskan jasnya dan berjalan menuju teras balkon yang menghadap ke laut. Udara segar pagi dan pemandangan lepas pantai yang memukau membuatnya merasa tenang.
Duduk di kursi dengan pemandangan laut yang luas di depannya, Damien membiarkan dirinya terhanyut dalam keindahan alam. Dalam keheningan itu, ia mengeluarkan ponselnya dan memutuskan untuk menghubungi beberapa kenalannya yang tinggal di Amerika, yang turut menjadi tamu di acara peresmian hotelnya besok.
Damien menerima tanggapan positif dari para kenalannya. Mereka berbicara tentang persiapan peresmian, saling bertukar ide, dan mengonfirmasi kehadiran mereka besok.
Namun, ketika Damien baru saja menutup teleponnya, ponselnya tiba-tiba berdering. Nama "Tyler" muncul di layar, membuat Damien tersenyum.
"Hey, Tyler!" sapa Damien sambil tersenyum. Di benaknya kini tergambar wajah sang sahabat, yang selalu kocak dan membuatnya tertawa.
Tyler dengan antusias menjawab, "Hello Damien! Bagaimana kabarmu, Bro?"
Damien menceritakan perjalanan bisnisnya dan menjelaskan tentang acara peresmian hotelnya besok. Tyler pun mengingatkan bahwa ia tidak akan melewatkannya dan ikut merasa bangga dengan pencapaian Damien.
Seiring percakapan berlanjut, Damien teringat rencana Tyler dulu tentang membuka bar di Amerika. "Bagaimana dengan rencanamu dulu, Tyler? Apakah barmu sudah sukses?"
"Lumayan Bro, sudah cukup besar, Bagaimana jika kamu mengunjungi tempatku malam ini, namanya Purple Swan Bar, mungkin aku bisa menerima beberapa masukan darimu," balas Tyler.
Damien tersenyum, "Ide bagus, aku juga tidak sibuk malam ini, bagaimana dengan jam 9 malam?” Tanya Damien.
"Oke Bro, aku akan kirim lokasinya melalui pesan singkat," kata Tyler dengan semangat.
Setelah mengakhiri pembicaraan dengan Tyler, Damien melihat notifikasi pesan masuk dengan alamat bar Tyler. Menatap jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 10:30, Damien memutuskan untuk tidak menyia-nyiakan waktu. Ia membalas email laporan dari beberapa General Manager yang memimpin hotel Diamond Rose di negara lain, menunjukkan dedikasinya terhadap bisnisnya.
Beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 9 malam, Damien telah bersiap di depan pintu lobi hotel, menunggu mobil sedan mewah Bentley yang akan membawanya menuju bar milik Tyler. Damien terlihat sangat tampan, mengenakan setelan jas mewah berwarna hitam merek Armani. Rambutnya terlihat rapi dengan model klasik yang menambah pesona.
Mobil yang dia tunggu tiba, seorang pria turun dari mobil, membuka pintu belakang untuknya, dan dengan sopan mempersilakan Damien masuk. Damien masuk ke dalam mobil, duduk di kursi penumpang yang empuk. Sopir masuk ke mobil, dan tak berselang lama mobil itu pergi meninggalkan hotel Diamond Rose, menuju Purple Swan Bar.
Damien sedikit terkejut begitu tiba di lokasi tujuannya. Bangunan megah dengan logo burung bangau berwarna ungu terlihat mengagumkan. Lampu hias yang indah menambah pesona Purple Swan Bar. Begitu turun dari mobil, Damien di sambut dua petugas keamanan bar itu. Setelah memberitahu identitas dan maksud kedatangannya, salah satu dari petugas itu dengan ramah langsung mengantar Damien menuju ruang VIP.
Suasana bar terlihat ramai dengan pengunjung, suara musik yang mengalun kencang. Damien sendiri tidak terlalu menyukai suasana seperti itu. Namun, dengan penuh hormat, petugas itu membawa Damien melewati kerumunan menuju ruangan VIP.
Tiba di depan sebuah ruangan, pintunya berwarna hitam dengan strip emas mengelilingi. Logo burung bangau berwarna emas terpampang di pintu. Petugas tadi membuka pintu dan mempersilakan Damien masuk dengan ramah. Damien tersenyum dan mengucap terima kasih lalu melangkahkan kakinya masuk ke ruangan VIP.
