Bab 6 . Jadilah Diri Sendiri!
Leah merenung sejenak. Ya, dirinya memang butuh pekerjaan. Karena tidak akan cukup, jika hanya mengandalkan tunjangan dari mantan suaminya itu. Dirinya juga berharap dapat segera mandiri, sehingga bibi Rosy tidak perlu mengkhawatirkannya lagi.
Kesempatan bagus tidak datang dua kali. Jadi, Leah harus mencobanya. Masalah diterima atau tidak, itu menjadi urusan belakangan. Yang penting, dirinya akan mencoba terlebih dahulu.
"Terima kasih Bi, atas kesempatan yang Bibi berikan. Aku sudah berhutang begitu banyak, atas kebaikan Bibi. Jika kedepannya Bibi membutuhkan bantuanku, maka katakan saja!" ujar Leah, sambil menatap Bibi Rosy dengan penuh keseriusan.
"Bibi hanya berharap, kamu tidak sampai jatuh cinta kepada Tuan Robert. Karena, itu hanya akan menyakitimu dirimu! Tuan Robert sudah memiliki tunangan dan hanya wanita itu yang pantas menjadi istrinya. Sementara untuk para kekasihnya saat ini, mereka semua hanya selingan dalam kehidupannya!" ujar Bibi Rosy, sambil mengelus kepala Leah. Benar, dirinya sangat menyayangi Leah. Leah telah dianggap sebagai putri yang tidak pernah dimiliki. Semua ini terjadi, karena Leah memiliki hati yang tulus. Hal tersebut terlihat dari cara berbicara dan tindakan Leah sehari-hari.
"Bibi, aku bukan lagi gadis perawan! Bibi ingat, aku wanita yang dikhianati suami dan ditinggal pergi oleh putriku! Aku dapat bertahan sampai saat ini, semua karena dukungan dari Bibi. Aku sangat berterima kasih, Bi! Bibi percayalah, aku tidak lagi percaya ada kisah Cinderella di kehidupan nyata! Caraku memandang kehidupan ini telah berbeda, setelah semua yang aku alami. Saat ini, aku hanya fokus mencari uang, agar dapat hidup lebih layak dan tidak dipandang sebelah mata oleh mantan suami bajingan itu!" Leah sambil menitikkan air mata, setelah mengucapkan kalimatnya itu.
"Baguslah, jika kamu berpikiran seperti itu. Bibi merasa tenang sekarang. Maaf, jika Bibi mengingatkanmu tentang hal tersebut, karena Bibi tidak ingin kamu patah hati dikemudian hari!" ujar Bibi Rosy, sambil memeluk Leah.
"Terima kasih, Bi. Terima kasih!" Leah kembali terisak.
"Jangan menangis lagi! Beristirahatlah. Bibi akan membereskan dapur ini. Kamu cukup mempersiapkan diri untuk interview besok. Jadilah diri sendiri dan yakin!" pesan Bibi Rosy, sambil menghapus air mata Leah.
Leah mengangguk, kemudian berjalan ke arah kamarnya. Hatinya menjadi tenang karena pelukan Bibi Rosy. Namun, dirinya tidak boleh terlalu bergantung pada wanita itu. Bagaimanapun, Bibi Rosy memiliki tujuannya sendiri yaitu masa pensiun yang dinikmati bersama saudaranya.
Ya, Leah harus semangat dan harus berusaha keras agar dapat diterima di perusahaan Y.
Keesokan harinya. Saat matahari mulai menyinari kamar, Leah bangun. Lalu, segera mandi dan berganti pakaian.
Leah menatap pantulan dirinya di cermin. Hari ini, Leah mengenakan setelan jas yang dulu dikenakannya sewaktu masih bekerja. Kemarin Leah menyempatkan diri untuk kembali ke rumah dan mengambil beberapa pakaian lama. Inilah pakaian yang akan dipakai untuk mengikuti wawancara hari ini.
Jas dan rok selutut berwarna abu-abu gelap yang dipadu dengan dalaman satin satu tali berwarna gading. Penampilannya terlihat sangat formal, sesuai yang diharapkannya. Untuk rambut, Leah mengikat sanggul tepat dibelakang kepala. Leah tidak memiliki tas make up. Alat rias yang dimiliki hanyalah lipstik dan pensil alis. Selama ini, dirinya tidak terlalu memperhatikan penampilan. Karena saat itu fokusnya hanya untuk kesembuhan putrinya.
Mungkin itu salah satu alasan mengapa suaminya berselingkuh, pikirnya sedih. Air mata sudah mau mengalir dan Leah buru-buru menepuk lembut wajahnya dan menguatkan hatinya agar tidak lagi menangis.