Damien sedikit terkejut, begitu pintu tertutup, hiruk pikuk yang terdengar di luar tidak menembus ruangan ini. Dekorasi ruangan tempatnya berada juga terlihat sangat indah, bergaya klasik dengan beberapa hiasan botol wine mahal menjadi hiasan dekorasi ruangan itu.
Tak berselang lama, seorang wanita cantik berusia 23 tahunan memasuki ruangan. Wanita cantik itu tersenyum ramah menyapa Damien. Di tangannya, wanita itu membawa nampan berisi botol wine mahal dengan merek yang mewah, serta gelas kristal yang terlihat sangat indah. Wanita itu dengan cermat menata wine dan gelas di meja. Setelah tugasnya selesai, wanita cantik itu mengucap pamit ke Damien.
Ceklek!
Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, Damien tersenyum melihat sosok pria yang memasuki ruangan, dia adalah Tyler, sahabat lama Damien yang terakhir kali dia temui adalah 5 tahun yang lalu. Wajah Tyler masih kocak seperti dulu, dengan rambut pirang yang sedikit berantakan dan senyum yang selalu membuat orang di sekitarnya merasa nyaman.
"Tyler!" seru Damien dengan antusias, berdiri dari sofa tempatnya duduk. Mereka berdua saling berpelukan, seakan merayakan pertemuan setelah sekian lama. "Lihat wajahmu, masih tetap seperti dulu, Bro."
Tyler tersenyum lebar, "Tentu saja, aku ini abadi. Bagaimana kabarmu, Damien? Terakhir kali kita ketemu, kau masih mengelola Diamond Rose Hotel di Kanada."
Damien mengangguk, "Ya, segalanya berjalan dengan baik. Dan sekarang, aku di sini untuk meresmikan cabang terbaru kami di Amerika."
"Wow, itu luar biasa, Bro! Aku bangga padamu," ujar Tyler dengan tulus.
Mereka berdua duduk di sofa bersebelahan, menatap satu sama lain dengan senyuman. Atmosfir keakraban mereka seolah membawa mereka kembali ke masa-masa kuliah dulu.
"Jadi, bagaimana Purple Swan Bar-ku menurutmu?" tanya Tyler, matanya berbinar penuh harap.
Damien melihat sekitar ruangan dengan penuh perhatian sejenak sebelum menjawab, "Ini luar biasa, desainnya begitu elegan dan atmosfirnya begitu unik. Aku benar-benar terkesan."
"Terima kasih, Damien. Aku selalu ingin menciptakan sesuatu yang berbeda. Dan sepertinya, aku berhasil," balas Tyler tersenyum bangga mendengar pujian dari sahabatnya yang sekarang di kenal sebagai pebisnis jenius di generasi mereka.
“Oh Iya, Waitress yang membawa wine ini juga sangat cantik, itu menjadi nilai tambah untukmu,” ucap Damien sembari tertawa pelan.
“Waitress cantik?” Tanya Tyler penasaran, dia sudah mengetahui selera wanita yang masuk dalam kategori cantik di mata Damien, mendengar Damien memuji waitress di tempatnya membuat Tyler menjadi penasaran.
“Iya… menurutku waitress itu sangat cantik,” balas Damien mengangguk pelan.
“Tunggu… aku jadi penasaran, waitress yang mana yang kamu maksud?” ucap Tyler yang sontak membuat Damien tertawa.
“Hei… apa kamu tidak mengenali semua karyawanmu?” tanya Damien bercanda. Tyler ikut tertawa, dia lalu meminta izin ke Damien untuk menghubungi seseorang, dia meraih ponselnya dari saku, dan terlihat berbicara dengan seseorang melalui telepon.
Tak lama setelah Tyler mengakhiri pembicaraannya di telepon, pintu ruangan tempat mereka berada terbuka, waitress cantik tadi terlihat memasuki ruangan. Ternyata Tyler tadi menghubungi bawahannya dan meminta waitress yang membawa wine ke ruangan ini untuk datang. Tyler tercengang menatap wajah cantik waitress itu, tak salah jika sahabatnya tadi memuji kecantikan wajah waitress itu.
Waitress cantik itu menyapa Tyler dan Damien dengan ramah. Damien sedikit terkejut melihat senyuman menyeringai yang tergambar dari wajah Tyler ketika menatap wajah cantik waitress itu.
“Aku belum pernah melihatmu sebelumnya, jadi bisakah kamu memperkenalkan dirimu terlebih dahulu?” tanya Tyler.
"Nama saya Miranda Pak, dan saya baru seminggu bekerja di sini," jawab Miranda dengan senyuman lembut.
Tyler tiba-tiba beranjak dari duduknya, "Sebentar ya, Bro. Ada beberapa hal yang harus kubicarakan dengan Miranda. Aku izin pamit sejenak." Sebagai sesama pengusaha, Damien langsung mengangguk paham, mungkin Tyler berniat memberi arahan tertentu kepada karyawan barunya pikir Damien.
"Tentu Bro, Oh Iya, aku tadi lupa mengisi ulang daya ponselku.
" Damien merogoh sakunya dan mengambil ponselnya, dia lalu mengoper ponselnya ke Tyler, meminta Tyler untuk mengisi ulang daya ponselnya yang tinggal 12 persen.
Tyler menangkap ponsel yang di lempar Damien dengan tangkas, "Tentu, Bro. I’ll be back," ucap Tyler tersenyum sambil mengedipkan satu matanya ke Damien.
Tyler pergi meninggalkan ruangan bersama Miranda, sementara Damien duduk di sofa menikmati wine mahal yang Tyler siapkan untuknya.
Baru 3 menit berlalu, Damien tiba-tiba teringat bahwa dia belum sempat mengabari ayah dan ibunya. Setiap hari, tanpa kecuali, Damien selalu menyempatkan waktunya untuk mengabari kedua orang tuanya ketika sedang dalam perjalanan dinas seperti ini.
"Ah, bagaimana bisa aku lupa?" gumam Damien pada dirinya sendiri. Matanya melayang ke arah pintu ruangan, dan dia memutuskan untuk mencari Tyler untuk mengambil kembali ponselnya.
Damien berdiri dari sofa dan bergerak menuju pintu ruangan. Begitu pintu terbuka, lantunan musik DJ yang terdengar sangat kencang menyambutnya. Suasana di luar ruangan VIP terasa begitu berbeda.
Damien memandangi sekeliling, mencari karyawan Purple Swan Bar. Dia melambaikan tangannya ke arah seorang pria yang mengenakan seragam bar. Pria itu dengan cepat menghampiri Damien sembari tersenyum ramah.
"Apa yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya pria itu sopan.
"Aku mencari Tyler," jawab Damien.
Pria itu mengangguk mengerti, " Pak Tyler biasanya berada di ruang kerjanya di lantai dua. Mari aku antar Tuan."
Mereka berdua berjalan melalui kerumunan dan masuk ke dalam lift.
Begitu lift tiba di lantai dua, pria itu langsung menunjuk pintu ruangan Tyler yang terletak di bagian ujung. “Itu ruangan Pak Tyler,” ucap pria itu sopan.
"Terima kasih atas bantuannya," balas Damien.
Dia melangkahkan kakinya keluar dari lift dan berjalan menuju pintu ruangan Tyler. Dari dalam, alunan musik jazz yang cukup nyaring terdengar. Damien mengetuk pintu beberapa kali sambil memanggil nama Tyler, namun tak mendapat jawaban. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Damien langsung saja membuka pintu ruang kerja Tyler, matanya sontak membelalak terkejut mendapati Tyler sedang meniduri Miranda di meja. Pakaian mereka berdua berserakan di lantai, Tyler dan Miranda bercinta tanpa mengenakan sehelai benang pun. Kaki Miranda yang putih dan jenjang melingkar di tubuh Tyler, suara desahan Miranda membaur dengan lantunan musik Jazz yang memenuhi ruang kerja Tyler.
Damien diam membatu, sangat terkejut dengan apa yang dia saksikan saat ini, Tyler menyeringai sambil terus menghujam batang kejantanannya ke tubuh Miranda, “Maaf Damien, sepertinya kamu datang terlalu awal," katanya santai, jelas menikmati keterkejutan di wajah Damien.