Leah keluar dari kamar dan membawa tas tangan satu-satunya yang berwarna biru tua. Simpel dan formal, di dalam tas tersebut hanya berisi dompet dan telepon genggam. Untuk sepatu, beruntung Leah masih menyimpan sepatu kerjanya dulu. Sepatu yang dibeli dengan harga yang cukup mahal. Namun, terbukti istilah ada harga ada kwalitas dan sepatu tetap bertahan setelah disimpan begitu lama.
Leah disambut dengan harumnya aroma kopi dan Bibi Rosy sudah duduk di meja makan, menunggunya.
"Mari sarapan dan minum sedikit kopi!"
Leah tersenyum dan senang dengan perhatian yang hangat dari wanita itu.
"Bi, bagaimana penampilanku? Apakah pakaian ini terlihat ketinggalan zaman?" tanya Leah saat berdiri di hadapan Bibi Rosy.
Bibi Rosy menatap Leah dan menilai penampilannya dari atas ke bawah. Lalu, tersenyum dan berkata, "Formal dan karena yang memakainya cantik, otomatis baju itu kelihatan cocok untukmu. Namun, kamu harus menambahkan beberapa kg berat badanmu! Bukankah itu baju kerjamu yang dulu? Sekarang terlihat kebesaran saat kamu kenakan."
"Iya, Bi! Aku memang kehilangan bobot tubuh dan aku akan makan lebih banyak, mulai sekarang!" ujar Leah sambil mengambil roti lapis yang telah disiapkan Bibi Rosy dan menyeruput kopi.
Setelah selesai sarapan, mereka berjalan keluar rumah dan menuju mobil kecil milik Bibi Rosy yang terparkir di depan pagar. Mobil mungil itu sudah dikendarai selama puluhan tahun. Leah duduk di kursi samping pengemudi. Bibi Rosy mulai menyalakan mesin dan berkata, "Pakai sabuk pengaman itu, Leah!"
"Baik, Bi!" Leah patuh dan menarik sabuk itu dan mengenakannya.
Leah tahu, Bibi Rosy tidak mau terlalu banyak berpesan pada Leah. Bibi Rosy khawatir kata-katanya akan membebani Leah.
Jujur, dalam hati Leah begitu gugup. Karena, ini merupakan interview pertamanya setelah sekian lama. Meskipun, dulu dirinya bekerja di salah satu bank swasta terkemuka dengan posisi yang lumayan, tetapi itu sudah begitu lama. Rasa percaya dirinya sedikit berkurang.
Bibi Rosy mengendarai mobil dengan santai, sambil memutar lagu nostalgia dan tidak menyinggung apapun soal interview ini. Dirinya hanya ingin Leah menjadi diri sendiri. Karena ia tahu, kepribadian Leah sangat baik dan kuat.
Tidak lama, mereka tiba di gedung perusahaan Y. Mobil turun ke lantai parkir di basement. Setelah itu, mereka turun dari mobil dan menuju ke lift gedung. Bibi Rosy menscan kartu karyawannya dan pintu lift berdenting. Mereka melangkah masuk dan Bibi Rosy menekan tombol lantai paling atas. Lift langsung menuju lantai 25 tanpa berhenti. Meskipun ini lift umum, tetapi karena tiba begitu awal, maka belum banyak karyawan yang tiba. Hal itu terlihat dari lahan parkir yang masih kosong melompong.
Bibi Rosy menatap Leah dan melihat wajah Leah yang begitu cemas dan Bibi Rosy berkata, "Leah, jadilah diri sendiri! Jangan terlalu dipikirkan, interview kali ini hanya mengobrol dengan Tuan Robert dan tidak ada tes tertulis."
"Baik, Bi! Mungkin karena sudah lama tidak berada di dunia perkantoran dan memasuki ruangan kantor seperti ini apalagi untuk interview, aku sulit untuk tidak merasa cemas!" ujar Leah sambil berusaha tersenyum kepada Bibi Rosy.
Bibi Rosy balas tersenyum dan tidak lagi mengatakan apapun. Ia tidak ingin Leah semakin cemas, karena perkataannya. Saat itulah lift berhenti dan pintu terbuka, mereka tiba di lantai 25.
Bibi Rosy menyalakan lampu dan menuju meja kerja besar yang dilihat Leah waktu itu.
Leah mengikuti Bibi Rosy dan melihat bagaimana Bibi menyalakan perangkat komputer. Lalu, Bibi Rosy mempersilahkan Leah duduk di kursi tepat di hadapannya. Dengan cermat, Leah memperhatikan apa saja yang dilakukan oleh Bibi Rosy. Walaupun, belum pasti dirinya diterima atau tidak, tetapi Leah senang mengamati saat seseorang bekerja.